obat terlarang

Jakarta (Metrobali.com)-

Direktur Utama Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta Laurentius Panggabean mengatakan 95 persen pasien ketergantungan obat berada di usia produktif yakni 25 sampai 44 tahun.

“Sebanyak 95 persen dari mereka berada di usia produktif dan 60 persen dari mereka yang terjerumus bermula dari iseng atau coba-coba menggunakan obat terlarang,” kata Laurentius di RSKO Cibubur, Jakarta, Jumat (12/9).

Ia menjelaskan dari total 197 pasien yang ditangani RSKO pada Agustus 2014, 189 di antaranya berusia 25 sampai 44 tahun sementara delapan orang di usia 15 sampai 24 tahun.

Laurentius berpendapat jumlah pasien tersebut sangatlah kecil dibandingkan pecandu obat terlarang yang berada di tengah masyarakat.

“Mayoritas yang ditangani di sini adalah bekas warga binaan atau yang terdeteksi sebegai pecandu oleh keluarganya, saya rasa masih banyak pecandu obat yang tidak terdeteksi di luar sana,” katanya.

Menurut dia, pecandu obat jenis ekstasi dan shabu-shabu masih bisa bekerja sehingga sulit terdeteksi di tengah masyarakat.

“Meskipun memerlukan penanganan serius namun untuk pengguna ekstasi di diskotik yang hanya menggunakan tiap mingguan sulit terdeteksi, mungkin hanya bisa terdeteksi kalau dia kena sial tertangkap polisi,” katanya.

Secara umum, kata Laurentius, mayoritas pasien RSKO adalah pecandu obat terlarang jenis opiat seperti putau dan pecandu jenis amphetamine seperti ekstasi dan shabu-shabu.

Pecandu ganja dan pasien “multiple” yang ketergantungan lebih dari satu jenis obat juga ditangani di RSKO dengan sistem terapi maupun menggunakan obat pengganti.

Kendati kecanduan obat terlarang sulit untuk disembuhkan namun Laurentius berpesan optimis karena kecanduan obat bisa dikurangi sehingga risiko over dosis dapat dihindari.

“Selama dalam proses penyembuhan dan tetap mematuhi aturan penggunaan obat, banyak pasien yang sudah bisa bekerja,” katanya. AN-MB