bendera malaysia dan indonesia

Jauh dari hiruk pikuk Ibu Kota Jakarta dan Kuala Lumpur, di pulau kecil sebelah ujung Semenanjung Malaka, dalam suasana minum sore yang hangat, dua orang serupa, namun berbeda kewarganegaraan bernyanyi bersama, saling memuji.

Di seberang kolam renang yang tenang, dua pejabat negara Indonesia dan Malaysia sangat akrab, menafikkan berbagai perdebatan dan sengketa yang terjadi di antara dua negara, dalam beberapa tahun terakhir.

Dua orang pejabat itu adalah Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Rudiantara dan Menteri Komunikasi dan Multimedia Malaysia Ahmad Shabery Cheek.

Keduanya berjumpa dalam jamuan minum sore yang diselenggarakan pemerintah Malaysia sempena Hari Pers Nasional di Batam Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu.

Ya, acara memang diselenggarakan untuk merayakan hari pers Indonesia dan diadakan di Indonesia. Dan ya, tuan rumah dari acara itu adalah Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia.

Pemerintah Malaysia berupaya menjadi tuan rumah yang baik dalam jamuan sore yang riuh rendah dengan suara canda riang.

Menteri Shabery menyebutkan sengaja membawa puluhan stafnya khusus ke Batam, termasuk paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu populer dari Malaysia dan Indonesia.

Suasana santai sore itu kemudian berubah muram, saat Menteri Shabery menyempatkan diri menyampaikan rasa penyesalan atas peredaran iklan robot kontroversial.

Pariwara yang menawarkan robot sebagai pengganti tenaga kerja Indonesia di Malaysia memang menyakiti jutaan warga Indonesia. Kalimat dalam iklan itu dianggap melecehkan.

“Apa yang mengiris hati Indonesia mengiris hati saya juga,” ucapnya.

Dan pernyataan penyesalan itu diucapkannya berkali-kali. Apa yang mengiris hati warga Indonesia, sesungguhnya telah mengiris hatinya juga; mengiris hati warga Malaysia juga.

“Kamu adalah saudara ku,” katanya, kemudian.

Saudara Sulit untuk dinistakan, Indonesia dan Malaysia adalah saudara. Jauh sebelum penjajah memecah belah, Riau (Indonesia), Johor (Malaysia) dan Singapura tergabung dalam satu kesultanan besar, Kesultanan Lingga.

Sejarah mencatat, Kesultanan Lingga terpecah-belah pada 1824, setelah Inggris dan Belanda menyepakati Perjanjian London, dan membagi-bagi wilayah jajahan.

Wali Kota Batam Ahmad Dahlan hafal sekali dengan sejarah perpecahan Indonesia-Malaysia. Penjelasan itu yang selalu ia ulang setiap kali menjelaskan hubungan antara dua Negara Jiran.

“Jadi, perjanjian itulah yang memisahkan Indonesia dengan Malaysia,” tuturnya pada suatu siang di atas rumah panggung yang kokoh di Pulau Terong.

Tidak heran jika Wali Kota paham sejarah Riau-Johor. Ia menyelesaikan disertasi berjudul Peranan Cendekiawan Kerajaan Melayu Riau-Linga dalam Menentang Politik Kolonial Belanda tahun 1896-1913. Berkat tulisannya, Ahmad Dahlan meraih gelar doktor dari University of Malaya, Malaysia.

Ia bercerita, meski dipecah belah penjajah, namun hubungan antarwarga tetap baik. Sampai konfrontasi Indonesia dan Malaysia pecah pada tahun 1962.

Pemerintah Indonesia menempatkan tentara di pulau-pulau sekitar Batam untuk melakukan berbagai serangan ke Malaysia dan Singapura.

Sejak saat itu, ego masing-masing warga negara mulai timbul. Rasa nasionalisme tiap-tiap penduduk membumbung tinggi untuk membela negaranya.

“Tapi itu tidak bisa disesali. Itu memang yang harus terjadi saat itu, sejarahnya seperti itu,” tukas Ahmad Dahlan.

Konfrontasi hanya memunculkan rasa kecintaan pada Tanah Air, namun tidak memudarkan rasa persaudaraan di antara warga tiga negara Indonesia, Malaysia dan Singapura yang memang memiliki talian darah.

Sambil memandang perairan Selat Malaka yang tenang, Wali Kota mengatakan banyak warga Batam yang masih memiliki kerabat di Singapura dan Johor. Pada setiap kesempatan mereka saling berkunjung layaknya saudara dekat.

Misalnya saja saat perayaan Idul Fitri, Idul Adha, dan Imlek. Warga menaiki kapal cepat, melewati perbatasan untuk saling silaturahim.

“Bagaimana tidak mengunjungi, neneknya sama, masih saudara,” Wali Kota tersenyum.

“Bahkan, saya juga masih punya saudara di Singapura sana,” kata dia lagi. Kali ini dengan mimik meyakinkan.

Serupa Di atas panggung yang ditata sederhana, sekitar 20 penyanyi dari Kementerian Komunikasi dan Multimedia Malaysia menyanyikan lagu dengan riang.

“Malaysia-Indonesia…sahabat selamanya. Malaysia-Indonesia…kita sama, kita serupa,” begitu liriknya.

Sahabat, hubungan seperti itu yang diinginkan Menteri Shabery terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Persahabatan yang berdiri di atas banyak kesamaan.

“Sepatutnya, apa pun yang Anda putuskan bagi rakyat Indonesia, yang pertama menjadi pendukung Malaysia dulu, begitu juga yang diputuskan untuk rakyat Malaysia, Indonesia yang mendukung pertama,” tutur Menteri Shabery.

Indonesia dan Malaysia hanya dipisahkan oleh Selat Malaka yang sempit, tidak semestinya rasa benci kemudian meluaskan jarak kedua negara.

“Malaysia-Indonesia…sahabat selamanya. Malaysia-Indonesia…kita sama, kita serupa,”. Menteri Shabery dan Menteri Rudiantara pun ikut menyenandungkan lagu riang itu bersama puluhan tamu dalam jamuan minum sore.

“Setiap negara sebenarnya memiliki perbedaan. Yang harus dicari itu persamaannya. Komunikasi itu mencari persamaan, bukan perbedaan,” ujar Menteri Rudiantara. AN-MB