Oleh : Rizki Firmanada, S.HI

 

 

Lagi-lagi masyarakat harus dihebohkan dengan kasus fenomenal yang terjadi di Indonesia. Tak lain adalah kasus penggandaan uang. Bertempat di Probolinggo, di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang mulai terkuak. Di dalam padepokan tersebutlah dijalankan aksi penggandaan uang. Dimas Kanjeng yang menjadi tokoh utama dan diagungkan dalam padepokan yang sudah lama berdiri tentu memiliki banyak santri dan pengikut.  Tak heran, cukup banyak orang yang mengakui ke-Sakti-an Kanjeng. sampai mereka pun menjadi pengikut Taat Pribadi dan berkeinginan untuk digandakan harta-harta nya. Banyak sekali uang pengikut yang disetor kepada Taat pribadi (uang mahar) agar mereka memiliki harta yang berlipat ganda. Begitupun janji- janji yang diberikan Taat Pribadi kepada para pengikutnya bahwa mereka yang memberikan uang mahar kepada nya akan mendapat kan uang yang sangat berlipat- lipat, tidak hanya ratusan ribu, jutaan , bahkan mencapai milyaran sampai trilyunan. Begitulah janji manis Kanjeng Dimas yang membuat masyarakat tergiur.

Banyak ditemukan beragam pernak- pernik klenik di Padepokan yang dengan itulah Kanjeng beraksi untuk meyakinkan masyarakat, Cara kerjanya sangat simpel. Pengikut cukup menempelkan uang Rp 10.000 pada tulisan Arab, lalu dimasukkan ke plastik, dan dimasukkan lagi ke dalam kotak kayu. Menurut janji Dimas Kanjeng, pengikut yang sudah melakukan ritual, akan mendapatkan uang sebesar 5 juta dari dapur ATM tersebut setiap harinya.

Sangat mengherankan, masyarakat kita cukup banyak yang tertarik dan berminat menjadi pengikut Kanjeng Dimas. Masyarakat sangat meyakini perihal ke sakti an Taat Pribadi, tanpa pernah meragukan sedikitpun atas aksinya yang sudah dilakukan dalam kurun waktu yang lama. Herannya lagi, masyarakat tidak menggunakan akal pikiran yang sehat dalam merespon fenomena penggandaan uang ini. Pemikiran masyarakat yang pragmatis menghadapi kesulitan atau kebutuhan hidup inilah yang menjadikan mereka menempuh jalur instan untuk mendapatkan materi. Orientasi utama mereka (pihak yang terlibat penggandaan uang) adalah mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya. Hidup bergelimang harta adalah tujuan mereka. Betapa tidak menggiurkan jika tanpa bekerja kita bisa mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.

Sebagaimana pernyataan dari Katib Syuriah PWNU Jatim Syafrudin Syarif, “Saya yakin orang itu di bawah pengaruh gendam. Semua itu terjadi karena pengaruh kapitalisme yang serba pragmatis atau instan, sehingga masyarakat mudah tertipu”. Ribuan orang menjadi korban penipuan berkedok agama ala Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

Di era saat ini yang menjadikan kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang diterapkan oleh Negara, tentu tak heran jika materi menjadi tujuan utama. Sistem yang diterapkan di negeri ini lah yang memiliki andil bagi masyarakat bahwa kebahagian dinilai dengan mendapatkan materi yang sebesar-besarnya.

Asas sekularisme dalam kehidupan pun semakin menjauhkan masyarakat jauh dari aturan Sang Pencipta. Berbagai cara dilakukan dalam mendapatkan harta tanpa mempertimbangkan apakah hal tersebut sejalan dengan aturan agama. Lemahnya iman dan krisis akidah yang terjadi dalam masyarakat membuat mereka terbuai dan meyakini cara-cara mistis yang dinggapnya sebagai “kelebihan”,

Kebebasan berfikir pun merupakan buah dari penerapan ideologi kapitalime, yang menganggap bahwa ada kekuatan besar lain selain kekuatan dari Sang Pencipta (Allah SWT). Rusaknya pemahaman agama masyarakat mengakibatkan mereka salah dalam beribadah, hal-hal klenik pun menjadi keyakinan kuat akan memberikan kekuatan bagi penganutnya, serta adanya kekuatan “super” yang dimiliki seseorang menjadikan masyarakat buta, hingga terjadilah kriminalitas berupa penipuan oleh Taat Pribadi berkedok agama yang cocok dengan kondisi masyarakat yang cenderung mabuk harta.

Lagi-lagi tak akan luput dari peran Negara untuk menjaga dan memelihara akidah ummat agar tetap jernih dan bersih dari paham-paham atau ajaran-ajaran sesat. Negara harus menindak dengan tegas segala praktek penipuan berkedok agama untuk membuat jera pelaku serta tidak membiarkan ajaran-ajaran sesat bercokol di Indonesia. Hingga masyarakat tidak lagi memiliki cara pikir yang salah dalam mengarungi kehidupan. Semua itu akan berjalan dengan baik selama pokok-pokok ajaran yang dipegang dan diyakini masyarakat sesuai dengan ajaran ilahi. RED-MB