Pabligbagan Virtual #5 : Puri Kauhan Ubud, Mapitulung di Masa Pandemi
Keterangan foto: Pabligbagan Virtual Puri Kauhan Ubud edisi ke 5 mengangkat tema Mapitulung di masa Pandemi/MB
Gianyar, (Metrobali.com) –
Pabligbagan Virtual Puri Kauhan Ubud edisi ke 5 mengangkat tema Mapitulung di masa Pandemi. Bagi Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud, AA GN Ari Dwipayana, tema ini diangkat untuk mengajak masyarakat Bali untuk tetal menjaga jarak secara fisik (physical distancing) tapi tidak menjaga jarak secara sosial. Bahkan di masa pandemi ini, masyarakat Bali harus semakin dekat baik secara spiritual maupun kedekatan secara sosial.
Kedekatan secara sosial ini bisa ditemukan jejaknya pada sistem nilai dan praktik Mapitulung sebagai semeton/nyame. Membantu sesama di saat krisis disebutkan oleh Sugi Lanus yang memberikan pengajtar diskusi, sebagai pewujudan dari nilai Karuna, nilai welas asih. Welas asih inilah yang dilembagakan dalam kehidupan masyarakat Bali.
Selain Sugi Lanus, Pablibagan menghadirkan nara sumber: Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah. Tjokorda Raka Kerthyasa, Bendesa Desa Adat Ubud. Sulastama Raharja, Penggerak KAGAMA Chantelan dan Ida Bagus Mandara Brasika, insiator dan penggerak program DariDesaku.
Empat Model
Ada empat model inisiatif dalam mapitulung sesama yang dibicarakan dalam Pabligbagan Virtual #5. Model pertama adalah model Chantelan yang diinisiasi oleh PP KAGAMA. Sulastama Raharja sebagai penggerak Kagama Chantelan menyampaikan bahwa prinsipnya siapapun bisa mengambil, siapapun bisa berdonasi, baik bahan sembako, masakan matang, alat mandi sampai masker. Inisiatif ini melibatkan siapapun, termasuk orang kecil dengan donasi kecil sekalipun. Tujuannya menjaga solidaritas dan kepedulian.
Model kedua yang berbasis Desa Adat disampaikan oleh Cok Ibah, Bendesa Adat Ubud. Cok Ibah menekankan konsep Yadnya dan Punia, yang bisa dilakukan dengan cara membantu sesama yang membutuhkan. Dan pandemi ini memungkinkan nilai-nilai dalam tradisi Mapitulung dilembagakan dalam pararem dan awig-awig sehingga bisa menjadi instrumen menghadapi situasi seperti ini di masa yang akan datang.
Model mapitulung ketiga diangkat oleh Ganjar Pranowo, yang menggerakan Jogo Tonggo. Kekhasan dari Jogo Tonggo adalah mengkombinasikan antara inisitiaf komunitas dengan ruang yang didirong Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Titik temunya adalah di tingkat RW. Sehingga dengan model campuran ini, disampung akan menjaga budaya, taoi juga menungkatkan kemampuan dan kepedulian sosial di level paling bawah.
Model keemoat dalam mapitulung diantarkan oleh Ida Bagus Mandara Brasika. Gus Nara membangun jembatan anatara petani lokal dengan konsumen dan juga masyarakat terdampak. Program daridesaku mengembankan model donasi yg selanjutkan digunakan untuk gotong royong borong produk petani lokal. Selanjutnya produk petani itu dibagikan pada yang membutuhkan: bisa ambil secukupnya, bayar semampunya dan yg tidak mampu tidak usah bayar. Ini bagian dari edukasi untuk menjadi bagian dari upaya bersama dan menimbulkan rasa iku memiliki.
Kembali ke Lokal
Inisiatif masyarakat di level lokal disaat pandemi juga muncul diberbagai negara yang lain, seperti di Swedia, ZImbabwe dan Zambia. Ini ditegaskan oleh Dewa Sasstrawan, Dubes RI di Zimbabwe dan Zambia.
Komunitas lokal bisa berperan dalam mengendalikan Covid tapi juga membantu warganya ketika berada dalam kesulitan sebagai dampak krisis ekonomi.
Hampir semua narasumber menekankan pentingnya revitalisasi kelokalan ini. Sehingga nilai mapitulung baik sdh ada dalam tradisi maupun bagian dari invensi dan inovasi, spiritnya bisa berjalan berkelanjutan paska pandemi, baik di Bali, Jawa Tengah maupun di daerah-daerah lainnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.