Desa Wisata Bahari Mangrove: Sebuah Kebanggaan dari Brebes
Keterangan foto: Desa Wisata (Dewi) Bahari Mangrove yang terletak di Pandansari, Kaliwlingi, Brebes/MB
Brebes, (Metrobali.com) –
Sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, Brebes telah dipilih menjadi salah satu lokasi sasaran untuk program Mega Mangrove Center serta Center of Excellence. Pada kesempatan kali ini, tim Kemenko Marves melakukan kunjungan lapangan ke lokasi Desa Wisata (Dewi) Bahari Mangrove yang terletak di Pandansari, Kaliwlingi, Brebes pada hari Jumat (19/02/2021).
Menurut Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Brebes, Mohammad Zuhdan Fanani, di lokasi Dewi Bahari ini dulunya terjadi kerusakan yang cukup parah akibat abrasi.
“Sejak sekitar tahun 1985 hingga tahun 2005, terjadi kerusakan ekosistem yang sangat masif, termasuk juga pembabatan mangrove,” tutur Kadin Zuhdan.
Karena itu, dilakukan reboisasi dan perbaikan yang mulanya digagas secara mandiri dan swadaya oleh masyarakat. Upaya reboisasi ini telah dilakukan selama 10 tahun.
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kemenko Marves Khairul Hidayati selaku Koordinator kunjungan lapangan yang meninjau ke Pandansari, menekankan pentingnya mencapai pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan.
“Pemanfaatan yang tidak berkelanjutan sudah tentu akan menghilangkan manfaat wilayah tersebut, yang jika terjadi kerusakan secara permanen maka bukan hanya manfaat ekonomi maupun sosialnya saja yang hilang akan tetapi manfaat ekologis pun akan menghilang,” terang Kabag Hida.
Sejauh ini, pemerintah baik dari pusat maupun daerah, sudah mengupayakan pembangunan sarana dan prasarana seperti pengadaan listrik dan jalan. Namun, memang masih ada beberapa kendala, seperti kurangnya koneksi jaringan seluler dan internet.
Selanjutnya, Kadin Zuhdan menerangkan bahwa keberadaan Desa Wisata Bahari Mangrove ini telah membawa dampak perekonomian bagi masyarakat sekitar dan menghasilkan kegiatan ekonomi sirkular.
“Ke sekitar juga sudah dimanfaatkan untuk ekonomi, yaitu salah satunya pewarna batik dari buah, getah, serta kulit mangrove. Dan juga usaha pariwisata,” terangnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang Guru Besar Universitas Indonesia Prof. Martani Huseini selaku Pemilik Sekolah Alam dan Kampus Merdeka Belajar yang terdapat di Desa Wisata Bahari Pandansari.
“Dengan gerakan sosial masyarakat Pandansari, akhirnya bisa membangkitkan fondasi ekonomi sirkular masyarakat Pandansari. Selain itu juga, mangrove memiliki kemampuan mengurangi secara signifikan terhadap emisi nilai karbon,” terangnya.
Selanjutnya, Kadin Zuhdan juga mengungkapkan potensi lain dari Desa Wisata Bahari, yaitu sebagai sarana belajar dan sebagai bentuk perwujudan dari program Center of Excellence.
“Ini juga bisa menjadi tempat pembelajaran guna memahami apa itu mangrove, fungsinya, serta bagaimana mangrove bisa menyelamatkan manusia dari potensi bahaya,” terangnya.
Martani kemudian mengungkapkan bahwa Mangrove Pandansari ini memiliki potensi pariwisata sangat besar yang dapat dijadikan sebagai ecotourism serta role model di Indonesia.
“Ekosistem mangrove yang terpelihara dengan baik di Desa Kaliwlingi ternyata menarik wisatawan, sehingga ekosistem mangrove di kawasan ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata mangrove,” timpal Kabag Hida.
Ke depannya, Kadin Zuhdan berharap bahwa mangrove bisa menjadi perhatian masyarakat luas.
“Harapan ke depan, mangrove bisa menjadi kebanggaan karena akan membawa dampak luar biasa juga pada desa sekitarnya. Kami ingin mangrove menjadi perhatian semua orang,” ungkap Kadin Zuhdan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.