Badung (Metrobali.com) –

 

Dalam tiga hari terakhir, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar telah mendeportasi 16 warga negara Taiwan dari total 103 orang yang ditangkap atas penyalahgunaan izin tinggal dan keterlibatan dalam kejahatan siber di Bali.

Deportasi ini dilakukan setelah Operasi Bali Becik yang digelar pada Rabu, 26 Juni 2024, berhasil mengamankan para pelaku.

Warga negara asing (WNA) yang telah dideportasi adalah CSJ (31), CKM (36), LXD (26), JCJ (32), CYH (39) pada Jumat malam, 28 Juni 2024, serta TYH (21), LYH (35), STC (23), THC (32), CCW (18), LXX (27), WCY (31), CCH (20), CHY (21), CHK (34), dan LCW (26) pada Minggu petang, 30 Juni 2024.

Operasi Bali Becik yang dipimpin oleh Plh. Kepala Rudenim Denpasar, Gustaviano Napitupulu, melibatkan seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Keimigrasian di Bali. Operasi ini berhasil mengamankan 103 WNA, yang terdiri dari 12 perempuan dan 91 laki-laki, di sebuah villa di Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali.

Gustaviano menjelaskan bahwa pemeriksaan menunjukkan mereka melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Para WNA ini terbukti menyalahgunakan izin tinggal dengan melakukan penipuan atau scamming melalui internet.

Berdasarkan pasal tersebut, pejabat imigrasi berwenang melakukan tindakan administratif keimigrasian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan berbahaya atau melanggar peraturan perundang-undangan.

“Kami akan bekerja secara maraton untuk segera mendeportasi sisa WNA tersebut dan mengusulkan penangkalannya ke Direktorat Jenderal Imigrasi,” tambah Gustaviano.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa deportasi 16 WN Taiwan ini merupakan bukti komitmen Kanwil Kemenkumham Bali dalam menegakkan hukum keimigrasian. Pelanggaran yang dilakukan tidak dapat ditoleransi dan harus ditindak tegas.

“Para WNA Taiwan tersebut terbukti menyalahgunakan izin tinggal dengan melakukan penipuan melalui internet, melanggar Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. WNA yang berada di Indonesia harus menghormati dan menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika ada yang melanggar, maka akan ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku,” tegas Pramella.

Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Keputusan penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap orang asing yang dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban umum, namun keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan mempertimbangkan seluruh kasusnya.

Pewarta : Tri Widiyanti