Warga Banjar Adat Kertasari, Dusun Bangbang Biaung, Desa Duda, Selat, Karangasem saling lempar diareal Pura Puseh Setempat.
Karangasem, (Metrobali.com) –
Warga Banjar Adat Kertasari, Dusun Bangbang Biaung, Desa Duda, Selat, Karangasem saling lempar diareal Pura Puseh Setempat.
Aksi saling lempar ini bukanlah kerusuhan melainkan bagian dari tradisi “Mesantalan” yang rutin digelar setiap tahunnya diareal Pura Puseh Banjar Adat Kertasari.
Dikatakan Komang Gede Sutama salah seorang Prajuru Banjar Adat, tradisi “Mesantalan” ini bisa disebut juga sebagai tradisi Perang Tipat yang rutin digelar setiap setahun tepatnya sebelas hari setelah berakhirnya piodalan Usaba Kapat di Pura Puseh setempat yang jatuh pada hari ini, Sabtu (26/10/2019).
“Tradisi “Mesantalan” ini bisa dikatakan sebagai tanda berakhirnya piodalan Usaba Kapat yang telah berlangsung sebelas hari sebelumnya,” kata Sutama didampingi Kadek Kamujaya saat ditemui media ini.
Dalam pelaksanaannya, rangkaian Tradisi “Mesantalan” ini diawali dengan menghaturkan berupa banten penyineb yang didalamnyan mempergunakan sarana seperti Ketupat, Bantal, Sumping dan Klepon yang dilanjutkan dengan persembahyangan bersama.
Begitu selesai sembahyang, para wanita kemudian ngelungsur (mengambil) Banten yang telah dihaturkan sebelumnya. Hanya saja nantinya sejumlah sarana yang ada didalamnya seperti ketupat beserta jajanan akan diberikan kepada para Pecalang.
Sementara Ketupat dan jajan dikumpulkan oleh pecalang, para lelaki yang ingin mengikuti tradisi ini juga berkumpul dan dibagi menjadi dua kelompok. Satu klompok berada diareal Utama Pura sedangkan kelompok lainnya berada di areal Jaba Tengah Pura.
Setelah para peserta bersiap diposnya masing – masing, ketupat beserta jajan yang telah dikumpulkan oleh pecalang akan dibagi menjadi dua bagian untuk diberikan kepada masing – masing kelompok sebagai umunisi untuk nantinya dilemparkan kearah kelompok yang lain.
Begitu semuanya siap, tradisi “Mesantalan” inipun dimulai, warga yang sudah dibagi menjadi dua kelompok ini langsung saling lempar menggunakan ketupat dan jajan. Uniknya, dalam tradisi ini kelompok yang menyerang dari arah Jabe tengah tidak bisa menggunakan jajan yang telah dilempar oleh kelompok yang ada diareal Purian kecuali peserta berhasil menangkap benda yang dilempar baru bisa dilempar kembali kepurian.
Sedangkan, khusus untuk peserta dipurian, selain melemparkan bagian amunisinya, juga bisa melempar kembali Ketupat atau jajan yang dilempar dari arah jaba tanpa harus menangkapnya terlebih dahulu.
“Tradisi ini juga memiliki makna sebagai ungkapan suka cita atas melimpahnya hasil bumi serta rasa syukur karena segala tahapan Piodalan Usabe Kapat telah berjalan dengan lancar,” terang Sutama. (SUA)