Jakarta, (Metrobali.com) –

Lembaga Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) dalam rilisnya menyampaikan belasungkawa yang teramat dalam kepada keluarga dan kerabat dari kelima korban meninggal dunia dan turut prihatin bagi warga yang menjadi korban rawat atas peristiwa pada Senin 25 Januari 2021. Peristiwa dugaan keracunan Gas H20 akibat pembukaan sumur bor PT Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) yang berada di area Desa Sibagor Julu – Sumatera Utara.

“Kami sunguh menyesalkan kecelakaan ini terjadi yang seharusnya bisa dicegah, kalau perusahaan melakukan prosedur yang benar dan baik dalam pelaksanaannya,” jelas Puput TD Putra Ketua Umum Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) dalam siaran Pers yang diterima Redaksi ENERGYWORLDINDONESIA pada 27 Januari 2021.

PT. Sorik Merapi Geothermal Power (PT.SMGP) adalah anak perusahaan OTP Geothermal, Pembangkit Listrik tenaga Panas bumi (PLTP) Perusahaan ini adalah perusahaan konsorsium dari Origin Energy, Tata Tower dan PT Supraco Indonesia yang berdiri sejak tahun 2010. Senin 25 Januari 2021 sekitar pukul 12.00 WIB di WELLPAD T Desa Sibanggor Julu Kec. PSM. Pihak PT SMGP melakukan pengetesan sumur bor Gas Gethermal. Hanya kira-kira 15 menit kemudian menyebabkan beberapa masyarakat pingsan yang berada di sekitar TKP, bahkan yang tewas lima orang warga. Siapa yang bertanggung jawab?

Dalam kasus dugaan keracunan Gas H2O pada Senin 25, Januari 2021 sekitar pukul 12.00 WIB diakibatkan oleh adanya pembukaan sumur bor PT SMGP yang berada di WELLPAD T Desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncak Sorik Marapi Akibatnya 5 (lima) orang korban meninggal dunia dan menimbulkan puluhan korban di rawat di rumah Sakit. PTSMGP sedang melakukan pembukaan sumur bor yang berada di WSLLPAD T desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncuk Sorik Merapi di Propinsi Sumatera Utara yang berkegiatan pertambangan panas bumi.

Dalam melaksanakan kegiatan penambangan mineral panas bumi, sering terjadi kelalaian kecelakaan kerja, penyerobotan lahan, konflik bersama warga setempat, timbulnya kondisi kerja yang tidak aman dari keadaan lapangan yang berbahaya dan tindakan kerja yang tidak aman serta mengabaikan prinsip-prinsip keselamatan. Dari kondisi kerja yang tidak aman dan tindakan kerja yang tidak aman tersebut mengakibatkan kecelakaan kerja dan pada akhirnya menyebabkan korban meningal dan puluhan korban di rawat di rumah sakit.

“Kita ketahui pada tahun 2014 perusahaan ini pernah bermasalah, kami telah himpun sejumlah maalahnya mulai izin perusahaan tahun 2014 pernah di cabut oleh Bupati, dan pernah di demo oleh masyarakat, informasi terbaru perusahaan ini juga sudah diakusisi oleh perusahaan berbasis di Singapore, diduga perusahaan ini banyak bermasalah dengan warga setempat terutama masalah lahan dan limbahnya,” tambahnya.

Inilah daftar dari PT SMGP yang bermasalah:

  1. Pada Tahun 2016 komunitas Mandailing Perantauan sudah mempertanyakan ke Kementrian ESDM terkait dengan akuisisi 100 % PT SMGP kepada KS Orka (Singapura). Komunitas Mandailing Perantauan merasa dicurangi karena di duga PT SMGP hanya menjadi agen asing untuk menguasai lahan di Mandailing Natal.
  2. Pada 9 Desember 2014 Bupati Mandailing Natal membekukan izin PT SMGP dengan pertimbangan bahwa perusahaan ini sudah membuat masyarakat menjadi korban dan tahap eksplorasi sudah tahap merusak lingkungan dan menimbulkan bencana alam, namun kembali anehnya Kementrian ESDM mengeluarkan izin baru pada April 2015.

Sempat ada penolakan oleh warga karena dalam praktiknya, tidak ada sosialisasi terlebih dahulu kepada warga di sekitar lokasi proyek. Dengan adanya musibah ini kami koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) mencurigai dan mempertanyakan proses Amdal ukl-upl atas keabsahan proses penilaian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) terkait pembukaan lahan untuk proyek sumur bor PT SMGP. Yang perlu di ketahui untuk pejabat yang menerbitkan izin tanpa di lengkapi dengan Amdal atau UKL-UPL dapat di jerat dengan hukuman pidana, karena perbuatan itu adalah sebuah kelalaian atau penyalagunaan jabatan. Dalam hal ini KAWALI juga mendesak pihak-pihak terkait bisa memberikan keterangan yang transparan dan terbuka terkait dengan musibah terjadinya dugaan keracunan Gas H20 akibat pembukaan sumur bor PT SMGP.

KAWALI juga mendorong semua stakeholder terkait untuk melakulan penyelesaian masalah keselamatan dan kesehatan masyarakat untuk dilakukan perbaikan pada kondisi tidak aman dan tindakan kerja tidak aman agar resiko keselamatan masyarakat dan kesehatan kerja dapat diminimalkan, meminta pihak terkait melakukan pembinaan atau pelatihan keterampilan kepada masyarakat sekitar, karyawan sesuai dengan bidang kerjanya.

Terjadinya kekacauan ini diduga karena Standar Operasional yang tidak pada semestinya (di duga human error) Karena di kegiatan pengeboran dan pengujian sumur bor, Standar presedurnya masyarakat harus dievakuasi terlebih dahulu untuk antisipasi dan pencegahan hal-hal yang tidak di inginkan nantinya.

“Kita ketahui kasus kematian akibat Gas H2SO sudah sering terjadi di tempat-tempat pengeboran PLTP, MIGAS dan Penambangan Batubara bawah tanah, atau pengalian sumur air tanah sekalipun,” bebernya.

Pengalian bor sumur yang dilakukan perusahaan seharusnya diikuti Standar operasional yang baik dan berlaku, serta melengkapi sarana pendeteksi (Fixed Monitori System) gas H2S/H2SO di lokasi pengalian, atas kelalaian perusahaan ini,mereka pihak perusahaan bisa dihukum karna lalai menjalankan pekerjaannya dan berdampak adanya korban, begitu juga dengan pejabat yang berwenang bisa mendapatkan sangsi hukum berdasarkan pasal 112 UU no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana di maksud dalam pasal 71 dan pasal 72 yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dapat di pidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun.

Lantas 5 Orang Tewas Siapa Bertanggungjawab? Kementrian ESDM kah yang pernah menerbiytkan kembali izin pada April 2015 itu?
Karena menurut KAWALI seharusnya ada sistem monitoring H2S yang mestinya berfungsi dan secara otomatis menutup sumur dan menghentikan seluruh kegiatan. Lalu ada sirene yang mestinya berfungsi dan ada prosedur evakuasi darurat bagi masyarakat dan petugas. Sepertinya ini gagal terjadi (sistem tdk bekerja).

KAWALI juga mendukung dan mengapresiasi upaya kementerian ESDM untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan perusahaan guna mencegah dampak susulan dan segera membentuk Tim Investigasi untuk mencari penyebab kejadian. “Hasil investigasi akan mampu menemukan penyebab utama, apakah perusahaan sudah menerapkan standar dan prosedur yang belaku atau peristiwa ini terjadi karena kelalaian perusaan. Mari kita dukung bersama sebagai langkah awal dalam menuntun penyelesaiannya.

Sementara itu Faisal, Ketua Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) Provinsi Sumatera Utara mengatakan, pemerintah harus menghukum seberat-beratnya PT SMGP atas kelalaian ini. Jangan sia-siakan nyawa masyarakat Sorik Merapi, terutama korban anak, demi investasi. Hukum seberat-beratnya (pidana ) menghilangkan nyawa orang, cabut ijinnya dan perusahaan pemilik dilarang beroperasi di Indonesia selamanya. “Kita butuh PLTP untuk kedaulatan energi dan lingkungan hidup yang baik. Tapi kita tidak butuh operator yang sembrono, ceroboh dan lalai sehingga gagal mendeteksi hal yang paling ditakutkan di kegiatan pengeboran manapun: gas H2S,” pungkasnya.