Denpasar (Metrobali.com)-
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Eksekutif Daerah Bali melansir data jika keberlanjutan lingkungan hidup Pulau Dewata terancam. Hal itu disebabkan oleh eksploitasi berlebihan dalam kerangka penyediaan akomodasi sarana pendukung pariwisata. Hal itu ditegaskan Deputi Internal Walhi Bali, Suriadi Darmoko di sela aksi demonstrasi yang mereka gelar di depan Kantor Gubernur Bali, Selasa 5 Juni 2012.

Dari studi yang dilakukan oleh Walhi Bali, kata Darmoko, menunjukkan jika ancaman krisis ekologi di Bali dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Tentu saja hal itu mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di Bali. “Walhi memandang perlu mendesak dan mendukung pemerintah serta stakeholder lainnya untuk melakukan berbagai upaya serius dalam rangka mengantisipasi ancaman krisis ekologi di Bali,” papar Darmoko. Penyelamatan lingkungan Bali itu, menurut Darmoko harus dilakukan lantaran terjadi pembangunan infrastruktur pariwisata secara masif, ekspolitasi lingkungan hidup, dan ancaman krisis air bersih yang terjadi.

Selain itu, dia juga membeberkan beberapa kasus krusial terkait dengan perusakan lingkungan hidup di Bali dan kebijakan pemerintah yang tidak pro lingkungan hidup. Pertama, kata dia, pembangunan akomodasi pariwisata di Bali selatan yang saat ini sudah over kapasitas. Padahal dari hasil studi yang dilakukan oleh Universitas Udayana bersama Badan Sumberdaya Kebudayaan dan Pariwisata menunjukkan jika wilayah Bali selatan sudah tak layak lagi untuk pembangunan akomodasi wisata. Alasannya, dia menyebut jika di wilayah ini terjadi kelebihan 9.800 kamar.

Kendati begitu, imbuh dia, pemerintah masih memberikan izin pembangunan beberapa sarana akomodasi pariwisata di wilayah ini. “Di satu sisi Pemprov Bali mengeluarkan moratorium di wilayah Bali selatan. Tapi di sisi lain, pemberian izin jalan terus,” ujar dia.

Kedua, Darmoko menyebut soal eksploitasi berlebihan yang terjadi di sektor hulu, sehingga menyebabkan terjadinya krisis air bersih di Bali. Kasus yang paling menonjol adalah pengembangan kawasan hutan Dasong di pinggir Danau Buyan oleh sebuah pengembang. “Dampaknya sudah bisa dilihat. Air danau meluap, danau semakin dangkal dan erosi terus terjadi,” beber Darmoko.

Ketiga, ucap dia, soal pencemaran limbah di pantai-pantai dan sungai-sungai Bali yang kian memprihatinkan. “Ada 13 pantai yang tercemar, termasuk di beberapa pusat pariwisata seperti Kuta, Sanur dan Nusa Dua. Kondisi ini akan terus berkembang bila tidak dilakukan cara-cara pencegahan,” tuturnya.

Sementara itu, Asisten I Pemprov Bali, I Wayan Suasta menyatakan, secara umum Pemprov Bali sudah melakukan berbagai upaya penyelematan lingkungan hidup. “Kalau Anda lihat, Gubernur Mangku Pastika selalu mengisi waktu liburnya dengan memimpin langsung penanaman pohon di berbagai wilayah di Bali. Kalau mau dihitung sudah ribuan pohon yang ditanam gubernur bersama SKPD,” imbuh Suasta. Kendati begitu ia mengaku jika masukan dan pemikiran konstruktif dari Walhi akan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam melaksanakan penyelamatan lingkungan di Bali.

Dalam rangka memperingati hari lingkungan hidup internasional yang jatuh pada 5 Juni tiap tahunnya diisi dengan aksi demonstrasi oleh puluhan aktivis Walhi Bali. Mereka menggelar aksi unjukrasa di depan Kantor Gubernur Bali. Aksi tersebut mendapat pengawalan ketat dari puluhan aparat keamanan. Akibat aksi itu, pintu gerbang utama kompleks Kantor Pemerintahan Provinsi Bali terpaksa ditutup untuk umum. Para pegawai terpaksa harus memasuki kompleks perkantoran melalui pintu gerbang di sebelahnya.BOB-MB