Foto -2

Jakarta, (Metrobali.com) –

ForBALI (Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa) mengadukan adanya pemberangusan baliho penolakan reklamasi Teluk Benoa, pelarangan pemakaian baju tolak reklamasi dan pemukulan terhadap 2 (dua) aktifis ForBALI Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sekaligus sebagai bentuk kritik terhadap pihak kepolisian yang membiarkan terjadinya tindak pidana. Eksekutif Nasional WALHI, Divisi Hukum ForBALI, ForBALI simpul Jakarta yang mendampingi korban Suriadi Darmoko melakukan pengaduan kepada Komnas HAM, yang diterima langsung oleh Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani beserta dengan Staf di ruang pengaduan pada hari Selasa 28 Juni 2016, sekitar pukul 10.50 WIB.

I Made Suardana, Koordintor Divisi Hukum ForBALI menyampaikan ada tiga pokok pengaduan yang disampaikan kepada Komnas HAM yaitu pertama, perusakan dan penghilangan baliho tolak reklamasi Teluk Benoa oleh aparat keamanan jelang kedatangan Presiden. Kedua, intimidasi dan larangan oleh aparat Kepolisian kepada masyarakat untuk menggunakan kaos baju Bali Tolak Reklamasi pada tanggal 11 Juni 2016 pada saat menonton pembukaan Pesta Kesenian Bali ke-38 yang dihadiri oleh Presiden RI. Ketiga, Tindakan kekerasan/represif yang terjadi dimuka umum pada tanggal 11 Juni 2016, bertempat di Lapangan Bajra Sandi, Renon, Denpasar, Bali yang dilakukan oleh  sekelompok orang yang diduga sebagai aparat negara kepada oleh 2 (dua) aktivis ForBALI yang bernama Suriadi Darmoko dan I Wayan Adi Sumiarta yang hendak menonton pembukaan pesta kesenian Bali karena menggunakan baju tolak reklamasi. Perbuatan tersebut juga disaksikan langsung oleh aparat Kepolisian, namun aparat yang ada ditempat kejadian tidak berusaha menghentikan tindakan tersebut dan dengan sengaja telah melakukan tindakan pembiaran.

 Foto

Menurut Made Suardana, peristiwa pemukulan 2 (dua) aktivis ForBALI seharusnya dapat segera dilakukan tindakan hukum Penyelidikan, Penyidikan dan Penangkapan terhadap pelaku. “Pihak Kepolisian seharusnya bisa melakukan tindakan hukum terhadap pelaku tindak kekerasan tersebut, karena peristiwa tersebut bukan merupakan delik aduan, terlebih lagi ada aparat Kepolisian di lokasi itu” papar Made Suardana.

Suriadi Darmoko korban pemukulan yang ikut serta melakukan pegaduan kepada komnas HAM menuturkan, Ia dan rekannya I Wayan Adi Sumiarta yang juga menjadi korban pemukulan dihadang dan dikumpulkan pada satu titik bersama masyarakat lainnya yang menggunakan baju tolak reklamasi yang juga dipaksa kembali oleh Kepolisian. Usai dikumpulkan, menurut Suriadi terjadi adu mulut dengan pihak yang diduga aparat berpakain sipil, dengan disaksikan oleh beberapa aparat kepolisian berpakaian dinas. “Atas perintah atasannya kami dilarang menonton pembukaan Pesta Kesenian Bali oleh orang yang kami duga sebagai aparat karena kami memakai baju bali tolak reklamasi, jika kami ingin menonton kami disuruh buka baju atau pulang dan ganti baju dulu” papar Suriadi.

Karena tidak ada larangan tertulis menggunakan baju tolak reklamasi dalam menonton pembukaan Pesta Kesenian Bali dan pihak mereka tidak bisa menunjukkan aturan yang melarang mereka menggunakan baju tersebut, mereka bertahan dan tetap meminta diberikan jalan untuk menonton pembukaan Pesta Kesenian Bali. Tapi nahas, upaya mereka bertahan akhirnya disikapi dengan kekerasan. Usai mendengarkan teriakan “keluar” lantas mereka di dorong dan dipukuli. “saya dipukul tepat di rahang kanan saya sampai tersungkur dan teman saya Wayan Adi Sumiarta dipukul leher belakang sebanyak tiga kali, pukulan tersebut sangat terlatih karena diarahkan ke titik yang vital” ujar Suriadi.

 Foto -1

Sementara itu, Khalisah Khalid dari Eksekutif Nasional WALHI menyampaikan perlunya jaminan dan perlindungan terhadap aktivis lingkungan hidup yang rentan mengalami tindak kekerasan. “Negara wajib melindungi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup, karena itu merupakan perintah UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup” ujar Khalisah.

“Komnas HAM sebagai lembaga HAM Negara mestinya dapat memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk melakukan pencabutan perpres 51 tahun 2014 dengan pertimbangan dan perspektif HAM” desak Khalisah.

Dikonfirmasi terpisah, Koordinator ForBALI,  Wayan Gendo Suardana, menyampaikan bahwa ForBALI  terkait adanya pemukulan memilih mengadukan ke lembaga negara seperti ke Komnas HAM. Artinya mekanisme hukum yang ada tetap ditempuh kecuali ke pihak kepolisian. Ini sebagai bentuk kritik kami kepada kepolisian yang membiarkan terjadinya tindak pidana penganiayaan di depan mata mereka bahkan sebelumnya mereka terlibat aktif dalam menghalang-halangi kebebasan berekspresi warga.

“Komnas HAM mesti mengetahui bahwa di republik ini terjadi peristiwa lucu, halmana aparatur negara bersenjata ketakutan hanya dengan kaos Bali tolak reklamasi sampai harus menghalang-halangi hak warga berekspresi. Lucunya aparat malah membiarkan terjadinya pemukulan oleh oknum yang diduga adalah bagian dari aparat keamanan hanya demi kepentingan menghalangi kaos BTR digunakan warga yg menonton pesta kesenian bali” ujar gendo.

Dari pengaduan yang disampaikan oleh ForBALI, menurut Komisioner Komnas HAM, Siane Indriani memang ada dugaan pelanggaran HAM sehingga pihaknya akan memantau langsung kasus reklamasi Teluk Benoa. “Dari pengaduan yang disampaikan, kami menilai ada dugaan pelanggaran HAM karenanya kami akan memantau langsung” Ujar Siane

Berkaitan dengan rencana reklamasi Teluk Benoa itu sendiri, pihak Komnas HAM juga menyampaikan akan memberikan perhatian khusus kepada isu reklamasi Teluk Benoa, selain karena ada ancaman penghancuran lingkungan hidup, sosial, budaya dan religi masyarakat Bali, yang lebih penting adalah karena perjuangan masyarakat Bali yang menolak rencana rekalamasi Teluk Benoa semakin membesar.

“Potensi pelanggaran HAM akan semakin membesar, seiring perjuangan masyarakat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa semakin membesar, jangan sampai kejadian-kejadian serupa terulang lagi” ujar Siane.

Menurutnya, jika sebuah proyek seperti reklamasi teluk benoa yang mendapat penolakan dari masyarakat seperti yang terjadi dalam kasus reklamasi teluk benoa, harusnya proyek ini  dibatalkan. “proyek yang mendaptakan penolakan oleh masyarakat itu asas kemanfaatannya diragukan, apalagi kawasan tersebut dulunya konservasi dan diubah menjadi pemanfaatan. Ini kan proyek yang dilegalkan Karena adanya Perpres tersebut. Karenanya, harusnya bisa dibatalkan” pungkas Siane Indriani.

Di dalam surat pengaduan yang disampaikan, ada tiga hal desakan dari ForBALI kepada Komnas HAM yakni meminta Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan atas pengaduan ini berdasarkan bukti-bukti awal sebagai bentuk kesungguhan dan itikad baik kami selaku pengadu kedua, melakukan penyelidikan tindak pidana yang diakukan secara terstruktur dengan menggunakan aparat negara termasuk tindakan pembiaran. Terakhir, menerbitkan rekomendasi untuk dapat ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum.

Di dalam surat pengaduan yang disampaikan dan telah diterima langsung oleh Komnas HAM dengan nomor agenda 110.016, ada tiga hal desakan dari ForBALI kepada Komnas HAM yakni meminta Komnas HAM untuk melakukan pemeriksaan atas pengaduan ini berdasarkan bukti-bukti awal sebagai bentuk kesungguhan dan itikad baik pengadu. Kedua, melakukan penyelidikan tindak pidana yang diakukan secara terstruktur dengan menggunakan aparat negara termasuk tindakan pembiaran. Terakhir, menerbitkan rekomendasi untuk dapat ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum. FRB-MB