Rambe Kamaruzaman

Jakarta (Metrobali.com)-

Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarul Zaman menegaskan rencana revisi Undang-Undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah bukan untuk mengakomodir kepentingan partai politik yang sedang berkonflik.

“Jangan dianggap rencana kami mengubah Undang-Undang Pilkada hanya sekedar untuk memasukkan kepentingan parpol yang sedang bersengketa, karena revisi ini sudah dirembukkan bersama fraksi dan pemerintah juga,” katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa (12/5).

Hal itu disampaikan Rambe dalam acara diskusi bertema “Revisi UU Pilkada dan Parpol” yang digelar di Pers Room DPR RI, Jakarta, Selasa.

Rambe menambahkan, dari tiga usulan komisi II terkait PKPU pencalonan, usulan terakhir yang mengusulkan agar kepengurusan partai yang diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah adalah yang disahkan oleh keputusan pengadilan terakhir adalah jalan keluar terbaik.

Dia menjelaskan ada empat poin revisi UU Pilkada, pertama terkait sinkronisasi jabatan kepala daerah, misalnya seorang Bupati yang sudah menjabat 10 tahun tidak boleh mencalonkan kembali.

Kedua, menurut dia, akan diatur mengenai asas penyelenggaraan pemilu, enam bulan sebelum berakhir masa jabatan kepala daerah tidak boleh mengganti pejabat di daerah dan itu muncul ketika sinkronisasi.

“Ketiga, terkait anggaran Pilkada, harus dibuat standar melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri,” ujarnya.

Rambe menjelaskan alasan keempat, UU Pilkada itu harus diantisipasi bagaimana menangani parpol yang berselisih.

Menurut dia, Panja Komisi II DPR RI sudah merumuskan apabila ada partai yang berselisih maka harus menunggu keputusan tetap di pengadilan.

“Lalu, apabila belum ada keputusan tetap maka diusahakan bisa damai. Namun apabila belum tercapai maka bisa menggunakan keputusan pengadilan sebelum pendaftaran Pilkada serentak,” katanya.

Dia menegaskan revisi terbatas itu karena tidak ada payung hukum sehingga tidak akan meluas kemana-mana.

Selain itu Rambe mengatakan dalam Undang-Undang MD3 juga telah diatur terkait perubahan atas Undang-Undang yang belum masuk Prolegnas.

“Ini semua sudah ada tata tertib dan sudah diatur caranya bagaimana memasukkan yang belum masuk di Prolegnas. DPR juga tidak boleh mengatur aturan yang dia buat sendiri,” ujar Rambe. AN-MB