Foto: Pengusaha water sport asal Tanjung Benoa Wayan Dharma yang juga Wakil Ketua Gahawisri Provinsi Bali Bidang Water Sport.

Badung (Metrobali.com)-

Potensi water sport (olahraga air) sebagai bagian dari sport tourism (pariwisata olahraga) di Bali sangat besar. Wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin menikmati wahana water sport ini juga semakin banyak.

“Pangsa pasar dan potensi pasar water sport ini sangat luas. Apalagi sekarang wisata bahari lagi trend,” kata Pengusaha water sport asal Tanjung Benoa Wayan Dharma ditemui di Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Jumat (24/1/2020).

Pemilik usaha Basuka Water Sport ini menyebutkan semua wisatawan, entah dari negara mana, suka menikmati water sport di Pulau Dewata. Misalnya wisatawan dari Tiongkok, Arab, India, Eropa, Afrika hingga Amerika.

“Wisatawan yang datang ke Basuka Water Sport juga beragam dari berbagai negara, tidak ada yang dominan,” ungkap pengusaha yang juga Wakil Ketua Gabungan Usaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Provinsi Bali Bidang Water Sport ini.

Usaha water sport pun terus bergeliat di Pulau Dewata. Sayang kondisinya memprihatinkan karena terjadi praktik perang tarif di usaha water sport ini. Padahal potensinya sangat besar dan semestinya bisa mendatangkan keuntungan bagi para pengusaha.

“Water sport ini potensial banget bagi Bali tapi sayang dijual murah. Harusnya jangan diobral murah,” imbuh pengusaha lokal yang sudah 25 tahun berkecimpung di usaha water sport ini.

Perang harga dengan  berlomba-lomba menjual Bali terlalu murah sehingga ke bawah outputnya murah membuat yang paling tersiksa adalah daerah tujuan wisata. “Sekarang kembali kepada pengusaha apakah mau jual murah atau jual mahal,” tegas Wayan Dharma.

Ia pun mencontohkan bagaimana praktik perang tarif ini terjadi di sektor usaha water sport di Bali yang semakin hari semakin parah dan menjadi-jadi.

Misalnya paket untuk Parasailing Adventure harga standarnya Rp 350 ribu per orang per sekali putaran (kira-kira 7 menit). Namun faktanya ada pengusaha yang menjual paket tersebut sangat murah hanya dengan harga di kisaran Rp 90 ribu, Rp 100 ribu dan ada juga di angka Rp 150 ribu. Harga ini merupakan harga nett yang diterima pengusaha.

Contoh lainnya untuk Jet Ski idealnya harganya Rp 150 ribu per orang per 15 menit. Namun sekarang banyak usaha water sport yang menawarkan paket Jet Ski kepada wisatawan hanya seharga Rp 70 ribu hingga Rp 90 ribu, bahkan tidak sampai menyentuh angka Rp 100 ribu.

Padahal dalam dalam satu kali paket Jet Ski tersebut menghabiskan BBM (Bahan Bakar Minyak) hampir 10 liter. Artinya harga yang dijual di bawah biaya operasional. Begitu juga hal yang sama terjadi untuk jenis paket water sport lainnya.

“Jadi sebenarnya banyak paket water sport di bawah harga operasional. Bagaimana mau dapat untung? Tapi itu kembali ke ‘dapur’ masing-masing pengusaha, bagaimana cara mengelolanya. Tapi secara logika hitung-hitungan bisnis sudah pasti rugi,” beber Wayan Dharma.

High Cost, Pengusaha Water Sport Jangan “Bunuh Diri”

Ia pun menambahkan usaha water sport tergolong usaha yang high cost (berbiaya tinggi) khususnya untuk pengadaan dan perawatan peralata. Biaya operasional usaha ini juga cukup tinggi.

“Peralatan water sport tidak ada yang murah. Tidak ada ratusan ribu tapi jutaan ke atas.
Biaya perawatan dan biaya operasional juga mahal,” ungkap Wayan Dharma.

Pengusaha water sport juga tidak banyak bisa melakukan efisiensi untuk menekan biaya operasional. “Kita tidak bisa efisiensi. Sekali gerak sudah menghabiskan BBM (Bahan Bakar Minyak), semua gerak peralatan gunakan BBM,” ungkap Wayan Dharma.

“Water sport kelihatan saja wah, marginnya (keuntungannya) tipis dan bahkan bisa minus. Apalagi dengan adanya persaingan harga, perang harga habis-habisan. Jadi stop lah perang tarif dan membuat kita semua bunuh diri. Pengusaha harus tahan diri,” imbuh Wayan Dharma.

Pria yang aktif di berbagai kegiatan sosial ini mengakui praktik perang tarif ini juga berdampak serius pada keberlangsungan usahanya di Basuka Water Sport. Dalam beberapa tahun belakangan kunjungan wisatawan ke tempat ini merosot tajam.

“Kondisi mulai sepi sejak 2018. Tahun-tahun sebelumnya kunjungan rata-rata 500 orang per hari. Tapi sekarang hanya antara 50-100 orang per hari. Namun kami tetap bertahan dan tetap tingkatkan kualitas pelayanan,” ujar Wayan Dharma.

Dengan berbagai kondisi tersebut, pelaku pariwisata water sport  semakin menjerit dan terhimpit. Ibaratnya tinggal menunggu waktu saja sampai mereka terpaksa bangkrut alis gulung tikar.

“Kondisi sekarang lagi benar-benar lesu, pendapatan menurun. Untuk menggaji karyawan kadang-kadang telat. Semua pengusaha water sport sudah komplikasi seperti punya penyakit kronis dan sudah hampir sekarat,” keluh Wayan Dharma.

Pihaknya pun berharap pemerintah daerah mampu mencarikan solusi atas dijual murahnya pariwisata Bali. “Para pelaku pariwisata juga harus sadar menghentikan perang tarif dan kembali melakukan persaingan usaha secara sehat,” tutup Wayan Dharma. (dan)