Denpasar, (Metrobali.com)

Komite Kerja Advokasi Lingkungan (KEKAL) Bali, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat(FRONTIER) Bali dan Wahana Lingkungan Hidunp Indonesia (WALHI) Bali mengadakan siaran pers menanggapi pernyataan dari Humas PT. Dewata Energi Bersih (DEB) di berbagai media terkait surat Menko Marves yang pada intinya berisi tidak direkomendasikannya proyek Terminal LNG Sidakarya yang ditujukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Made Krisna Dinata selaku Direktur WALHI Bali menanggapi terkait statmen Humas PT. DEB di berbagai media yang menyatakan pihaknya tidak menerima surat dari Menko Marves dan mempertanyakan alasan Menko Marves menolak Terminal LNG. Krisna menanggapi bahwa jika diteliti, surat dari Menko Marves RI tersebut sudah ditembuskan kepada Gubernur Bali. alasan-alasan penolakan dari Menko Marves RI juga sudah dijelaskan dalam surat tersebut. Alasan dari Menko Marves RI menolak proyek tersebut juga sejalan dengan apa yang menjadi argumentasi dan didukung dengan kajian-kajian dari KEKAL, FRONTIER dan WALHI yang telah disampaikan sejak awal penolakan proyek tersebut. Pernyataan Humas PT DEB yang menyatakan belum menerima surat dari Menko Marves, menunjukkan bahwa untuk mengetahui alasan penolakan dari Menko Marves RI, PT DEB harus dikirimkan surat secara khusus oleh Menko Marves, itu adalah pernyataan yang mengada-ada. “Jadi Saya menilai PT. DEB yang mengaku tidak menerima surat hanya alasan yang mengada-ada,” Ungkapnya.

Lebih lanjut Sekjen Organisasi Gerakan Mahasiswa FRONTIER Bali, A.A. Gede Surya Sentana, memberikan tanggapan atas pernyataan Humas PT. DEB, yang mempertanyakan sistem koordinasi antara Menko Marves dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Gung Surya menjelaskan bahwa dalam Perpres nomor 92 tahun 2019 tentang Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pada Pasal 4 huruf “d” pada intinya menyatakan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merupakan dibawah kordinasi Menko Marves. selanjutnya dalam Pasal 19 menyatakan bahwa Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi dan sinkronisasi perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pengelolahan lingkungan dan kehutanan, kemudian dalam Pasal 20 sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 Deputi melaksanakan fungsi pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pengelolaan lingkungan dan kehutanan. Dengan demikian maka sudah sepantasnya dan bukan hal yang aneh jika Menko Marves mengeluarkan surat penolakan terhadap Terminal LNG yang ditujukan kepada KLHK sebab hal tersebut adalah bentuk pengendalian pelaksanaan kebijakan Kementerian/Lembaga yang terkait dengan isu di bidang pengelolaan lingkungan dan kehutanan yang memang diamanatkan oleh Perpres 92/2019. “Memang diamanatkan oleh Perpres 92/2019”. Tegasnya.

Lebih lanjut, terhadap pernyataan Humas PT. DEB yang menyatakan bahwa sikap dari Menko Marves RI yang tidak merekomendasikan pembangunan Terminal LNG Sidakarya adalah sikap yang aneh, Gung Surya menyatakan bahwa tidak ada yang aneh dari sikap menko marves, karena itu memang amanat dari Perpres 92/2019. Gung surya juga menghimbau, agar Humas PT DEB tersebut, sebelum memberikan pernyataan di media, sebaiknya memahami serta mempelajari dengan betul dan seksama mengenai hal-hal yang akan disampaikan ke media, termasuk peraturan perundang-undangannya, sehingga pernyataan yang diberikan adalah pernyataan yang memiliki dasar argumentasi. “Humas PT DEB belajar lagi”, tegasnya.

Divisi Advokasi KEKAL Bali, I Made Juli Untung Pratama mengaku terkejut atas pernyataan Humas PT. DEB di berbagai media mengaku sudah memiliki ijin resmi dari KLHK. Padahal KEKAL , FRONTIER dan WALHI Bali tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan AMDAL poyek Terminal LNG Sidakarya. Padahal pihaknya merupakan organisasi pemerhati lingkungan hidup yang sedang konsen dalam mengadvokasi isu rencana pembangunan Terminal LNG Sidakarya, dan WALHI juga merupakan salah satu anggota Komisi Penilai Amdal Provinsi Bali yang selalu dilibatkan dalam pembahasan AMDAL.   Pihaknya juga mempertanyakan terkait ijin apa yang sudah dimiliki oleh PT. DEB dimana secara tiba-tiba pihak PT. DEB telah menyatakan memiliki ijin resmi. Pihaknya menantang PT. DEB untuk membuka kepada publik perijinan yang dikatakan telah didapatkan sebab rencana pembangunan Terminal LNG digadang-gadang akan dibangun untuk publik dan di lahan publik (Negara). Pihaknya menantang PT DEB untuk membuka ijin yang dikatakan sudah dimiliki dalam 2×24 Jam dari konferensi pers ini dilakukan.  “Apabila tidak dibuka, maka benar PT. DEB adalah perusahaan yang tak transparan,” Jelasnya.

Lebih lanjut, Juli mengulas kembali bagaimana rekam jejak dari Humas PT. DEB, yang  telah membohongi publik, dengan menyatakan bahwa kepemilikan saham pembangunan terminal LNG merupakan pembangunan milik pemerintah, dalam kepemilikan sahamnya dikatakan  49 % BUMD (Perusda) dan 51% PLN. Namun terungkap fakta bahwa komposisi saham PT DEB dimiliki oleh swasta PT Padma Energi Indonesia yakni 80% dan 20% dimiliki oleh Perusda Bali dan itupun merupakan hasil pinjaman atau hutang kepada PT Padma alias saham kosong. Selanjutnya, kali ini Humas PT DEB memberikan pernyataan tidak memiliki dasar, dengan menyatakan sikap Menko Marves menolak proyek terminal LNG adalah sikap yang aneh, padahal sikap Menko Marves tersebut adalah mandat peraturan perundang-undangan. Untung juga menyampaikan, atas pembohongan publik dan argumentasi tanpa dasar Humas PT DEB, kita bisa menilai bagaimana reputasi sebenarnya dari PT DEB ini, karena reputasi suatu perusahaan dapat dinilai dari Humasnya. “Dengan melihat kualitas Humas dari PT DEB, kita bersama-sama bisa menilai bagaimana reputasi dari PT DEB tersebut”

Selanjutnya Untung juga meminta klarifikasi KLHK RI terkait agar memberikan penjelasan terkait perijinan yang sudah diberikan kepada PT DEB selaku pemrakarsa proyek Terminal LNG Sidakarya. “kami minta klarifikasi KLHK RI”, tutupnya. (RED-MB)