Buleleng, (Metrobali.com)

Sebanyak 22 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) ditemukan di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Jumat, 24 Januari 2025.

Penemuan ini berawal dari laporan Kepala Desa Pemuteran kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sekitar pukul 10.00 WITA. Menindaklanjuti laporan tersebut, tim BKSDA Bali bersama pihak terkait segera melakukan investigasi dan penyelamatan.

Tim gabungan, yang terdiri dari Resor KSDA Wilayah Buleleng, Resor KSDA Wilayah Pelabuhan Gilimanuk, Yayasan Jaringan Satwa Indonesia (YJSI), serta Tim Reskrim Polres Buleleng, menuju lokasi kejadian.

Di lahan kosong dekat Pantai Pemuteran, delapan ekor penyu hijau ditemukan. Setelah itu, penyisiran lebih luas dilakukan, hingga petugas menemukan tambahan 14 penyu di sebuah bangunan kosong.

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa seluruh penyu adalah betina, dengan ukuran kerapas terbesar mencapai 102 x 93 cm. Meskipun sebagian besar penyu dalam kondisi sehat, satu ekor mengalami luka ringan pada flipper.

Semua penyu kini dititiprawatkan di Seapen Yayasan JSI untuk mendapatkan perawatan dan rehabilitasi intensif sebelum dilepasliarkan.

Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah membantu proses evakuasi, termasuk Satreskrim Polres Buleleng, Polsek Gerokgak, Danramil Gerokgak, YJSI, aparat desa, dan masyarakat.

BKSDA Bali juga berkoordinasi dengan Polres Buleleng untuk mendalami kasus ini, mengingat pentingnya melindungi satwa dilindungi seperti penyu hijau.

Kapolres Buleleng, AKBP Ida Bagus Widwan Sutadi, S.I.K., MH, saat memantau kondisi penyu pada 25 Januari 2025, mengungkapkan bahwa pelepasliaran ke habitat asli akan segera dilakukan, bekerja sama dengan Balai KSDA Bali, Pengadilan Negeri Singaraja, dan Kejaksaan Negeri Buleleng.

Langkah ini diharapkan dapat meminimalkan stres pada penyu dan mendukung kelestarian alam.

Penyu hijau merupakan spesies yang dilindungi karena perannya yang penting dalam menjaga ekosistem laut. Sayangnya, ancaman seperti perburuan, perdagangan ilegal, dan kerusakan habitat masih menjadi tantangan besar.

(jurnalis : Tri Widiyanti)