Ketum Paiketan Krama Bali, I Wayan Jondra sedang menyampaikan kilas balik gerakan Paiketan Krama Bali  menolak Joget Jaruh sejak Tahun 2016

FGD Bertajuk “Kembalikan Citra Joged Bumbung, Stop Joget Jaruh” Menghimpun Berbagai Saran dan Strategi

 

 Denpasar, (Metrobali.com)

Tak kurang dari 30 pimpinan dan pengurus  Organisasi Kemasyarakatan (ormas) dan unsur pemerintah daerah di Bali berkumpul guna  mengumpulkan saran dan masukan terkait pelecehan citra Tari Joged Bumbung oleh pertunjukan porno berbusana penari Joged alias Joget Jaruh.  Saran, masukan yang dihimpun dalam Focus Group Discussion (FGD) itu dibutuhkan untuk segera melaporkan Joget Jaruh ke Polda Bali. Ternyata semua pimpinan ormas yang hadir sepakat untuk turut serta menindaklanjuti Somasi Terbuka terhadap Joget Jaruh yang telah dilayangkan oleh Paiketan Krama Bali awal Juni 2024 lalu untuk dilanjutkan pelaporannya kepada Polda Bali. Demikian mengemuka dalam FGD yang bertajuk “Kembalikan Citra Tari Joged Bumbung, Stop Joget Jaruh” yang dihadiri tak kurang dari 30 pimpinan ormas se Bali dan unsur Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan Dinas Kominfos Provinsi Bali bertempat di Gedung Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali, Senin, 15 Juli malam.

Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Dr. Ir. I Wayan Jondra, M.Si dalam keynote speek-nya memaparkan kilas balik perjuangan Stop Joged Jaruh sejak Tahun 2016 bersama para aktivis Bali saat deklarasi Tolak Joget Jaruh di Ruang Monumen Bajra Sandhi, Renon, Denpasar. Deklarasi Tolak Joget Jaruh Tahun 2016 itu menggugah Gubernur Bali, Made Mangku Pastika menerbitkan Surat Edaran (SE) Gubernur No. 6393 tertanggal 9 Nopember 2016 tentang Tari Tradisi Joged Bumbung. Namun, Joget Jaruh masih terus berkembang. Paiketan Krama Bali tak tinggal diam dan terus bergerak menolak Joget Jaruh dengan berkali-kali mendatangi Dinas Kebudayaan Bali sampai keluar SE Gubernur Wayan Koster No. 6669 tertanggal 1 Oktober 2021 tentang Pementasan Tari Joged Bumbung. Tak berhenti sampai di situ, dalam audiensi dengan Penjabat Gubernur Bali, Sang Made Mahendra Jaya, beberapa waktu lalu, Paiketan Krama Bali juga telah menyampaikan keluhan dan pandangan kritis terkait masalah Joget Jaruh.

“Bila tidak ada perkembangan penghapusan/take-down tayangan film/gambar Joget Jaruh di situs-situs online, maka dengan sangat terpaksa kami (para pimpinan ormas) segera melaporkan permasalahan Joget Jaruh ini ke Polda Bali.  Surat Edaran  Gubernur Bali sudah  2 kali diterbitkan, namun tidak mempan. Sebulan lalu, Paiketan Krama Bali telah mensomasi secara terbuka 6 stakeholders yang terlibat dalam pertunjukan Joget Jaruh disertai ancaman melaporkan ke polisi, bila masih ada pertujukan dan tayangan Joget Jaruh di YouTube” ujar Wayan Jondra yang juga mantan Ketua KPU Bali ini.

 

Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak, S.H menambahkan, Tari Joged Bumbung yang sudah menjadi warisan budaya dunia tak benda dari Unesco sejak 2015 seharusnya kita lestarikan. “Namun fakta menunjukkan masih banyak pertunjukan Joget Jaruh di masyarakat. Saya sangat menyayangkan ini terjadi dan ini sangat merusak citra Bali” ujarnya.  Pemerintah dan para seniman harus terus memberikan edukasi kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait guna melestarikan dan mengembalikan citra Tari Joged Bumbung yang citranya dirusak oleh Joget Jaruh.

Dra. Ni Putu Sri Astuti, M.Pd yang juga aktivis Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Provinsi Bali mengaku sangat malu melihat tayangan Joget Jaruh di YouTube maupunn situs lainnya. “Saya malu, risih, kok perempuan seperti itu. Saya sangat sedih, tapi tidak bisa bergerak sendiri. Mungkin ada tenaga ahli yang bisa men-take down situs-situs Joget Jaruh di YouTube” harapnya. Sri Astuti menilai, tayangan Joget Jaruh, kok sangat vulgar dan ini melecehkan perempuan Bali. “Kalo ini dibiarkan, maka hancurlah budaya Bali. Saatnya kembalikan citra Joged Bumbung” ajaknya.  Ia berharap mungkin sebaiknya ada instruksi dari Bupati/walikota hingga ke kepala desa/lurah bisa langsung ke lapangan. Instruksi itu disertai dengan sanksi yang tegas. “Langkah ini harus lebih cepat daripada semakin banyak memakan korban. Sepanjang masih ada yang membutuhkan, maka Joget Jaruh  akan selalu ada. Ia berharap, harus ada eksekusi dan sanksi tegas. Sementara, di masing-masing keluarga terdekat mesti ada proteksi agar tidak ikut menonton dan ngibing Joget Jaruh. “Saya setuju dan sangat mendukung  langkah yang dilakukan oleh Paiketan Krama Bali” ujarnya.

Praktisi hukum dan advokat senior, Dr. Ni Wayan Umi Martina, S.H, M.H (aktivis LBH Paiketan Krama Bali) yang merancang somasi terhadap Jodet Jaruh itu mengaku sangat malu dan prihatin. “Sebagai perempuan, saya tidak mau dan tidak sanggup menonton Joget Jaruh. Bayangkan bagaimana perasaan orang tua, jika melihat anaknya menari seperti itu. Oleh karena itu, kami tegas berjuang menghentikan tayangan porno yang berkedok Joged itu.

Menurut Umi Martina, masalah ini tidak bisa kita selesaikan tanpa kunci pokok yakni Desa Adat (banjar adat) melalui Bendesa Adat (Klian Adat), karena ini masalah hukum. Perlu diketahui bahwa polisi tidak bisa melakukan tindakan tanpa ada pengaduan. Ia mempertanyakan hasil dari patroli cybercrime. “Patroli cyber itu apa hasilnya ?” Kuncinya harus melibatkan Desa Adat. Tanpa sanksi adat, maka penari Joged Jaruh, pembuat konten, dan yang terlibat lainnya, maka tidak akan ada hasilnya. Laporan pidana harus dilengkapi dengan dua alat bukti dan memenuhi unsur-unsur. Menurutnya, soal men-take down tayangan Joget Jaruh itu kewenangan Kominfo, harus ada proses dan prosedur.

Ia memberikan masukan terkait tahapannya. Setelah Paiketan melapor, minta maklumat dari Kapolda Bali lalu diturunkan sampai ke desa adat. Maklumat itu dijadikan dasar menghentikan pertunjukan offline dan tayangan Joget Jaruh. Syaratnya harus ada laporan ke polisi dulu. Menurutnya, Joget Jaruh melanggar beberapa undang-undang : KUHP, UU ITE dan UU Perlindungan anak sehingga perlu shock teraphy. Dan ini harus segera ditindak secara hukum.

Ketut Ari dari KMHDI Bali sangat mengapreasi langkah Paiketan Krama Bali dan sudah mengatensi apa yang sedang terjadi. Saya juga sebagai penari, ngayah di kampus sangat prihatin melihat tayangan Joget Jaruh. Menurut Ari, kata kuncinya adalah edukasi kepada masyarakat. Ari menyampaikan beberapa masukan (1) Gerakan Stop Joget Jaruh ini harus dikawal sampai ke tingkat desa adat; (2) Gerakan ini harus bersinergi dengan Desa Adat mengeluarkan sanksi adat biar ada efek jera; (3) Perlu ada kolaborasi dengan beberapa stakeholdres. Perlu ada edukasi pelatihan-pelatihan yang inovatif untuk mengembalikan citra Tari Joged Bumbung; (4) Penari perlu punya sertifikat dari lembaga profesi.

I Gede Arum Gunawan (Analis Kesenian dan Budaya Bali), merespon perjuangan Paiketan Krama Bali, Dinas Kebudyaaan sudah merumuskan Ilikita Joged Bumbung dan telah diterbitkan Bulan Mei 2024 lalu. Ilikita ini akan disebarkan ke berbagai staholders seperti : Polda Bali. Polres, Bupati, MDA, Kecamatan, Desa Adat, sampai ke sekeha Joged Bumbung. Selaku perwakilan Dinas Kebudayaan, Arum Gunawan memaparkan beberapa hal :  (1) Dalam Ilikita Joged Bumbung dijelaskan, apa yang disebut Joged Bumbung dan bagaimana sejarahnya mulai dari Legong Keraton, bagaimana busananya, bagaimana gerakan tariannya.

Dinas Kebudayaan Bali sangat mendukung gerakan somasi dan selanjutnya laporan ke Polda dan siap menjadi saksi ahli. Soal sertivikasi, Bidang Kesenian Disbud Bali sudah melakukan verifikasi selanjutnya sertifikasi terhadap sekeha, sanggar seni, untuk mendapatkan legalitas untuk tampil di hotel dan dll.  Pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sertifikasi untuk penari Joged. Sertifikasi diselenggarakan oleh lembaga profesi.

Pimpinan Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia (ICHI) Bali,  Dr. Sri Putri Purnamawati, M.Erg menyatakan sangat mendukung gerakan kembalikan Citra Tari Joged Bumbung yang dilakukan Paiketan Krama Bali. Menurutnya, perlu edukasi terhadap penari dan pengibing.  Joged jangan sampai ditunggangi oleh kepentingan lain. Menurutnya, ICHI punya kajian teologi tentang Joged dan siap memberikannya jika diperlukan.

Pimpinan Peradah Bali, Eka Mahardika memberikan beberapa pandangan terkait sengkarut Joget Jaruh yang dinilai sangat mencoreng citra Joged Bumbung. Kata Eka, perlu ada sanksi, jika sudah mabusana Joged Bali, tapi menari jaruh, maka ini pelecehan/penghinaan terhadap Tari Joged Bumbung dan harus disanksi tegas.  Menurutnya, Joget Jaruh itu ibarat komoditi pasar. Karena ada komoditi, ada pasar. Selama ada komoditi dan ada pasar, maka selama itu juga tetap ada. Ia curiga ada pihak-pihak lain dalam kasus Joget Jaruh. Oleh karena itu, menurutnya Festival Joged Bumbung harus lebih sering digelar sekaligus memberikan edukasi ke masyarakat tentang tari joged yang benar sesuai pakem Joged Bumbung. “Literasi tentang Joged bukan hanya berhenti pada pembinaan tetapi memberikan informasi kepada Sekeha dan Penari Joged bahwa peluang dan pangsa pasar yang lebih paling besar yakni menari di diskotik dengan kontrak kerja” ujarnya.

Guru Darma Ketua Yayasan Komunitas Gema Perdamaian lebih setuju yang digarap oknumnya. Masalah Joget Jaruh tidak sekadar pelecehan Tari Bali tetapi merembet ke kasus pelecehan seksual selanjutnya ke penyakit kelamin. Menurutnya, jika penari hanya mengejar setoran, maka  ini sangat memprihatinkan. Oleh karena itu, perlu edukasi yang berkelanjutan tentang bahaya Joget Porno terhadap masyarakat Bali.

Pengurus Prajaniti Provinsi Bali, I Wayan Darna juga sangat pengapresiasi gerakan Paiketan Krama Bali. Tapi, menurutnya gerakan ini tidaklah cukup tanpa ada dukungan yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan penegakan hukum dari aparat berwenang terhadap Joget Jaruh. Kata dia, jaman Kaliyuga ini adalah lautan dosa, tatkala kemaksiatan lebih diutamakan. Terjadi keruntuhan peradaban adiluhung yang diwariskan oeh nenek moyang kita. Kasus Joget Jaruh ini tidak terlepas dari salah satu upaya untuk meruntuhkan peradaban ditinjau dari ipoleksusbudhankam. Kita hanya bisa berdoa kepada Hyang Windhi Wasa, agar bisa meminimalisir keruntuhan peradaban itu. “Kembalikan Baliku seperti dulu, perlu kecerdasan spiritual karena orang waras pasti sedih melihat keruntuhan peradaban ini” ujarnya.

Perwakilan Dinas Kominfos, Ngurah Aryana sangat mengapresiasi langkah Paiketan Krama Bali karena sudah berjuang sangat lama menolak Joget Jaruh. Kata Ngurah, laporan ke polisi itu penting agar ada efek jera. Menurutnya, Diskominfos tidak punya kewenangan untuk menutup atau men-take down situs Joged Jaruh. Langkah yang bisa dilakukan : harus ada banyak masyarakat yang melaporkan kepada situs terkait sehingga Youtube/facebook/lainnya men-teke-down video joget porno tersebut, atau atas kesadaran pemilik akun mau men-take down tayangan Joget Jaruh.

Ketua BEM Unud, I Wayan Arma Surya Darmaputra mengatakan, MDA Provinsi Bali punya wewenang membimbing desa adat menyusun pararem yang mengatur Joged Bumbung menyangkut Tangkat, Tangkeb dan Tangkis disertai pakem Tari Joged Bumbung. Sayangnya, wewenang itu tidak dijalankan.

Pembina Umum Paiketan Krama Bali,  Ida Rsi Wisesanatha yang sejak awal memimpin gerakan stop Joget Jaruh ini menyatakan, orang Bali (yang masih waras) pasti sedih dan sakit hati melihat tayangan Joget Jaruh yang sungguh vulgar. Tari porno yang menggunakan simbol dan busana Bali, sungguh sangat memalukan. Beliau menyayangkan, pemimpin Bali harusnya melihat kasus Joged Jaruh ini sebagai masalah sehingga butuh segera penanganan yang serius. “Kita sejak Tahun 2016 sudah bergerak, namun tidak efektif karena tidak mendapat dukungan serius dari pemerintah dan pihak penegak hukum” ujarnya. Rsi Wisesanatha mengajak semua pihak,  “Mari kita satukan tekad, saya yakin jika ini berhasil digulirkan, maka akan bisa menggelinding seperti bola salju bisa menjadi inspirasi untuk menyelesaikan berbagai masalah lain yang sedang melilit Bali sekaligus menyelamatkan Bali yang saat ini sedang terancam” ujarnya.  Menurutnya, Bali adalah salah satu titik spiritual dunia, ini sebuah kesempurnaan yang mesti dijaga dengan baik. Bali sedang dilanda “kegelapan” yang membutuhkan sinar dan gerakan dari orang-orang berhati mulia.

Terakhir, Brigjen Pol (Purn) Drs. Dewa Made Parsana, M.Si yang juga mantan Kapolda Sulawesi Tengah menegaskan, dampak Joget Jaruh selain melecehkan Tari Joged Bumbung  juga bisa mengganggu kamtibmas,  dan meresahkan masyarakat Bali, memicu timbulnya KDRT (suami diamankan gara-gara libido suami tidak mendapat pelampiasan, muncul perselingkuhan, pemerkosaan akibat penyaluran nafsu berakhir ke gangguan kamtibmas). Dewa Parsana mengajak masyarakat memperkuat 5 pilar melalui Sipandu (Sistem Pengamanan Terpadu). Dewa Parsana menawarkan langkah-langkah dan solusi : (1) Segera buat laporan ke Polda dengan argumentasi lengkap, termasuk ilikita Joged Bumbung; (2) Minta Polisi menindak dan menertibkan pertunjukan Joget Jaruh dan tayangan Joget Jaruh di situs dan YouTube; (3) Sertakan argumentasi yang masuk akal (dasarnya ilikita Joged Bumbung); (4) Minta polisi membuat Maklumat, sebarkan ke seluruh Bali dan kawal penegakan Maklumat itu agar benar-benar dilaksanakan di  lapangan, terlebih-lebih setiap desa terdapat Polisi-Linmas; (5) Libatkan berbagai ormas peduli dalam pelaporan ke Polda Bali (RED-MB)