Grodog1

Klungkung, (Metrobali.com) –

Tari Sang Hyang Grodog adalah salah satu tradisi yang masih ajeg hingga sekarang, atraksi budaya ini dipentaskan setiap pinanggal Tilem Sasih Karo. Tari Sang Hyang Grodog tidak lumrah seperti tarian Sanghyang lain pada umumnya di Bali.  Perbedaannya  Tari Sang Hyang Grodog selain sakral, tarian ini tidak berhenti hanya berupa tarian, melainkan paduan sempurna antara irama gending (nyanyian, audio, suara/bunyi), rupa (wujud, bentuk, visual) dan agem (gerak, kinetic). Jumlahnyapun bukan hanya satu atau dua tetapi sekaligus ada 23 jenis Sang Hyang,  yang kemudian dipersembahkan sebagai aci sakral di desa Pakraman Lembongan selama 11 hari berturut-turut mulai pinanggal ke -7 sasih karo (bulan Juli – Agustus ) dan kali ini belangsung dari tanggal 9 -21Agustus.

Pada malam yang spesial ini Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta beserta Ny Ayu Suwirta menghadiri Upacara Pengeluar/Ngelebar yang merupakan rangkaian terakhir Upacara Aci Sang Hyang Grodog di  Desa  Lembongan. Turut hadir Ketua DPRD Kabupaten Klungkung I Wayan Baru,didampingi Camat Nusa Penida I Gusti Agung Putra Mahajaya, Perbekel Desa Lembongan Ketut Gede Arjaya, Perbekel Desa Jungut Batu, Made Gede Suryawan, Sabtu (20/8).

Menurut Ketua Panitia I Putu Bali dalam laporannya menyampaikan Upacara ini digelar di Perempatan Catus Pata, Desa Pakraman Lembongan yang mempunyai peran alam bagi kehidupan semesta  memberikan sumbangsih tanpa pamrih. Apalagi daerah pesisir yang menjadi daya tarik  Wisatawan untuk menikmati Daerah kepulauan  Nusa Lembongan. Gempuran pariwisata saat ini, budaya dan tradisi tetap berdiri sebagai pendukung dan peran serta masyarakat Desa lembongan.

Tari Sang Hyang Grodog di Desa Pakraman Lembongan menurut I Putu Bali,  yang lazim disebut Sang Hyang Perahu pernah berkembang dan membudaya juga memiliki fungsi ritual magis Penolak bala, Wabah penyakit terjangkit, Wabah penyakit ternak (grubug) hewan peliharaan seperti sapi, babi dan ayam. Sarana memohon hujan jika terlambat atau terlalu lama terjadi musim paceklik.Selain itu,  fungsi  ritual magis didalamnya terkandung nilai budaya yang adi luhung di dalam ke 23 (dua puluh tiga) jenis Sang Hyang yang tergabung dalam Aci Sang Hyang Grodog seperti nilai simbolis kesuburan, religius, kekrabatan, gotong royong, legenda desa, pemanfaatan dan pelestarian  sumber daya alam laut, keperkasaan/kekuatan dan keanekaragaman satwa.Sang hyang Grodog juga merupakan suatu dorongan sekaligus puncak pemahaman spiritualitas model penglingsir (tetua) hidup dalam tradisi dengan tetap mencintai , menghargai dan kesantunan pada Tanah Air/Bumi Pertiwi dengan segenap isinya yang disimboliskan dengan 23 jenis Sang Hyang Grodog tersebut.

Adapun 23 jenis Sang Hyang Grodog tersebut yaitu Sang Hyang Sampat, Sang Hyang Bumbung, Sang Hyang Penyalin, Sang Hyang Lingga,Sang Hyang Joged, Sang Hyang Dukuh Ngaba Cicing, Sang Hyang Jaran, Sang Hyang Dukuh Masang Bubu, Sang Hyang Sampi, Sang Hyang Bangu-Bangu, Sang Hyang Kebo, Sang Hyang Tiling-Tiling, Sang Hyang Enjo-Enjo, Sang Hyang Manjangan, Sang Hyang Tutut, Sang Hyang Jangolan Dukuh Ngaba Penyu, Sang Hyang Barong, Sang Hyang Kelor, Sang Hyang Capah,Sang Hyang Perahu, Sang Hyang Sumbul, Sang Hyang Payung & Sang Hyang Bunga.

Bupati Nyoman Suwirta menyampaikan,  tari Sang Hyang Grodog salah satu tarian sakral yang dikeramatkan dan upacara ini  dilaksanakan yang ke tiga kalinya di Desa Lembongan,tentunya dengan rasa tulus iklas.

Ritual Aci Sang Hyang Grodog yang telah dilakukan ini agar mampu mengambil makna dan bisa diimplementasi dalam kehidupan dalam kehidupan sehari-hari. Seaungguhnya ke 23 jenis Sang Hyang adalah seiring dengan Kosep Tri Hita Karana. Yaitu bagaimana hubungan dengan Ida Hyang Widhi Wasa, hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan lingkungan.

Dicontohkan Sanghyang Sampat misalnya,  kata Bupati Nyoman  Suwirta,  secara “sekala”, sampat merupakan alat pembersihan.  Makna jauh kedalam dari ini, bagaimana kita membersihkan diri sendiri dari mulai dari pikiran,  perkataan dan perbuatan. Begitu juga Sanghyang Penyalin, implementasinya, adalah persatuan. Bagaimana kita dalam kehidupan, bermasyarakat menjunjung tinggi persatuan. Dengan persatuan apapun yang kita lakukan bisa dicapai, begitu juga bila kita tercerai berai, akan mudah diadudomba.

Begitu juga makna Tari Sanghyang lainnya tentu sangat sarat dengan petuah-petuah ataupun norma-norma sesuai konsep Tri Hita Karana, yang harus kita pedomani dalam kehidupan sehari-hari” pesan Bupati Nyoman Suwirta

Sementara diakhir Prosesi Upacara Ngeluar/Ngelebar Bupati Nyoman Suwirta bersama Ketua DPRD I Wayan Baru, mendapat Kehormatan untuk menurunkan Sang Hyang Bidara-bidari dari atas Sang Hyang Bunga sebagai tanda telah berakhirnya Ritual Aci Sang Hyang Grodog. RED-MB