Denpasar (Metrobali.com)-

“Ilmu untuk amal dan amal yang ilmiah” itulah prinsip yang dipegang teguh Wayan Geriya, pria kelahiran Batubulan, Kabupaten Gianyar, 1 Desember 1940 atau 73 tahun yang silam.

Pria ramah dan sopan tutur katanya itu mempunyai kesungguhan mendalami kebudayaan Bali dengan kreativitas dan pendakian tiada henti.

Suami Dra S Swarsi berhasil menulis buku yang berjudul “Jelajah Keris Bali Pusaka Budaya Nusantara” yang diluncurkan Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dalam memperingati Hari Tumpek Landep” persembahan khusus untuk keris pusaka yang akan dirayakan umat Hindu pada Hari Sabtu (24/8).

Peluncuran buku tersebut telah dilakukan di depan Museum Bali Selasa sore mewarnai pembukaan pameran keris pusaka Nusantara, kirab keris dan berbagai kegiatan lainnya dalam menyambut salah satu hari suci umat Hindu.

Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra memberikan apresiasi terhadap terbitnya buku yang mengulas tentang keris tersebut.

Buku setebal 108 halaman yang dicetak dengan kertas bermutu dan rancang-bangun (disain) yang menarik itu merupakan buku seri pertama dari tiga buku yang merupakan satu kesatuan yang digarap dalam tiga tahun mendatang.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Denpasar I Wayan Gatra yang ikut menggagas sekaligus bertanggungjawab terhadap penerbitan buku tersebut buku kedua dan ketiga isinya akan lebih mendalam dari buku pertama yang mengulas tentang keberadaan keris.

Penerbitan buku tentang keris tersebut dilantarbelakangi begitu besarnya kepedulian masyarakat Bali, khususnya Kota Denpasar terhadap keris sebagai representasi ageman jatidiri.

Selain itu juga memiliki fungsi sosial, nilai kultural spiritual dan taksu, sekaligus bukti respon kreatif terhadap penghargaan UNESCO yang telah menetapkan keris sebagai warisan budaya yang ditetapkan sejak 2005.

Masyarakat bersama Pemerintah Kota Denpasar telah merayakan “Pitenget Rahina tumpek Landep” persembahan khusus untuk keris pusaka sebagai kegiatan multi dimensi sejak tahun 2010.

Kegiatan tersebut antara lain menyangkut ritual, sosial, ekonomi, teknologi, kultural dalam wujud kegiatan pameran keris pusaka, pementasan kesenian, bursa keris, sarasehan keris dan kirab keris pusaka.

Penelitian dan penerbitan buku jelajah keris Bali diharapkan mampu mewujudkan tujuan ganda yakni menyajikan informasi tentang keris Bali secara komperhensif berbasis kajian ilmiah.

Selain itu menumbuhkan semangat sadar pusaka dan cinta bangsa serta melestarikan keris sebagai pusaka budaya kaya makna dengan nilai tambah secara ekonomi, ideologi, edukasi dan budaya memperkuat dinamika Denpasar sebagai kota kreatif dan kota pusaka.

OWHC Wayan Geriya yang dipercaya sebagai ketua tim penulisan buku tersebut menjelaskan, penulisan buku tentang keris itu juga dilatarbelakangi Denpasar, ibukota Provinsi Bali tercakup dalam jejaring Kota Pusaka Indonesia (JKPI) sekaligus menjadi anggota tetap “The Organizational of World Haritage City (OWHC) yang melibatkan lebih dari seribu kota di dunia.

Di Indonesia hanya dua kota yang telah diakui sebagai anggota tetap OWHC, salah satunya lagi adalah Surakarta, Jawa Tengah.

Makna esensial dari kehadiran buku tentang keris tersebut untuk memperkokoh kehidupan harmoni dan bhakti antara manusia terhadap tuhan, alam dan sesama manusia searah dengan filosofi “Tri Hita Karana”.

Selain itu mampu memenuhi ekspektasi publik dalam penguatan dimensi spiritual masyarakat dan bangsa, sekaligus mengokohkan jati diri dan ageman diri sebagai manusia berkarakter,memiliki ketajaman pikiran rasa dan nurani.

Demikian juga mampu menumbuh kembangkan toleransi, sikap paras-paros berwawasan multikultural dan mengapresiasi nilai-nilai publik yang luhur dan damai.

Wayan Geriya, ayah dari tiga putra itu memang dibesarkan dalam habitat yang bersinergikan dunia kampus dan akar budaya pedesaan. Waktu lebih dari 35 tahun, periode 1968-2003 bergelut dalam bidang ilmu sastra dan budaya dengan fokus ilmu Antropologi.

Sosok budayawan ini sadar bahwa di balik prilaku dan kreativitas yang serba mekanik di habitatnya, terdapat teknologi dan di balik teknologi itu tersimpan ilmu pengetahuan.

“Di balik ilmu pengetahuan hidup suatu kebudayaan dan membangun kebudayaan yang berbasis ilmu dan peradaban menjadi komitmen utama,” tutur kakek dari sejumlah cucu yang selalu tampak ceria.

Lingkungan budaya Wayan Geriya yang pernah dipercaya menjabat Dekan Fakultas Sastra Universitas Udayana tahun 1989-1996, adalah sosok budayawan berbasis akademik.

Aktivitas budaya dipahami dan dihayati sebagai fakta benda yang punya energi merangsang olah cipta, olah rasa dan olah karsa, yang selanjutnya melahirkan ide pembaharuan, gagasan inovatif dan wawasan pembebasan.

Ia memiliki segudang pengalaman dan prestasi, antara lain ikut serta dalam mendirikan Pusat Studi Jepang (PSJ), pernah menjabat Kepala PSJ Unud I (1997-2000), staf ahli Pemerintah Provinsi Bali (2000-2003).

Selain itu, berpengalaman sebagai konsultan bidang sosial budaya, yakni “Co-team leader Bali Culture Heritage Conservation (2000)”, “Bali Stragegic environment Plan (2002)”, Pelatihan TOT dan DOT bidang kebudayaan (2003).

Wayan Geriya berbasis pendidikan guru, yakni memiliki pengalaman sebagai guru Sekolah Rakyat (SR) atau setingkat Sekolah Dasar (SD) sekarang, kemudian menjadi guru sekolah menengah hingga akhirnya mengajar di perguruan tinggi negeri.

Sejumlah penelitian pernah dilakukan yang umumnya menitikberatkan bidang kebudayaan, pariwisata, kesenian, diplomasi kebudayaan, lingkungan, SDM, desa adat, partisipasi masyarakat, budaya petani, budaya turistik, andal sosial budaya dan berbagai dampak pembangunan.

Pernah tampil dalam seminar lokal, nasional dan internasional antara lain pembicara dalam Kongres Kebudayaan (Jakarta 1991), “Intraction Between Culture and Industry” (Tokyo 1996), “International symposium on conservation Culture for sustainable sosial, Economic and Environment Development” (Sanur 2000) dan “Internasional symposium on An tropology” (Denpasar 2002).

Sejumlah buku hasil karya sendiri sebelumnya berhasil dipublikasikan untuk dipersembahkan kepada masyarakat Bali dan Indonesia serta dunia yang peduli terhadap kebudayaan.

Buku tersebut antara lain berjudul “Partisipasi Pemberdayaan Desa Adat” (1995), “Pariwisata dan Dinamika kebudayaan lokal, nasional, global” (1995), “Transformasi Kebudayaan Bali Memasuki abad XXI” (2000), “Konsep Dasar Pembangunan Kota Denpasar yang berwawasn budaya” (2002 dan International Marriage (2002).