Kepala UPTD Puskeswan Kabupaten Karangasem, Pande Gede Arya Saputra
Karangasem, (Metrobali.com) –
Kasus gigitan hewan positif rabies di Kabupaten Karangasem cukup menghawatirkar, pasalnya penjang tahun 2019 ini telah terjadi 75 kasus gigitan hewan positif rabies yang telah melalui hasil uji lab.

Berdasarkan data yang diperoleh dari UPTD Puskeswan Kabupaten Karangasem. 75 kasus gigitan hewan positif rabies ini menjadikan Kabupaten Karangasem sebagai daerah dengan kasus terbanyak di Provinsi Bali.

Kasus gigitan yang terjadi meningkat drastis, dimana sebelumnya data tahun 2018 tercatat hanya ada 42 kasus gigitan hewan positif rabies. Untuk di Karangasem Kecamatan Abang menjadi wilayah dengan jumlah kasus gigitan terbanyak yaitu 16 kasus gigitan.

“Kabupaten Karangasem terbanyak kasus gigitan hewan positif rabies, terakhir kemarin ada kasus gigitan kucing positif rabies di Rendang,” kata Kepala UPTD Puskeswan Kabupaten Karangasem, Pande Gede Arya Saputra ketika ditemui media ini Rabu (13/11/2019)

Selain kasus gigitan Kucing di Rendang, seblumnya juga terjadi kasus gigitan anjing diwilayah Kecamatan Abang dan anjing tersebut telah dinyatakan positif rabies setelah dilakukan uji sample lab.

Perlu diketahui apa saja ciri – ciri gejala klinis hewan yang telah terkena virus rabies diantarnya, mengeluarkan air liyur berlebihan, jalan sempoyongnan, takut terhadap sinar serta menggigit secara membabibuta benda benda yang ada disekitarnya.

“Apabila tergigit, langkah pertama yang penting dilakukan adalah mencuci lukanya dengan air mengalir dan langsung dibawa kepuskesmas,” timpal Kasi Keswan, I Nengah Kepeng.

Setelah dibawa Kepuskesmas, nantinya akan dilakukan tanggap kasus gigitan yang nantinya akan dilaporkan ke UPTD Keswan untuk sepanjutnya diambil tindakan turun langsung untuk mengecek hewan yang terlibat dalam kasus gigitan tersebut.

Dalam kasus gigitan, bisa diklasifikasikan sebagai gigitan dengan resiko rendah dan gigitan dengan resiko tinggi. Untuk resiko rendah kasus gigitan terjadi dengan kondisi hewan yang tidak menunjukkan ciri – ciri terinfeksi Rabies serta posisi gigitan dibagian yang tidak beresiko tinggi.

Dalam kasus gigitan resiko rendah hewan yang terlibat dalam kasus gigitan tersebut akan diawasi terus perkembanganya selama 14 hari, apabila terjadi ciri – ciri terinveksi maka akan dilakukan uji sample lab untuk memastikannya.

Sementara untuk kasus gigitan dengan resiko tinggi, disamping hewan yang terlibat dengam ciri – ciri yang mengarah terkena rabies juga posisi gigitan berada ditempat rawan seperti pada bagian jari dan areal kepala. Dalam kasus ini korban akan langsung diberikan vaksin VAR.

“Gigitan pada bagian jari dan areal kepala dikatakan kasus dengan resiko tinggi, karena pada bagian tubuh tersebut ada banyak sistem saraf sehingga firus bisa dengan cepat menuju keotak,” ungkap Kepeng.

Oleh sebab itu, penting sekali apabila memelihara hewan agar divaksin secara rutin minimal setahun sekali. Meski telah difaksin jika tidak rutin dilakukan maka tetap saja kemungkinan untuk terkena virus rabies bisa terjadi terhadap hewan peliharaan.

Atas tingginya kasus gigitan yang terjadi, pihak UPTD sendiri telah menggencarkan sosialisasi dengan turun kesetiap kecamatan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan Perbekel.

Selain sosialisasi untuk tindak lanjut juga dilakukan eliminasi secara slektif dan terarah, dimana apabila hewan bersangkutan tidak bisa ditangkap untuk difaksin barulah upaya eliminasi akan dilakukan. (SUA)