TEMUAN PPATK, IBARAT BAU KENTUT
PENGELOLAAN dana Haji sudah sejak lama menjadi polemik. Polemik tersebut muncul karena terjadi bias antara dana simpanan setoran awal calon Jamaah Haji dan Dana Abadi Umat (DAU). Masyarakat, bahkan ada juga pejabat, yang masih rancu dan menganggap dua pos anggaran ini sama. Padahal, beda.
Sebagaimana diketahui, Dana Abadi Umat (DAU) adalah dana yang terkumpul sejak lama jauh sebelum Menteri Agama yang sekarang ini, Suryadharma Ali. Dana Abadi Umat itu muncul dari adanya simpanan setoran Jamaah Haji dan efisiensi anggaran lainnya. Dana Abadi Umat tidak boleh diutak-atik karena masih menunggu umbrella atau payung hukumnya. Dana tersebut sampai saat ini tidak ditambah dan tidak dikurangi. Posisi didiamkan saja. Sebab, jika diutak-atik, ini bisa menimbulkan masalah. Jumlah sekarang sekitar 1,7 triliun.
Sedangkan mengenai dana simpanan setoran awal calon Jamaah Haji jumlahnya bisa berfluktuasi. Laporan Audit PPATK menyatakan selama periode 2004 – 2012 dana kelolaan haji sekitar Rp. 80 triliun dengan imbal hasil sekitar Rp.2,3 triliun per tahun.
Kita harus mengacungi jempol terhadap semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan PPATK. PPATK melaporkan mengenai adanya transaksi mencurigakan sebesar RP. 230 Miliar yang tidak jelas penggunaannya dari pengelolaan dana haji periode 2004 – 2012 pada Direktorat Jenderal Penyelenggaran Haji dan Umroh Kementerian Agama (DJPHU).
Apa yang dikemukakan PPATK tersebut merupakan hasil Audit yang perlu didalami lebih lanjut mengingat perhitungannya berdasarkan nilai gross tanpa menambahkan nilai manfaat dan mengurangi pengeluaran yang telah dilakukan dalam rangka penyelenggaraan Ibadah Haji. Namun yang terpenting hasil Audit tersebut menunjukkan adanya masalah mendasar yaitu tidak dikelolanya dana secara transparan dan profesional sehingga berpotensi dikorupsi. Sedangkan, DJPHU menyatakan dana setoran awal haji per Desember 2012 bernilai sekitar Rp. 45 triliun.
Oleh karena itu PPATK dan Kementerian Agama perlu menyamakan persepsi dan yang terpenting upaya perbaikan terkait pengelolaan Dana Haji. Ada kekuatan untuk bersih-bersih di Kementerian Agama pada saat ini karena Inspektur Jenderal di pimpin oleh Mochamad Yasin, mantan pimpinan KPK, dan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh di pimpin Anggito Abimanyu, keduanya terkenal sebagai pejabat yang bersih dan lurus dalam rekam jejaknya.
Laporan PPATK yang menghebohkan ini bisa menjadi momentum untuk perbaikan pengelolaan Dana Haji dan juga pembenahan lainya seperti yang pernah di rekomendasikan oleh KPK. Ada 48 pokok yang harus dibenahi agar tidak terjadi korupsi dan baru 4 pokok yang ditindak lanjuti Kementerian Agama.
Secara yuridis KPK harus meneliti apakah terdapat kehendak jahat atau mensrea yang dilakukan oleh berbagai pihak atau oknum di Kementerian Agama yaitu secara nyata terdapat ada kecurangan (deceit), manipulasi, penyesatan (misrepresentation), penyembunyian kenyataan (concealment of facts), pelanggaran kepercayaan (breach of trust), akal-akalan (subterfuge) atau pengelakan peraturan (illegal circumvention), yang dilakukan oleh berbagai pihak di Kementerian Agama.
Apabila KPK menemui adanya indikasi-indikasi perbuatan korupsi yang dilakukan tersebut di atas maka terjadilah tindak pidana korupsi di Kementerian Agama khususnya yang berkaitan dengan dana pengelolaan Haji. Jadi kita jangan terlalu cepat menvonis adanya korupsi di Kementerian Agama. Walaupun sering dikatakan korupsi itu seperti bau kentut yang baunya dirasakan ada tapi tidak diketahui siapa yang mengeluarkan kentutnya.
Oleh:
HUMPHREY DJEMAT, SH, LLM
KETUA UMUM DPP AAI
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.