Ilustrasi

 

Oleh : Jro Gde Sudibya, anggota MPR RI Utusan Daerah Bali 1999 – 2004, ekonom, pengamat kebijakan publik.

Merayakan 25 tahun Gerakan Reformasi, harus dikatakan pembrantasan KKN merupakan agenda reformasi yang gagal.

Berbeda dengan agenda lainnya yang relatif berhasil: penghapusan Dwi Fungsi ABRI, Pembatasan Kekuasaan Presiden dan juga kebijakan Otonomi Daerah (yang terakhir “keberhasilan” dengan sejumlah catatan).
KKN pasca 25 tahun reformasi, bukannya bertambah surut, tetapi meningkat, sistemik dan semakin massif.

Meningkat dan massif, di hampir seluruh relung kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistemik, aturan formal, kebijakan di design sebegitu rupa untuk memudahkan korupsi, dan menjustifikasi korupsi melalui.aturan formal yang di design untuk itu.
Kalau dilakukan anatomi terhadap korupsi yang massif, sistemik dan nyaris menjadi “budaya”, bisa disebabkan al.karena: biaya Pemilu yang mahal, kemenangan dalam kompetisi politik sangat ditentukan oleh kekuatan modal, kesempatan yang tercipta dan diciptakan untuk korupsi, keserakahan yang dipicu oleh keserakahan akan kekuasaan, pragmatisme yang meluas pada sebagian masyarakat pemilih dan sikap mendua sebagian masyarakat terhadap prilaku korupsi. Sikap mendua dalam artian menolak prilaku ini sebelum dapat kesempatan, menjadi cendrung menerima jika ada kesempatan untuk korupsi. Sikap permissif sebagian masyarakat terhadap prilaku korupsi.

Padahal prilaku koruptif ini sangat berbahaya, menyebut beberapa, pertama, dari sisi ekonomi, mengakibatkan terjadinya biaya ekonomi tinggi-,high cost economy- , yang menekan pertumbuhan ekonomi dan merugikan upaya pemerataan. Kedua, destruktif terhadap sistem meritokrasi, penumbuhan ethos kerja, penumbuhan budaya produktivitas, karena prilaku korupsi merupakan penggambaran sikap “aji mumpung” sikap mental menerabas, ingin cepat dapat hasil -quick yeilding- mengabaikan proses. Ketiga, melahirkan potensi anomali (kekacauan) dalam masyarakat, pejabat yang diduga kaya karena korupsi dipuja-puji, dicari pembenaran terhadap prilakunya, terjadi “mental switching” pada sebagian masyarakat, mengejar ukuran ekonomi kebendaan dengan mengabaikan etika moral, tanpa rasa malu.dan rasa bersalah.

Biaya ekonomi dan sosial kultural dari merambah terusnya KKN begitu besar.