Nengah Tamba P3I Bali
Denpasar (Metrobali.com)-
 
Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Bali Nengah Tamba, mengecam aturan terbaru tender pemasangan papan reklame (Bilboard) di bandara Internasional Ngurah Rai yang dikeluarkan PT Angkasa Pura I.

Tamba mengatakan, persyaratan mengikuti tender reklame di Bandara Ngurah Rai menutup peluang pengusaha periklanan lokal untuk berpartisipasi. Tambapun menuding pihak Angkasa Pura tidak berpihak kepada pengusaha lokal, tetapi sebaliknya persyaratan tender itu hanya mengakomodir pengusaha periklanan dari luar Bali maupun pengusaha periklanan internasional.

Persyaratan tender yang dinilai mematikan pengusaha periklanan lokal itu, ungkap Tamba, peserta tender (pengusaha periklanan) harus membayar USD 5000 untuk mendapatkan dokumen tender (pendaftaran). Uang pendaftaran sebesar itu tidak bisa dikembalikan jika peserta mengundurkan diri dari proses tender. Aturan yang membuat pengusaha lokal mati kutu, lanjut Tamba, adalah harus memiliki omzet bruto penjualan reklame pada tahun 2013 sebesar USD 3 Juta atau setara sekitar Rp35 Miliar.

“Tidak ada pengusaha periklanan di Bali yang memiliki omzet Rp35 Miliar setahun. Aturan itu menutup peluang kami ikut tender tersebut. Hanya pengusaha dari Jakarta, Surabaya dan daerah lain di Indonesia termasuk pengusaha periklanan internasional yang punya omset demikian. Aturan PT Angkasa Pura itu tidak berpihak kepada pengusaha lokal. Itu sangat disayangkan,” kecam Tamba di Denpasar, Minggu (8/2).

Menurut Tamba, pengusaha periklanan di Bali belum ada yang memiliki omset minimal Rp35 Miliar. Ia mengatakan, dalam setahun hanya terdapat 1000 bilboard yang tersebar di kabupaten Badung dan Kota Denpasar dengan harga rata-rata Rp250 juta- Rp300 juta tiap billboard setahun.

“Itu harga di titik-titik strategis. Jadi total omset itu kalau dibagi 20 anggota P3I, sekarang sudah 22 orang, omsetnya tidak mencapai Rp35 Miliar setahun. Di Bali tidak ada pengusaha periklanan yang memiliki omset Rp35 Miliar setahun,” tegasnya.

Ketua komisi III DPRD Bali ini mengatakan, aturan tesebut memang masih membuka peluang bagi pengusaha periklanan yang memiliki omset di bawah Rp35 Miliar dengan cara membentuk konsorsium. Namun, pengusaha periklanan di Bali belum berpengalaman untuk membentuk konsorsium.

“Seharusnya Angkasa Pura melakukan sosialisasi terlebih dahulu. Ini aturan barunya langsung diterapkan yang membuat kami tak berdaya,” sesalnya.

Pihaknya tidak akan tinggal diam untuk memperjuangkan nasib pengusaha periklanan lokal. Menurut dia, PT Angkasa Pura bisa saja berlindung di balik regulasi terhadap persyaratan tender itu. Tamba mengakui, dari aspek hukum, persyaratan yang dikeluarkan PT Angkasa Pura itu tidak melanggar aturan.

Namun aturan itu tidak berpihak pada kepentingan lokal Bali. PT Angkasa Pura membuat persyaratan yang menutup peluang pengusaha periklanan di Bali. Pihaknya akan menyampaikan surat pengaduan kepada Komisi I dan II DPRD Bali, Komisi III dan VI DPR RI, dan kepada Gubernur Bali. Selain itu pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Kadin Bali.

“Kami akan sampaikan surat pengaduan. PT Angkasa Pura harus menunjukkan keberpihakkan terhadap pengusaha periklanan lokal. Kami minta gubernur dan wakil gubernur untuk memperjuangkan nasib pengusaha lokal. Kalau itu hanya dikuasai pengusaha dari luar Bali, uangnya lari ke luar Bali. seharusnya pengusaha lokal diberi kesempatan sehingga uang yang dihasilkan bisa berputar di Bali sehingga menopang fondasi ekonomi Bali,” pungkasnya.SIA-MB