Foto: Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa mantap maju sebagai Bakal Calon DPD RI dari Bali untuk menyuarakan kepentingan petani dan peternak di pusat.

Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali Ketut Hari Suyasa yang telah konsisten selama 20 tahun berjuang untuk menyuarakan kepentingan peternak babi di Bali menjadi satu-satunya harapan petani dan peternak untuk bisa memperjuangkan kepentingan mereka ke pemerintah daerah dan pusat.

Rekam jejak panjang Hari Suyasa yang sejak tahun 2003 hingga saat ini sudah berjuang bersama para peternak babi membuat dirinya mendapatkan kepercayaan penuh dari para peternak untuk maju sebagai bakal calon DPD RI, sehingga bisa mengkomunikasikan kepentingan peternak dan petani secara umum di pusat.

Hari Suyasa lantas menerima pinangan untuk maju ke DPD RI dengan keyakinan penuh dirinya ingin mengangkat bargaining politik petani dan peternak agar tidak hanya sekedar menjadi objek dan komoditas politik jelang hajatan politik seperti pemilu. Dirinya tergerak maju sebagai Bakal Calon Anggota DPD RI dari Bali karena keresahannya melihat kondisi peternakan babi di Bali tidak ada yang menyuarakan dan memperjuangkan di tingkat pusat.

“Selama ini tidak ada yang serius bicara babi, tidak ada yang serius melindungi peternak babi. Secara politik, peternak, pelaku usaha perbabian dan petani di Bali dipandang sebelah mata. Kami ini hanya dianggap sebagai komoditas politik semata dan dianggap tidak punya bargaining. Atas dasar itulah tiang selaku Ketua GUPBI menerima pinangan peternak bahwa harus ada yang berbicara ke pusat menyuarakan kepentingan peternak dan petani,” kata Hari Suyasa ditemui di Denpasar belum lama ini.

Langkah awal pria berambut gondrong yang dikenal dengan penampilan sederhana, bersahaja dan apa adanya ini terbilang cukup mulus dalam proses awal pencalonan sebagai Bakal Calon Anggota DPD RI dari Bali. Hari Suyasa menyerahkan dukungan 3250 KTP dan sudah dinyatakan memenuhi syarat sebanyak 3011, jauh di atas syarat minimal 2000 KTP. Dengan begitu, syarat dukungan KTP untuk Hari Suyasa tinggal menjalani proses verifikasi faktual.

Berbicara soal babi dan kepentingan peternak, pria asal Badung ini tampaknya sudah sangat paham betul seluk beluknya dan begitu antusias bercerita panjang lebar tentang babi baik dari aspek bisnis maupun dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan dan budaya di Bali. Hari Suyasa bahkan menegaskan penggerakan ekonomi riil saat ini selain pariwisata yang sudah kena dampak Covid-19 adalah peternakan babi dan segala bentuk usaha yang berkaitan dengan babi.

“Ada dagang babi guling, peternak babi, ada calon babi, ada tukang potongnya, ada tukang tegennya, belum lagi tukang satenya. Banyak orang yang terlibat di bisnis babi ini. Harusnya pemerintah yang sehat memperhatikan itu,” ungkap Hari Suyasa.

“Nah kenapa kemudian, kami dari tahun 2003 berteriak-teriak menyuarakan kepentingan peternak babi di Bali, seakan-akan kami ini menjadi anak tiri di negeri ini. Kita tidak usah ngomongin pusat, kita ngomongin Bali saja, seakan-akan kami ini tidak pernah ada yang memperhatikan. Jadi ibarat anak kandung yang diperlakukan seperti anak tiri. Ini yang kita sesalkan,” papar Hari Suyasa.

Dia menegaskan harus ada yang mengkomunikasikan kepentingan peternak, misalnya terkait lalu lintas ternak antar provinsi, keputusan penanganan wabah seperti saat wabah ASF atau flu babi Afrika yang sempat melanda di tahun 2019. Kemudian juga ada wabah PMK (Penyakit Mulut dan Kuku) di tahun 2022 yang menyerang sapi dan juga babi, hingga juga terkait bantuan-bantuan peternakan dan pertanian dalam arti luas.

“Jadi itu harus ada yang mengkomunikasikan, walaupun kita tahu di DPD RI tidak punya kewenangan lebih dari itu, tapi hanya bisa mengkomunikasikan. Paling tidak kalau komunikasi itu bisa kita lakukan, bargaining politik bisa kita lakukan, maka proteksi terhadap peternakan babi dan pertanian dalam arti luas di Bali akan terjadi,” ungkap Hari Suyasa.

Sementara itu kiprah Hari Suyasa yang sudah bergerak sejak 2003 membela kepentingan masyarakat ternak di Bali sudah terbukti dan mendapatkan pengakuan luas. Hari Suyasa pun menegaskan dirinya tidak serta merta maju sebagai calon DPD RI tanpa punya rekam jejak perjuangan dan hal-hal konkret yang diperjuangkan.

“Tiang tidak lahir secara prematur karena sudah lama berkecimpung membela kepentingan masyarakat peternak. Tiang juga ditempa oleh alam lingkungan cukup lama, dan banyak hal yang sudah kita lakukan. Sejak 2003 bergerak, tahun 2005 kami berjuang mendorong lahirnya Pergub Nomor 33 Tahun 2005, terus berlanjut ke tahun 2013 kita mendorong lahirnya Pergub Nomor 6 Tahun 2013. Berlanjut tahun 2019 menanggulangi wabah ASF (flu babi Afrika),” tutur Hari Suyasa.

Dia lantas bercerita, dari 6 wilayah di Indonesia yang beternak babi, hanya Bali yang bisa memulihkan kondisinya dari wabah ASF dalam waktu tergolong cepat yakni hanya 1 tahun. “Dimana 5 wilayah yang lain belum pulih hingga saat ini sehingga lalu lintas ternak antar pulau dari Bali ke wilayah yang lain menjadi sangat penting karena mereka sangat kekurangan babi,” ungkap Hari Suyasa.

Setelah berjibaku dengan ASF, peternak kembali mendapatkan cobaan berat di tahun 2022 dimana wabah PMK menyerang sapi dan babi, terutama kuku belah, itu juga yang berpotensi membuat pariwisata jadi sia-sia. Hari Suyasa pun kembali terlibat bersama teman-teman di GUPBI membantu penanganan PMK.

“PMK jadi isu internasional yang berbahaya dan tidak baik bagi pariwisata. Apalagi ada rangkaian KTT G20 di Bali. Kalau tahun 2022 itu kita tidak bisa menyelesaikan kasus PMK yang ada di Bali maka potensi G20 akan dipindah, itu bisa terjadi,” kenang Hari Suyasa.

Bercerita soal upaya penanganan PMK kala itu, Hari Suyasa mengungkapkan, dua hari setelah Jawa Timur ditetapkan sebagai wilayah bencana PMK, GUPBI Bali bergerak cepat dengan membantu membuat bilik disinfektan di Pelabuhan Gilimanuk Jembrana. Walaupun demikian bilik disinfektan yang menjadi percontohan nasional dan perintah langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan untuk mencontoh Bali agar melakukan hal yang sama di setiap pelabuhan, itu tidak bisa digunakan sampai hari ini, gara-gara tidak ada listrik dan tidak ada air.

“Itu hal yang sangat blunder menurut kita dan sangat kita sesalkan. Karena komunikasi pemerintah daerah dengan otoritas Pelabuhan Gilimanuk tidak nyambung, padahal kita dalam upaya sama-sama menjaga Bali saat itu dan ternyata tidak selesai,” sesal Hari Suyasa.

Selain itu ada banyak bukti lain yang menunjukkan keseriusan Hari Suyasa terlibat aktif dalam penyelesaian kasus PMK di Pulau Dewata. Di saat ada 18 ribu vaksin sapi yang dikirim ke Bali tapi terkendala karena belum ada jarum waktu itu sehingga tidak bisa dilakukan vaksinasi, GUPBI Bali lagi-lagi bergerak cepat berada di garda terdepan menyumbangkan jarum vaksinasi ke pemerintah.

“Sumbangan pertama 21 ribu jarum padahal vaksinnya cuma 18 ribu. Lalu ada sumbangan berikutnya yang konsisten kami berikan kepada pemerintah untuk mempercepat proses vaksinasi sapi,” terang Hari Suyasa.

Persoalan peternakan tidak selesai sampai disana karena kemudian mulai ada ketakutan peternak terkait dengan larangan mengeluarkan babi dari Bali ke luar Bali akibat dampak dari wabah PMK yang juga berpotensi besar menjangkiti babi sehingga harga babi jatuh pada titik terendah. Kondisi diperparah adanya pandemi Covid-19 dimana pariwisata Bali anjlok, tidak ada wisatawan, sehingga serapan daging babi ke sektor pariwisata dan yang terkait sangatlah kecil, sedangkan pasar babi di luar Bali masih sangat terbuka.

“Jika Bali dilockdown pada saat itu di tahun 2022 maka potensi kolaps peternak babi sangat lah tinggi karena babi kita tidak diizinkan keluar. Sehingga saat itu kita berdebat panjang dengan pemerintah dan akhirnya dari itu kita dipanggil oleh Pak Luhut. Kita berdebat lakukan bargaining,” kenang Hari Suyasa.

“Waktu itu Pak Luhut sempat menanyakan apa yang sudah kami lakukan dengan pemerintah. Akhirnya kami sampaikan dan Pak Luhut waktu ini menyetujui permintaan kami untuk pemerintah memberikan vaksin gratis kepada masyarakat peternak babi yang ada di Bali,” urai Hari Suyasa.

Istimewanya menurut Hari Suyasa bahwa vaksin PMK untuk babi hanya didapatkan Bali, daerah lain tidak ada. Untuk Bali diberikan 800 ribu dosis vaksin sementara saat itu populasi babi hanya sekitar 500 ribu sekian. Jadi sebenarnya babi di Bali bisa divaksin dua kali.

“Jadi sapi sudah tervaksin, babi sudah tervaksin. Dengan dasar vaksinasi inilah lalu lintas ternak antar pulau, dari Bali ke Jawa itu diizinkan sehingga sekarang ini kita juga melalulintaskan ternak babi dari Bali ke Kalimantan dan daerah lain,” tutur Hari Suyasa.

Dari rentetan pengalaman terlibat menangani wabah ASF yang menyerang babi dan PMK yang menyerang sapi dan juga babi inilah Hari Suyasa sadar bahwa harus ada yang betul-betul serius mengawal kepentingan peternak dan petani serta mampu mengkomunikasikannya dengan pemerintah pusat.

“Komunikasi kita dengan pimpinan di pusat wajib dilakukan dan itulah yang akan saya laukan di DPD RI nanti. Bagaimana mengkomunikasikan kepetingan petani dan peternak di Bali serta tentunya juga persoalan-persoalan lainnya di Bali wajib menjadi atensi pusat,” pungkas Hari Suyasa. (wid)