IMG_0489

Denpasar (Metrobali.com)-

Bali, dalam konteks pariwisata, adalah mutiara utama di Republik Indonesia. Beragam gelar adilihung disematkan kepada Bali. Mulai dari “Pulau Dewata”, “Pulau Seribu Pura”, hingga “tempat yang mesti dikunjungi sebelum kamu mati”. Ditambah serbaneka penghargaan bergengsi kelas dunia seperti pada 2014 oleh majalah Travel+ Leisure Bali dianugerahi peringkat kedua sebagai pulau terbaik di dunia. 

Eksotisme Bali yang mencengangkan tersebut berujung pada serbuan investor. Berlomba-lomba mereka mencoba meraih sekeping hingga segepok pundi-pundi keuntungan. Di periode awal fenomena ini masih cukup bisa dimaklumi. Dengan mengatasnamakan “pembangunan” serta “kemajuan” pulau Bali berkembang begitu pesat. Belakangan, kompetisi untuk merebut profit mulai mengarah ke wilayah tak sehat: “pembangunan” dan “kemajuan” tergelincir menuju “eksploitasi” dan “degradasi”.

Contoh ketamakan investor tercuat vulgar di rencana reklamasi Teluk Benoa. Demi menggaet keuntungan berlipat-lipat para pemilik modal menggelontorkan niat mengurug laut lalu membuat pulau-pulau baru. Segala fasilitas modern turisme hendak dibangun di situ. Ini bukan saja berarti berkhianat pada spirit Bali yang lekat dengan adat dan budaya, juga jahat pada kelestarian lingkungan hidup. Belum lagi Bali yang sudah kelebihan ribuan kamar—tak perlu lagi dibangun hotel sebab sudah amat berlebih—serta trauma yang belum hilang atas kegagalan reklamasi Pulau Serangan yang terbukti menghancurkan garis pesisir dari Serangan, Sanur hingga jauh ke timur. 

Demi mencapai tujuan mengurug Teluk Benoa investor tiada segan-segan menempuh jalur lancung. Yang paling mutakhir, mereka berupaya mengkriminalisasi aktivis penolak rencana reklamasi I Wayan “Gendo” Suardana sekaligus membungkam perlawanan desa adat. Para pengemban jabatan penting di pemerintahan, aparat bersenjata, serta barisan ormas pun ramai-ramai dikerahkan untuk mengintimidasi gerakan anti investor rakus tersebut.

Gerakan Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa selama didukung oleh sejejeran artis dan pegiat seni yang menunjukkan kepeduliannya terhadap kelangsungan lingkungan hidup di Bali maupun di tempat lain. Iwan Fals, Sandy Sondoro, Glenn Fredly adalah sederet nama artis nasional yang menyuarakan Tolak Reklamasi Teluk Benoa.

Kami para seniman merasa sedih, kecewa, dan marah atas langkah sistematis penghancuran Bali tersebut. Oleh karenanya dengan tegas kami serukan:

1. Menyatakan PENOLAKAN RENCANA REKLAMASI TELUK BENOA

2. Menginginkan Bali seperti adanya kini: lekat dengan budaya, hangat serta ramah secara sosial kemasyarakatan, didukung lingkungan yang asri-hijau tanpa manipulasi ekologi.

3. Menyatakan solidaritas setinggi-tingginya kepada para pejuang lingkungan dan desa adat yang saat ini sedang brutal diintimidasi, dikriminalisasi. 

#BALIASIK

Melanie Subono, Kojek Rap Betawi, Marjinal, Brianna Simorangkir, Happy Salma, Djenar Maesa Ayu, Coky, Marcello Tahitu, Pongky Barata, Deni Frust, Tony Q, Steven Jam, Superglad, Glenn Fredly, Nosstress, Wanggi Hoediyatno, Superman is Dead, Andreas Iswinarto, Sandrayati Fay, The Hydrant, The Bullhead, Made Mawut, Navicula, Soundbowy Dodix, Made Mawut, Taring Babi, Iksan Skuter, Alit Ambara. RED-MB