Dr dr Gede Wirya Kusuma Duarsa, MKes SpU, saat menyampaikan materi

Dr dr Gede Wirya Kusuma Duarsa, MKes SpU, saat menyampaikan materi di Seminar Kesehatan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Prostat dan Kanker Serviks, di Denpasar, Sabtu (30/9)/SIA

Denpasar, (Metrobali.com)-

Di Indonesia, kanker serviks (kanker mulut rahim) menjadi penyebab kematian nomor dua terbesar bagi wanita, dan diperkirakan setiap satu jam ada wanita yang meninggal karena kanker ini.

Hal ini disampaikan praktisi kesehatan, yang juga spesialis obstetri dan ginekologi dr I Made Oka Widiabdi Husada SpOG. Kanker ini mulai dikenal setelah kematian artis dangdut Julia Perez. Karena itu, katanya sedini mungkin kanker serviks harus dicegah.
“Angkanya masih tinggi karena kesadaran masyarakat kita yang kurang. Ada yang masih malu untuk memeriksa, ada yang menganggap jika periksa nanti ketahuan penyakitnya. Padahal sekarang metode pencegahan melalui vaksinasi dan pemeriksaan sudah banyak,” ujarnya disela-sela Seminar Kesehatan Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Prostat dan Kanker Serviks, di Denpasar, Sabtu (30/9) malam.

Sama dengan kanker pada umumnya, katanya, pada fase awal kanker serviks itu tidak bergejala. “Namun begitu sudah stadium lanjut baru kelihatan gejalanya,” kata dr Oka.

Gejala paling dini yang bisa dilihat adalah timbulnya keputihan, namun tidak sembuh-sembuh, meskipun sudah mendapatkan pengobatan.Pada stadium lanjut, ujar dia, penderita kanker serviks saat berhubungan intim akan mengeluarkan darah. “Pada stadium yang lebih tinggi, meskipun tidak melakukan apa-apa, akan berdarah dengan sendirinya karena saking rapuhnya kondisi mulut rahim,” ujar dokter yang bertugas di RS Bali Med dan RS Surya Husadha ini.

Jika kanker serviks diketahui di bawah stadium satu akan bisa disembuhkan 100 persen. Pencegahannya dapat melalui pemberian vaksinasi HPV dan juga pemeriksaan papsmear. Vaksinasi itu akan sangat efektif jika diberikan pada kaum perempuan yang belum melakukan hubungan seksual atau target efektif itu sekitar usia 10-25 tahun.

“Yang bisa terkena adalah wanita yang sudah aktif secara seksual dan selama ini kasusnya belum pernah ditemukan pada wanita yang belum aktif secara seksual,” ucap dr Oka.

Sementara itu, Dr dr Gede Wirya Kusuma Duarsa, MKes SpU menyampaikan materi pencegahan dan deteksi dini kanker prostat. Faktor risiko penderita kanker ini dari sisi keturunan, ras, diet, pola makan dan sebagainya.

“Di Indonesia, 58 persen pasien datang memeriksakan diri setelah stadium lanjut, karena tanpa gejala. Jika pun ada gejala, seperti pembesaran prostat biasa yakni tidak tuntas buang air kecil atau anyang-anyangan, dan bolak-balik buang air kecil ketika malam hari,” katanya.

Untuk pencegahannya, dengan melakukan deteksi dini. Biasanya pada pasien dengan riwayat keluarganya ada menderita kanker prostat, sebaiknya “screening” dilakukan mulai usia 40 tahun.

Meski kebanyakan penyakit ini adalah penyakit keturunan, katanya, tidak menutup kemungkinan penyakit ini juga menyerang penderita yang tidak memiliki keturunan penyakit tersebut.
Sementara Ketua Panitia Seminar PDP Lukas Bundi mengatakan, pihaknya rutin mengadakan seminar kesehatan secara berkala. Setiap tahun jumlah pesertanya meningkat yang terdiri dari jemaat gereja dan umum.
“Kami memang rutin melaksanakan seminar kesehatan dengan mengambil berbagai tema. Paling sedikitnya dua kali dalam setahun, di samping kami juga kerap menggelar kegiatan donor darah,” ujar Lukas Bundi. SIA-MB