Jakarta (Metrobali.com)-

Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF) menilai deindustrialisasi dini mejadi salah satu penyebab defisit neraca perdangan.

“Jika Indonesia hanya mengandalakan komoditas sebagai primadona ekspor, maka Indonesia menghadapi ancaman ‘kutukan’ sumber daya alam,” kata pengamat INDEF Imaduddin Abdullah saat jumpa pers di Jakarta, Jumat (8/5).

Dia mengatakan, untuk menghindari “kutukan” tersebut maka perlu hilirisasi industri.

Indonesia harus ada reorientasi industri unggulan bebasis sumber daya seperti agroindustri serta meminimalisir kebutuhan bahan baku impor.

“Selama ini Indonesia selalu mengunggulkan tekstil, harusnya industri unggulan Indonesia adalah agroindustri karena sektor tersebut ada di sebagian besar wilayah Indonesia,” kata dia.

Menurut dia, Indonesia harus memperbaiki iklim usaha, karena berdasarkan survey UNCTAD Indonesia adalah negara di urutan ketiga dalam prospek investasi ke depan.

“Kita harus gunakan momentum tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan Indonesia,” kata dia.

Perbaikan iklim usaha dapat dari kemudahan menjalankan bisnis, saat ini iklim bisnis Indonesia bahkan tidak lebih baik dibandingkan dengan negara tetangga.

“Dalam pembayaran pajak, Indonesia berada di urutan 160, sedangkan Malaysia berada di posisi 32, Thailand berada di poisis 63, Singapura berada di poisisi 5. Kita jelas tertinggal,” kata dia.

Langkah selanjutnya yang dapat diambil oleh pemerintah adalah membangun sektor rill dengan UMKN sebagai komando ekonomi.

“UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional sehingga harus difungsikan sebagai komando ekonomi,” kata dia.

Dia mengatakan masalah utama yang dihadapi oleh UMKM adalah permodalan, maka perlu adanya akses pembiayaan UMKM dan keterampilan serta akses informasi pelaku UMJKM. AN-MB