Denpasar(Metrobali.com) Serangkaian dengan pameran tunggalnya yang bertajuk ‘Exceptional Person’, perupa Wayan Redika akan menghadirkan sebuah workshop drawing di Bentara Budaya Bali pada Jumat (8/3) pukul 09.00 wita mendatang. Selain Redika, tampil juga sebagai pembicara ialah kurator dari pameran ini, Wayan Seriyoga Parta.

“Workshop ini diniatkan sebagai ruang untuk berbagi ilmu mengenai kiat mencipta sketsa dan drawing bagi para peserta berbagai kalangan, bukan hanya para pelajar dari berbagai institusi sekolah, namun juga mereka yang ingin lebih jauh memahami teknik dalam membuat seni drawing yang baik,” ujar Wayan Redika di sela-sela waktu eksibisi yang tengah digelarnya.

Seniman kelahiran Karangasem tahun 1961 ini menambahkan pula bahwa drawing dan sketsa pada dasarnya merupakan dasar dari seni rupa. Dalam studi seni manapun, ketekunan mengolah garis dan bentuk melalui sketsa terus dikedepankan sebagai latihan, agar yang bersangkutan kuasa menampilkan sapuan garis dan wujud bentuk yang kuat sekaligus bermakna. “Tak jarang, seseorang bisa menghasilkan sketsa dan drawing hingga beratus-ratus lembar,” ujarnya Redika yang telah diundang ke berbagai negara untuk memamerkan karya-karyanya, antara lain Jakarta (Indonesia), Korea dan China.

Dalam pamerannya yang berlangsung sedari 28 Februari hingga 10 Maret 2013, Redika menghadirkan 27 karya drawing mengenai potret tokoh-tokoh yang berpengaruh di Indonesia maupun dunia, mulai dari seniman, budayawan, tokoh pemimpin bangsa, hingga para penemu ilmu pengetahuan yang menginspirasi lahirnya aneka inovasi dalam kehidupan manusia. Selain mengetengahkan kreasi rupa, pameran yang dibuka oleh Walikota Denpasar IB. Rai Dharmawijaya Mantra serta budayawan Bulan Trisna Djelantik ini juga dimaknai dengan sebuah art performance bertajuk ‘Black Box’ yang disutradarai oleh Cok Sawitri.

Cok Sawitri dikenal sebagai penulis, aktivis sosial, pendiri Forum Perempuan Mitra Kasih Bali, dan Kelompok Tulus Ngayah. Belum lama ini ia menerbitkan novel Tantri, Perempuan yang Bercerita (Kompas, 2011).

Putu Aryastawa, program officer dari Bentara Budaya Bali menyebutkan bahwa pameran yang dihadirkan Wayan Redika ini mencerminkan pencapaian yang menarik, di mana perupanya masih terus gigih mengeksplorasi garis dalam karya-karyanya. Di dalam tradisi seni rupa pra kolonial Bali, kehadiran garis adalah hal yang esensial, umumnya berlapis-lapis dan sangat padat, mengisi ruang kanvas secara penuh. Garis-garis itu pun berfungsi menyempurnakan sosok-sosok yang diciptakan secara repetitif, terutama tokoh-tokoh pewayangan dari narasi mistis wiracerita Ramayana, Mahabarata dan lain-lain, terangkum di dalamnya pitutur luhur ajaran Hindu. “Apa yang dihadirkan Redika tentu bermula juga dari tradisi eksplorasi garis yang dilakukan oleh para seniman terdahulu tersebut,” ujarnya seraya menambahkan bahwa workshop ini terbuka bagi berbagai kalangan, dan mengundang para pelajar, mahasiswa berikut juga para seniman serta pecinta seni di Bali.

Wayan Redika, lahir di Karangasem tahun 1961, mengikuti berbagai pameran tingkat nasional maupun internasional, antara lain : Pameran bersama di Hilton International Hotel, Surabaya (1998), Pameran tunggal di Ganesha Gallery, Four Seasons Resort (2000), Pameran bersama di Bentara Budaya – Jakarta (2001), Pameran Drawing di Agung Rai Museun Of Arts (ARMA) Ubud (2004), Bali-Jeju, Jeju-Do Culture Building, Jeju South Korea (2005), Beijing Art Fair, Beijing, China (2006), Pameran Ilustrasi Cerpen Kompas (2008 & 2012), Sudakara Art Journey, Sudakara Art Space, Sanur (2012), Pameran Slenco HUT ke – 30th Bentara Budaya di Bentara Budaya Jakarta (2012) dan lain-lain.

Sementara kurator yang juga pembicara workshop ini, I Wayan Seriyoga Parta, memulai karir seni rupanya sebagai Program Manajer Art Space dan Pusat Dokumentasi Klinik Seni Taxu tahun 2004-2005. Yogaparta yang juga Ketua Redaksi Buletin Seni Rupa “Kitsch” ini aktif menulis ulasan seni rupa, dimuat di Majalah Visual Art, Majalah Arti, Majalah Seni Suardi, Harian Bali Post dan di beberapa Jurnal Seni. Ia juga menjadi kurator berbagai pameran dan menyusun berbagai buku seni rupa, antara lain Arie Smith a Living Legend (2011) dan sebagainya.