Jujur mesti diakui, asa perayaan hari besar kemerdekaan dan rangkaian perjuangan kemerdekaan yang menyertainya semakin memudar, perayaan yang tampak semakin kehilangan “taksu” nyadi tengah “deru campur debu” nya kehidupan dewasa ini. Rutinitas perayaan dilakukan, tetapi tampaknya semakin hambar dalam membangun kesadaran sejarah dalam memotivasi kehidupan.

Kemudian timbul pertanyaan skeptis: apakah spirit pahlawan tetap diperlukan dalam dunia nyaris tanpa batas (borderless world), ideologi nyaris telah “mati” digantikan oleh “dasa muka” kepentingan, kepemimpinan nyaris tanpa karakter kenegarawan, dalam dunia nyaris “jungkir balik”, akibat “Internet is every things”.

Jika merujuk pemikiran cendikiawan ternama Soedjatmoko, kehidupan dalam sebuah “nation state” adalah sebuah proses belajar, proses belajar secara sosial, multi dimensi krisis yang sedang menimpa bangsa ini, semestinya membangkitkan proses belajar ydm.

Proses belajar untuk merumuskan kembali spirit kepahlawan, revitalisasi terhadap nilainya dalam program aksi jangka panjang yang terukur.
Revitalisasi spirit kepahlawan menjadi penting bagi kaum muda, pada sejumlah isu strategis, menyebut beberapa, pertama, menjadikan korupsi sebagai musuh bersama -common enemy-, karena penyakit sosial akut ini, menjadi penghalang besar bagi kebangkitan bangsa ke depan. Kedua, solidaritas sosial harus diperjuangkan dan dibangun oleh kalangan muda, melalui gerakan sosial yang lebih progresif, untuk “menghalau”: ketimpangan pendapatan, distribusi aset dan ketidakadilan sosial ekonomi yang nyaris tak terhankan. Ketiga, alam mesti diselamatkan dalam krisis iklim yang membuat bumi nyaris menjadi “neraka” , terutama akibat ulah kolusi penguasa – pengusaha. Tekanan keras terhadap kekuasaan yang di sana-sini nyaris despotik, dalam “dasa muka” perwajahan: korupsi kekuasaan, dinasti politik, nepotisme, yang bisa mengantarkan demokrasi menuju ke kematian.

Secara falsafi: sejarah mengetuk “pintu” kaum muda untuk melangkah dan berbuat, sebagai bagian dari proses belajar secara sosial dan pelaku sejarah itu sendiri.
Dirgahayu Hari Pahlawan.

Penulis : I Gde Sudibya, ekonom, intelektual pembelajar spirit kebangsaan, pengamat kecenderungan masa depan.