Stikom
Dari Kiri: Yusar Hilmi, Ngurah Harta, Dadang Hermawan, dan I Putu Dana

Denpasar (Metrobali.com)-

Menyikapi pernyataan Dr. Dadang Hermawan, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Daerah Bali, tentang isu desa wisata syariah sebagaimana diberitakan sebuah situs online nasional dan beberapa media cetak di Bali, Minggu (22/11) telah diadakan dialog antara pengurus MES Bali dan beberapa ormas serta LSM  Bali serta para jurnalis di kediaman Ketua Yayasan Sandhi Murti,  Ngurah Harta, di Renon.

Hadir dalam pertemuan ini dari MES Bali antara lain Ketua Umum MES Bali Dr. Dadang Hermawan dan Ketua Pelaksana Harian Ir. Yusar Hilmi. Sedangkan dari LSM dan masyarakat Bali antara lain I Wayan Juniartha, I Wayan Suyadnya, I Made Marlowe Bandem, seniman Tan Lioe Ie,  Wayan Gede Yudene; I Guti Ngurah Harta dari Perguruan Sandhi Murti, Kantha Adnyana dari Yayasan Jaringan Hindu Nusantara, I Putu Dana dari Cakrawayu, Iwan Darmawan dari DOK Denpasar,  serta dari kalangan Islam moderat seperti budayawan Subhan dan Hasan dari Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia.

Dalam dialog yang penuh kekeluargaan itu, Dadang Hermawan mengungkapkan, pernyataan soal isu desa wisata syariah bermula saat dilantik sebagai Ketua MES Bali pada Senin (16/11)  di  Denpasar, oleh Ketua MES Pusat Dr. Muliaman Hadad yang juga Kepala OJK Pusat.

Dadang Hermawan mengklarifikasi jika ia sama sekali tidak ada  maksud mengembangkan desa wisata syariah sebagaimana diberitakan media cetak dan online. Yang benar, ketika ditanya  wartawan mengenai program kerjanya, Dadang Hermawan menyebut selama periode kepimimpinannya akan membentuk empat-lima kepengurusan MES di kabupaten/kota di Bali, dan membina desa yang mayoritas muslim sebagai pilot project pengembangan ekonomi syariah.

“Setelah itu, wartawan bertanya lagi, apakah desanya nanti bisa dikunjungi, saya menjawab,  kenapa tidak?. Itulah yang akhirnya dipublikasikan dan menjadi ramai,” beber Dadang Hermawan dalam realisenya di Denpasar (23/11).

Terkait kesediaannya sebagai Ketua MES Bali, Dadang Hermawan mengatakan itu berawal dari kepeduliannya  melihat perkembangan muslim dunia yang sudah sangat memprihatinkan serta keinginannya berbuat lebih baik bagi masyarakat terutama yang ada di Bali.

“Apapun yang saya lakukan adalah sebagai wujud rasa terima kasih dan kepedulian saya terhadap Bali yang sangat saya cintai. Tetapi kalau pernyataan saya  yang kemudian disimpulkan media sampai menyinggung perasaan dan menimbulkan rasa tidak nyaman di hati masyarakat Bali secara keseluruhan, saya dengan tulus menyampaikan permohonan maaf dan saya sebagai Ketua MES Bali siap menyampaikan aspirasi teman-teman dari Bali ke MES Pusat”, tuturnya.

Di kesempatan dialog itu pula, tak lupa Dadang mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh ormas, LSM, dan masyarakat Bali, khususnya Ngurah Harta sebagai inisiator yang telah memfasilitasi pertemuan yang penuh dengan kekeluargaan sert telah berhasil mencairkan suasana dan justru dapat mempererat hubungan silaturahmi antar sesama warga masyarakat Bali.

“Untuk itu saya menghimbau kepada masyarakat Bali, mari kita jaga ketenangan Bali menuju Bali yang shanti”, himbau Dadang.

Hal yang sama juga disampaikannya ketika bertemu  salah seorang anggota DPD Bali/Senator Dr. Arya Wedakarna di kediamannya, Istana Manca Warna Tampaksiring, Senin (23/11). Dalam pertemuan itu, Wedakarna mengaku memahami penjelasan Dadang. “Sebagai salah seorang senator dari Bali, kehadiran Pak Dadang sudah tepat, gak usah ke mana-mana lagi, biarlah saya yang membuat klarifikasi kepada masyarakat soal kasus ini, dengan terlebih dahulu memanggil secara resmi MES Pusat dan MES Bali,” kata Wedakarna seperti yang dikutip Dadang.

Setelah bertemu Wedakarna, kemudian sore harinya Dadang bertemu Ketua Bali Tourism Board (BTB). Pada prinsipnya BTB memahami penjelasan Dadang. Menurut pihak BTB,  isu wisata syariah merupakan isu lama yang memang pernah digulirkan pertama kali oleh Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sekitar lima tahun lalu hanya sebagai salah satu trick atau marketing saja. RED-MB