Kembali Muncul Wacana Casino di Bali, Bentuk Pengingkaran Pariwisata Budaya
Ilustrasi
Denpasar, (Metroali.com)-
Monaco adalah “contoh” perjudian casino yang dimimpikan sebagian orang yang menganut paham sekuler. Nyambi bermain Casino, bisa menikmati 2 pemandangan sekaligus: pegunungan Alpen, laut Eropa Utara nan indah, plus suasana kerajaan Monaco yang bernuansa spiritual. Termasuk cerita melegenda dari artis ternama tahun 1960’an Grace Kelly (yang kemudian menjadi permaisuri raja Monaco).
Tetapi, menurut I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, bahwa Bali bukan Monaco, dikenal rujukan nilai yang diintroduksikan oleh Prof.Mantra dan Prof. Ngurah Bagus, manut: Desa (tempat), Kala (waktu), Patra (yang diterjemahkan Prof. Bagus sebagai manusia dan lingkungannya).
Dikatakan, basis dasar pengembangan pariwisata adalah kebudayaan, yang menurut Gubernur Mantra dijiwai agama Hindu. Pariwisata Budaya yang telah dirumuskan pertama kali dalam Perda Pariwisata Budaya tahun 1974.
“Tim konsultan Sceto dari Perancis yang mendesain Nusa Dua sebagai “tourist resort”, menggunakan Perda ini sebagai rujukan plus masukan dari pakar agama dan budaya: I Gusti Ketut Kaler, Nang Lecir, Ketua Gedong Kerthya tahun 1970’an dan arsitek muda Nyoman Glebet,” katanya.
Menurutnya, dalam perspektif Pariwisata Budaya, kedatangan wisatawan adalah bonus bagi kebudayaan Bali, bukan besaran negatif dan destruktif bagi kebudayaan.
Gde Sudibya menegaskan, terjadi banyak penyimpanan dalam perjalanan Pariwisata Bali, yang harus diluruskan, bukan sebaliknya membuat Pariwisata Budaya menuju kehancuran, melalui kebijakan yang tidak bertanggung jawab.
“Wacana kembali tentang casino, merupakan bentuk baru dari proses “penghancuran” ini, sekaligus memberikan penggambaran yang a historis terhadap pemikiran Pak Mantra dkk.di masa lalu. Bali tidak menolak perubahan, terakomodasi dalam manajemen waktu Tri Semaya, Atitha (masa lalu), Nagatha (masa depan) Wartamana (masa kini),” kata I Gde Sudibya, ekonom, pengamat ekonomi, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004. (Sutiawan)