Dinamika Seleksi Calon Anggota KPID Bali Periode 2017-2020, Incumbent Diistimewakan?
Made Nurbawa
Tahap demi tahap proses seleksi calon anggota KPID Bali periode 2017-2020 telah dilaksanakan. Uji Kompetensi (tulis dan psikotes) pun telah berlangsung. Terakhir Kamis, 29/9/2016 Pansel melakukan wawancara kepada seluruh calon untuk melakukan verifikasi, bertempat di Ruang Rapat Dinas Perhubungan dan Kominfo Provinsi Bali Denpasar.
Empat calon incumbent tidak ikut uji kompetensi, tetapi langsung masuk tahap uji kepatutan dan kelayakan (Fit and Proper Test) yang akan dilaksanakan oleh DPRD Bali.
Proses seleksi calon anggota KPID Bali diawali dengan pemberitahauan 6 bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Komisioner KPID Bali periode 2014-2017 oleh Gubernur Bali kepada DPRD Bali (surat nomor: 121/381/KPID tertanggal 18 April 2016, kemudian surat Gubernur Bali tersebut di jawab oleh DPRD Bali dengan nomor surat 483/1284/DPRD tertanggal 31 Mei 2016 perihal : “Pendelegasian Pembentukan Tim Seleksi pemilihan anggota KPID Prov Bali 2017-2020”. Surat pendelegasian DPRD Bali menekankan (pada point 4) bahwa : ‘Pelaksanaan pedelegasian dan pembentukan Tim Seleksi tersebut agar berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Berikutnya atas dasar Surat Pendelegasian dari DPRD Bali itulah Gubernur Bali mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang Tim Seleksi Pemilihan Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Bali periode 2017-2020 Nomor: 1471/05-G/HK/ 2016 tertanggal 8 Juni 2016 dan selanjutnya SK Gubenrur tersebut sebagai legalitas hukum bagi Pansel dalam melakukan tahapan seleksi.
Salah satu substansi dari surat Pendelegasian DPRD Bali adalah: Tim Seleksi (DPRD Bali) berbagi tugas dimana dalam hal pendaftaran calon peserta dan uji kompetensi diserahkan penanganannya kepada Panitia Seleksi (Pansel). Sedangkan untuk fit and proper test tetap dilakukan oleh DPRD Bali. Dengan demikian ditengah “keterbatasaan” aturan tentang kelembagaan KPI seluruh tahapan telah dilakukan dengan semangat bahwa proses seleksi agar berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Atas dasar Surat pendelegasian dari DPRD Bali itulah pihak Sekretariat dan Pemrov Bali melakukan kajian Hukum dan termasuk melakukan konsultasi ke KPI Pusat Jakarta (tanggal 10 Juni 2016) dimana seleksi calon KPID Bali periode 2017-2020 harus mengacu pada mandat UU No. 32/2002 tentang Penyiaran dan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/2014 tentang Kelembagaan. Kedua produk hukum diatas sejak awal telah menjadi rujukan dalam proses pembentukan Pansel dan mekanisme pelaksanaan seleksi bagi calon anggota KPID Bali periode 2017-2020 yang tahapannya dilaksanakan tahun 2016 ini- enam bulan sebelum masa tugas berakhir.
Tidak dipungkiri selama proses pendaftaran berlangsung ada beberapa pertanyaan tentang keanggotaan/nama-nama yang duduk menjadi Pansel, yang sempat menjadi sorotan adalah keterwakilan anggota KPI Daerah yang aktif ikut sebagai anggota Pansel, disarankan “kalau menjadi Pansel sebaiknya mengundurkan diri”. Pendapat itu tentu tidak sesuai dengan bunyi pasal 19 ayat 3 Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/2014 tentang Kelembagaan yang menyebut anggota Tim Seleksi ditetapkan oleh DPRD dengan memperhatikan keterwakilan KPI Daerah. Keterwakilan unsur KPI Daerah tentu masih sangat dibutuhkan dan apabila harus mundur terlebih dahulu tentu bukan lagi bestatus KPI Daerah tetapi sudah menjadi unsur masyarakat biasa.
DPRD Bali dengan bijak menampung seluruh masukan masyarakat, semua masukan harus dipandang sebagai sesuatu yang positif agar kelembagaan KPID Bali benar-benar dapat dipastikan telah berpedoman pada aturan yang berlaku. Akhirnya DPRD Bali kembali mengelurkan surat Nomor: 483/1842/DPRD tertanggal 18 Agustus 2016 tentang Tim Seleksi Anggota KPID Daerah Bali sebagai bentuk dukungan bahwa proses seleksi yang telah berjalan sesuai jadwal dan rencana dapat dilanjutkan.
Dinamika seleksi calon KPI daerah Bali pada tahun ini tentu sebuah pelajaran berharga bagi semua pihak. Hal itu bukan pula hal baru dalam sejarah KPI di Indonesia. Sejak terbentuknya KPI tahun 2014 disusul terbentuknya KPID Bali tahun yang sama, secara kelembagaan keberadan KPI terus mengalami perkembangan. Salah satu yang selalu menjadi pembahasan dalam forum-forum pertemuan nasional KPI seperti Rapim dan Rakornas adalah menyangkut aspek kelembagaan. Salah satunya adalah acuan hukum seleksi anggota KPI periode berikutnya. Ketiadaan peraturan yang mengatur mekanisme seleksi calon KPI Pusat dan Daerah, maka setelah melalui pembahasan dalam FGD maupun sidang-sidang bidang kelembagaan di Rapim maupun Rrakornas akhirnya pada tahun 2014 KPI mengeluarkan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/2014 tentang Kelembagaan yang pada pasal 22 ayat 8 yang menyebutkan “Calonincumbent (petahana) yang lolos seleksi administratif tidak lagi melalui uji kompetensi, tetapi langsung mengikuti uji kelayakan dan kepatutan oleh DPRD Bali.
Tidak ikutnya calon incumbent (petahana) dalam uji kompetensi pada proses seleksi KPID Bali periode 2017-2020 kali ini sempat menjadi pertanyaan dari kalangan masyarakat, bahkan dikesankan “mengistimewakan” calon Incumbent. Pendapat itu sah-sah saja karena memang peraturan KPI masih belum banyak dipahami oleh masyarakat seperti halnya peraturan lembaga lainnya. Namun bagaimana pun proses seleksi harus berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 22 ayat 8 pada Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/2014 sudah melalui proses kajian dan pembahasan yang cukup panjang dengan memperhatikan perkembangan, kebutuhan dan keberlanjutan KPI sesuai mandat UU No. 32 tentang Penyiaran. Karena peraturan tersebut belum di cabut maka pada proses seleksi KPID Bali untuk periode 2017-2020 wajib berpedoman pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
Namun demikian apakah dengan tidak ikutnya calon incumbent (petahana) uji kompetesni (tulis dan psikotes) bisa diartikan “diistimewakan?”. Jawabannya, bisa, karena “diistimewakan” oleh peraturan yang berlaku. Tetapi makna “istimewa” tersebut bukan berarti memberi kemudahan bagi calon incumbent. Justru sebaliknya jika incumbent diikutkan dalam uji tulis dan psikotest sama seperti calon baru bukan secara otomatis tidak akan muncul masalah, hal itu bisa dilihat dan dipelajari pada proses dan kasus seleksi calon KPI di provinsi lain. Toh kalau pun ada aturan KPI yang belum optimal, tentu harus dibahas, direvisi dan ditetapkan dalam forum KPI secara nasional, sehingga “rumor” yang berkembang dan dikembangkan bukan diniatkan demi kepentingan orang perorang, tetapi sebaliknya dapat memperkuat peran KPI dalam melakukan pengawasan dan mendorong penyelenggaran penyiaran yang sehat, bermanfaat dan bermartabat.
Kembali pada proses seleksi, pada posisi ini, substansi uji tulis dan psikotes semestinya tidak dipandang “sempit” yaitu sebatas teknis pelaksanaan. Karena DPRD sudah diberikan mandat penuh oleh UU No.32/tahun 2002 tentang Penyiaran, seperti tertuang dalam pasal 10 yang menyebutkan, “KPI Daerah dipilih oleh DPRD Provinsi atas usul masyarakat melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka”. Berdasarkan mandat UU, DPRD dapat melakukan kajian secara mendalam termasuk menghimpun pendapat publik/uji publik untuk mmberikan penilaian kinerja anggota KPID Bali incumbent pada periode 3 tahun terakhir sehingga “esensi” uji kompetensi bagi calon incumbent secara teknis tidak harus sama atau disama-samakan seperti calon komisioner yang baru, karena posisi dan pengalaman antara calon incumbent dan yang baru jelas berbeda.
Akhir kata, siapa pun yang akan dipilih oleh DPRD menjadi salah satu dari 7 orang anggota komisioner periode 2017-2020, sudah sepatutnya kita hormati. Yang jelas semua berharap, mereka yang terpilih adalah yang benar-benar berkualitas dan berintegritas serta memiliki kompetensi yang sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggungjawab KPI dalam mewujudkan siaran sehat dan bermartabat. Sehingga lembaga penyiaran TV dan Radio baik yang lokal maupun lokal berjaringan dapat mengartikulasikan mandat UU Penyiaran sesuai dengan fungsinya. (*).
Oleh : Made Nurbawa / 1 Okt 2016
(Penulis Anggota Komisioner KPID Bali Periode 2014-2017)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.