Petuah Ramadhan : Lagi-lagi TKI Bermasalah, dimana Pemerintah ?
MASIH ingat dengan kisah RITA baru-baru ini, seorang TKW asal Ponorogo, Jawa Timur. Rita adalah salah satu TKI yang sedang terancam hukuman mati di Malaysia konon Rita terjebak masuk dalam sindikat perdagangan narkoba Internasional. Apa yang terjadi pada Rita adalah salah satu dari rentetan panjang kasus yang menimpa para TKI kita di luar sana. Kembali lagi terjadi, TKI divonis mati karena melanggar hukum, inilah bukti negara gagal memberi perlindungan. Kasus yang berulang menimpa perempuan, yang rentan dan menjadi target perdagagangan orang untuk menjadi kurir narkoba. Gelar pahlawan devisa yang disematkan pemerintah kepada para TKI semakin terbukti hanya penyedap di atas derita. Jumlah TKI kita di luar negeri yang mencapai tiga juta lebih belum lagi ditambah yang illegal dan tersebar di banyak wilayah otomatis memberikan pemasukan (devisa) Negara dengan jumlah yang sangat besar. Pada tahun 2009 saja jumlah remitansi yang dikirim TKI ke Tanah Air mencapai US$ 6,617 miliar. Ini adalah jumlah devisa kedua terbesar setelah sector migas. Yang paling menyedihkan, dari sekian banyak TKI yang tersebar di luar sana adalah kenyataan bahwa mayoritasnya menjadi pekerja sector informal, berpendidikan rendah (malah ada yang buta huruf), dan yang paling banyak menjadi pembantu rumah tangga. Belum lagi mereka harus menghadapi masalah seperti PHK sepihak, sakit akibat kerja, gaji tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan seksual, dokumen tidak lengkap, sakit bawaan, majikan bermasalah, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, majikan meninggal, TKI hamil, komunikasi tidak lancar, tidak mampu bekerja, pulang bawa anak karena perkosaan dan hubungan tak sah, dan lain-lain. Tidak sedikit yang menghadapi kekerasan, penyiksaan bahkan hingga meninggal. Sebagian lain dihukum mati. Saat ini ratusan orang TKI sedang terancam hukuman mati. Kesengsaraan para TKI tidak saja dialami di luar negeri. Ketika mereka pulang ke tanah air telah bergentayangan mafia yang siap memeras uang para TKI tersebut. Meski banyak TKI yang menghadapi kemalangan seperti itu, tetap saja banyak orang tergiur menjadi TKI di luar negeri. Himpitan kemiskinan, kesulitan hidup, sulitnya mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang layak di dalam negeri, dan harapan perbaikan nasib, membuat mereka tetap nekat. Apalagi tidak ada jaminan apapun bagi mereka atas pemenuhan kebutuhan pokok mereka, juga jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia memang masih tinggi. Warga pedesaan adalah jumlah warga miskin terbanyak di negeri ini, sementara 60 persen warga miskin di Indonesia adalah wanita. Semua itu adalah akibat sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi dan diterapkan di negeri ini. Dalam sistem kapitalisme, apalagi sistem neoliberal yang kini diterapkan, pemerintah hanya berperan sebagai regulator bukan pelaku dan penanggung jawab perekonomian. Dalam kapitalisme negara tidak berkewajiban memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, begitupun pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan lainnya. Rakyat dibiarkan mengais makan sendiri tanpa peran layak dari negara. Maka kebijakan mengirimkan TKI pun terus dijadikan pilihan.
Negeri ini terbilang sangat kaya. Tetapi akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, kekayaan negeri ini tidak terdistribusi secara merata dan adil. Sebaliknya kekayaan justru terkonsentrasi pada sebagian kecil masyarakat. Bahkan melalui kebijakan privatisasi, investasi asing, pemberian konsesi pertambangan, dan kebijakan bercorak kapitalisme neo liberal lainnya, kekayaan negeri ini justru lebih banyak dinikmati asing. Di sisi lain, banyak harta yang berputar di sektor non riil yang tidak banyak menciptakan lapangan kerja. Akibatnya sektor riil yang berhubungan langsung dengan penciptaan lapangan kerja tidak mendapatkan perhatian dan dukungan yang semestinya. Ringkasnya, di dalam sistem kapitalisme, adanya kemiskinan adalah pasti. Bahkan yang terjadi adalah pemiskinan secara struktural. Pengangguran juga akan tetap jadi masalah. Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan tidak ada. Maka jelaslah, bahwa penerapan sistem kapitalisme menjadi akar masalah dari problem TKI selama ini. Masalah TKI tidak akan bisa dituntaskan selama sistem kapitalisme tetap diadopsi dan diterapkan. Karena itu jika kita ingin menuntaskan masalah TKI, sistem kapitalisme harus dicampakkan. Lalu diganti dengan apa? Pernahkah kita membaca sejarah dunia sebelum abad 19 M dimana Islam dengan Khilafahnya pernah hadir dalam perpolitikan Internasional. Islam pernah menjadi Negara terbaik yang mengurus kesejahteraan warga negaranya (muslim maupun non muslim) yang tersebar hingga ke dua per tiga belahan dunia. Dalam sistem Islam, negara wajib memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan bagi setiap individu rakyat. Pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan diberikan secara langsung. Sistem Islam memiliki aturan yang menjamin hal itu bisa dilaksanakan. Diantaranya adalah dengan menetapkan harta-harta tertentu seperti barang tambang, hutan, dan kekayaan alam lainnya sebagai harta milik publik. Harta itu harus dikelola negara mewakili rakyat, dan hasilnya seratus persen dikembalikan kepada rakyat diantaranya dalam bentuk pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan pelayanan lainnya. Hal itu masih ditambah oleh banyak hukum Islam tentang ekonomi yang menjamin hal itu. Sementara jaminan pemenuhan kebutuhan pokok ditempuh melalui mekanisme tertentu. Setiap inidvidu, khususnya laki-laki diwajibkan bekerja. Dan negara wajib menyediakan lapangan kerja seluas-luasnya. Negara juga akan membantu siapapun yang mampu bekerja sehingga ia bisa berusaha, termasuk dengan bantuan modal tentu tanpa bunga (riba). Dengan sumber daya yang luar biasa negara akan bisa membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan menggerakkan roda perekonomian. Ditambah lagi, dalam sistem Islam sektor non riil dihapuskan. Sehingga semua sumber daya ekonomi akan ditumpahkan ke sektor riil, yang tentu saja akan menciptakan sangat banyak lapangan kerja. Jika masih ada yang belum tercukupi kebutuhan pokoknya, maka kerabatnya diharuskan untuk menanggungnya sesuai kemampuan mereka (QS al-Baqarah [2]: 233). Jika masih ada yang tidak terpenuhi, maka pemenuhannya menjadi tanggungjawab baitul mal negara. Nabi saw. bersabda:
«مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِوَرَثَتِهِ، وَمَنْ تَرَكَ كَلاًّ فَإِلَيْنَا»
Siapa saja yang meninggalkan harta maka itu untuk ahli warisnya, dan siapa saja yang meninggalkan orang yang terlantar maka itu menjadi tanggungan kami (pen:Negara khilafah) (HR al-Bukhari dan Abu Dawud)
Jika pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat, begitu pula pelayanan kesehatan, pendidikan dan keamanan dijamin oleh negara; lapangan kerja juga tersedia secara luas, maka bekerja di luar negeri yang riskan dengan berbagai masalah tidak akan menarik lagi. Dengan begitu problem seperti problem TKI tidak akan muncul. Jika pun kemudian masih ada rakyat yang bekerja di luar negeri, maka negara dengan kemampuannya yang besar akan memberikan perlindungan.
Penulis : Tri Ayuning S, S. Si
Alamat : jl. Nangka, no.28 loloan barat, Negara Jembrana-Bali
Phone : 081.916.110.962
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.