Denpasar (Metrobali.com)-

Ketua Dewan Daerah Walhi Wayan Suardana menegaskan, jika keputusan gubernur soal izin pemanfaatan Teluk Benoa benar adanya, maka ia mengutuk keras cara pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Sebab sejauh ini, pihak stakeholder khususnya masyarakat dan LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup sama sekali tidak pernah dilibatkan. Khususnya dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau sosialisasi rencana proyek ini.

”Kalau benar SK ini, jelas ini SK yang sangat aneh,” kata Gendo. Pasalnya, dalam SK ini nama DPRD Bali dicatut telah mengeluarkan rekomendasi. Padahal, sejauh ini DPRD Bali mengaku belum mengetahui detail rencana reklamasi Teluk Benoa. Betul jika sebagian kalangan dewan mengakui sempat mengikuti presentasi Feasibility Study (FS) di Bappeda Bali beberapa bulan lalu. Namun, mereka menyatakan rencana reklamasi itu juga harus menunggu dua regulasi yakni Perda Arahan Zonasi Provinsi (AZP) yang saat ini masih berupa rancangan dan sedang dibahas di panitia khusus (pansus) DPRD Bali, juga Perda Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-pulau Kecil (WP3K) yang saat ini baru kajian akademik di Dinas Perikanan Bali dna baru diajukan ke prolegda pada tahun 2014 nanti.

”LPPM Unud juga beberapa waktu lalu menyebut masih kajian FS. Lalu, bagaimana bisa ada SK gubernur ini?” katanya penuh tanya. Gendo menegaskan, bila SK ini benar, maka sudah ada konspirasi dari pengusaha dan penguasa, baik eksekutif maupun legislatif, juga dari kalangan akademisi. Apalagi, SK itu lahir pada 26 Desember 2012 ketika konsentrasi publik mengarah pada ke luarnya izin pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dari gubernur untuk PT Tirta Rahmat Bahari (TRB).

”Berarti, perubahan peta zonasi Tahura Ngurah Rai juga kuat sekali untuk mengadopsi kepentingan reklamasi ini,” terangnya.
Secara logika, lanjut Gendo, bila sudah ada keputusan gubernur ini maka seluruh rangkaian perizinan sudah dilalui. Baik dokumen FS, izin prinsip, AMDAL, rekomendasi DPRD Bali dan izin-izin lainnya. ”Kalau sudah ada keputusan gubernur, berarti perizinan lainnya sudah lengkap, termasuk FS, AMDAL, dan lainnya,” tukas dia.

 Ke luarnya izin-zin eksploitasi, baik di kawasan Tahura dan perairan Teluk Benoa, imbuh Gendo, mencerminkan Made Mangku Pastika merupakan rezim yang eksploitatif dan mengobral Bali. “Rezim Gubernur Pastika adalah rezim yang paradigmanya keruk habis jual murah lingkungan  Bali. Lingkungan Bali diobral dan diliberalisasi. Kalau rezim yang baik, sekecil apapaun rencana yang berdampak luas pada hajat hidup orang banyak, maka mestinya menggunakan kewenangannya dengan melibatkan partisipasi rakyat, bukan sewenang-wenang seperti ini,” katanya. BOB-MB