komisidprri5Denpasar (Metrobali.com)-

UU No 33 Tahun 2004 yang salah satunya mengatur dana perimbangan antara pemerintah pusat dan daerah dinilai tidak adil oleh sebagian besar Kepala Daerah di Indonesia. Sampai saat ini sudah banyak kepala daerah yang telah melayangkan protes tentang substansi UU tersebut yang juga mengatur tentang dana bagi hasil antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tersebut. Hal ini menjadi sorotan Wakil Gubernur Bali, Ketut Sudikerta, yang kemudia mengusulkan adanya revisi terhadap UU saat dirinya mewakili Gubernur Bali dalam menerima kunjungan rombongan komisi XI DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Komisi, Ir. H. Soepriyatno, di Gedung Wiswa Sabha Utama, Kantor Gubernur, Rabu (24/3). Menurut Sudikerta, dalam UU tersebut, diatur daerah yang mendapatkan dana perimbangan melalui dana bagi hasil dikhususkan bagi daerah penghasil pajak dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. “Kita tidak punya SDA, hanya punya SDM. Penghasilan kita dari Pariwisata saja, padahal setiap tahun kita menyetor devisa cukup tinggi ke pusat, namun alokasi dana dari pusat untuk Bali sangat kecil,” jelasnya. Sebagai penghasil devisa, setiap tahunnya Bali menyumbang sekitar 47 triliun ke kas negara, namun timbal baliknya Bali hanya mendapatkan dana perimbangan sebesar 1 triliun. “Angka itu sangat kecil, 10% saja tidak sampai,” bebernya. Masih masalah dana perimbangan, jika Bali bisa mendapatkan 10% dari besar devisa yang disetor, Sudikerta optimis dana dari pusat yang didapat bisa mendongkrak APBD Bali yang saat ini sebesar 5 triliun. “Bayangkan dengan tambahan 4 triliun lebih, akan banyak program pro rakyat yang bisa kita tuntaskan, pun dengan infrastruktur yang akan semakin banyak dibangun,” ujarnya optimis. Sudikerta menyatakan kesiapannya untuk ikut membahas revisi UU dimaksud di tingkat pusat. “Bali yang mengandalkan sektor pariwisata memerlukan berbagai sarana dan prasarana penunjang . Jika revisi UU dana perimbangan ini berhasil, maka kami bisa membangun prasarana untuk mendukung Pariwisata Bali,” bebernya.

Selain masalah dana perimbangan, dalam kesempatan itu juga diusulkan tentang penambahan penghasilan yang bersumber dari wisatawan manca negara itu sendiri. Dijelaskannya seperti kebanyakan negara di dunia telah mengenal istilah Donation For Heritage Culture and Environment yang dipungut langsung di Bandara ketika wisatawan tiba. Setiap wisman yang masuk ke suatu negara dikenakan biaya donasi untuk kebersihan yang hampir mencapai 500.000 rupiah. Dana itu biasanya digunakan untuk menata kawasan pariwisata di negara tersebut. “Sementara kita tidak memiliki regulasi untuk menjalankan program tersebut. Maka dari itu saya mohon komisi XI bisa memfasilitasi agar terbitnya regulasi tersebut dan menambah PAD kami dalam menata kawasan wisata,” jelasnya. Karena menurutnya selama ini wisman yang berkunjung ke Bali juga telah ikut membawa dampak untuk lingkungan, seperti bertambahnya sampah dan berkurangnya debit air tanah. Jika regulasi tersebut bisa dijalankan, diharapakan pemprov tidak lagi mengalokasikan dana APBD untuk menata kawasan wisata.

 Sementara itu, Ketua Komisi XI, Soepriyatno yang menampung masukan Wagub  tidakmenampik bahwa selama ini memang sudah banyak Kepala Daerah yang menginginkan revisi UU NO 33 tahun 2004 tersebut. Dari sekian banyak usulan masuk, pihak komisi XI yang membidangi masalah keuangan dan perbankan,  berencana akan membahas masalah itu dengan memanggil serta Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas. Dia juga mengharapkan dana bagi hasil tersebut bisa dinikmati secara merata tidak hanya oleh pemerintah provinsi, namun pemerintah kabupaten dan kota juga. Dalam kesempatan itu, Soepriyatno juga menjelaskan, tujuan kunjungan DPR RI dalam masa reses ini adalah untuk menyerap aspirasi daerah untuk dibahas di tingkat pusat. Dia juga mengapresiasi tingkat pertumbuhan ekonomi Bali yang masih di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 6,02%. Begitu juga dengan laju inflasi yang masih menjadi paling rendah tingkat nasional sebesar 2,75%. Ditambahkannya, meskipun angka kemiskinan di Bali meningkat, namun masyarakat tidak begitu terkena dampaknya. Dia mengharapkan pemprov Bali agar segera mencari solusi atas peningkatan angka kemiskinan tersebut sebelum berimbas ke sektor lainnya.

 Dalam kesempatan itu, hadir pula Kepala Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) Prov Bali, Sudiro AK, MM, Kepala Badan Statistik (BPS) Provinsi Bali, Adi Nugroho, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bali, Zulmi, para kepala SKPD Provinsi Bali serta Ketua Kadin Provinsi Bali. AD-MB