Oleh I Ketut Puspa Adnyana

“ Om Hyang Widi, Sumber Sejati segala Kehidupan. Tuntulah hamba pada pikiran terang. Tuntunlah hamba pada sikap yang menunjung tinggi prilaku berkesusilaan. Hindarkanlah hamba dari tindakan yang mencederai perasaan setiap orang. Om Santih”.

PENGANTAR

Kehidupan yang selalu menjadi dambaan setiap orang, apapun agamanya adalah suasana kedamaian (santih). Damai mengandung makna setiap kebutuhan sosial terpenuhi dengan baik dalam lingkungan kehidupan sosial bermasyarakat. Agar damai itu tercapai diperlukan tuntutan agar setiap orang tertib dan taat. Saat kebutuhan tertib dan taat dirasa penting, kehadiran Agama menjadi sangat penting. Semua agama nampaknya pernah mendapat gangguan dari pemeluk agama lain, dan tentu saja oleh “oknum” yang tidak dapat dilepaskan dari agama yang dianutnya. Kini giliran Hindu dan pemeluk Hindu.
Kecendrungan manusia secara sosiologis, suka menilai orang lain, tetapi bukan dirinya.  Berbeda dari segi ajaran agama, misalnya Agama Hindu, seseorang dilatih untuk melakukan penelitian batin sebuah laku spiritual agar mengenal dan fokus pada dirinya terlebih dahulu (Atma Dhyana). Mencapai atma dhyana tidak mudah harus melakukan serentetan disiplin yang terkait dengan pengekangan indera indera (yoga).
Orang yang sudah sampai pada tahap atma dhyana, pastilah tidak merupakan sumber masalah tetapi solusi bagi kehidupan yang harmonis. Karena itu, bila ada persoalan yang menyentuh perasaan orang lain (agama lain) pastilah seseorang tersebut belum paham. Menghadapi orang tidak paham, dampaknya orang pintar nampak bodoh. Merasa bodoh adalah sikap spiritualis sejati. Karena merasa bodoh bertentangan dengan sikap ego (ahangkara).

SEPINTAS ULASAN TENTANG VIDIO VIRAL

Karena vidio berdurasi sekitar 9.55 menit tersebut viral, menjadi perbicangan hangat di kalangan netizen Umat Hindu. Beberapa lembaga dan perseorangan sudah mendatangi Mapolda Bali, dan telah mendapat penerimaan yang baik. Bahkan Prajaniti Bali salah satu lembaga yang bernaung dibawah PHDI sudah melayangkan semacam nota keberatan, demikian juga FKUB. Menurut mereka telah terjadi pelecehan atau penistaan terhadap Agama Hindu dan tentu saja pemeluknya.
Penceramah di awal menjelaskan bahwa dirinya “TIDAK PAHAM” dan nampaknya ia penganut Hindu Bali. Hal tersebut dibuktikan bukan saja namanya jelas jelas menunjukkan ciri etnik Bali, tetapi juga ia menjelaskan kronologi dirinya yang sejak kecil mempertanyakan kehinduannya. Dengan gaya bahasanya yang nampak sangat percaya diri, dan diselingi tawa, membuat penyimak ceramahnya terpesona. Namun bagi penonton vidio beragama Hindu tentu saja meradang.
Ada beberapa catatan penting yang dapat diambil dari penjelasan penceramah: (1) Hindu banyak Tuhan (Brahma, Wisnu, Siwa); (2) Setan Besar ada di Hindu atau India, Bali, dll; 3) Ngaben Membakar Mayat; dan (4) lainnya. Dalam artikel ini tidak perlu dijelaskan pengertian dan makna dari konsepsi Tuhan dalam ajaran Hindu (Teologi Hindu, Brahma Widya). Juga tidak perlu lagi deijelaskan mengenai Konsepsi makluk makluk ciptaan Tuhan termasuk keberadaan setan (sarvaprani). Pun juga tidak perlu dijelaskan mengenai Ngaben dan Pembakaran Mayat (Anjesty samskra yajna).
Yang perlu didiskusikan adalah langkah ke depan yang menyangkut: (1) Kebebasan menilai Agama lain oleh bukan pemeluk Agama tersebut; (2) Batasan Ulasan sebuah agama secara ilmiah untuk kepentingan Ilmu Pengetahuan; (3) Sikap menangani Pelecehan dan Penistaan Agama; (4)  Peran pemerintah sebagai fasilitator; (5) Aspek Penegakan Hukum Positif; dan (6) Respon positif pemeluk Agama yang terdampak.
Karena meluasnya sebaran vidio tersebut sangat merugikan Hindu secara umum dan dapat menganggu ketertiba umum, maka secara Hukum perlu diulas tersendiri. Karenanya, dalam artikel ini hanya diulas poin nomor 6: Respon Positif Pemeluk Agama yang terdampak.
RESPON POSITIF DALAM KONSEPSI AJARAN AGAMA HINDU
Dalam tradisi keluarga di Bali, perbuatan bersusila seorang anggota keluarga tentu saja menjadi tujuan membangun keluarga, yang dikenal dengan Keluarga Sukinah Bawanthu. Anggota keluarga yang berbuat tidak beretika apalagi tidak berkesusilaan, membuat MALU, karena juga menyangkut leluhur. Keluarga Bali yang taat, selalu terkait dengan memuliakan leluhur.
Mereka yang sampai pada diksa menjadi seorang Sulinggih atau Pandita menurut sastra Hindu mendorong kemuliaan leluhurnya dan mengankat keturunnya 7 tingkat. Sungguh mulia. Namun apabila keluarga membuat kenistaan, misalnya Sang Pandita berlaku bertentangan dengan swadharma dan sesane akan berdampak pada runtungnya kemulaian leluhur dan keturunannya 7 tingkat melorot ke bawah. Karena itu, perbuatan baik keluarga Hindu menjadi cita cita dan harapan besar melalui konsepsi ajaran keluarga Sukinah Bawanthu, keluarga yang melahirkan SUPUTRA. Karena itu tindakan jahat seorang anggota keluarga sering dikaitkan dengan asal muasal keluarga, bakan leluhurnya.
Respon adalah tindakan dari sebuah perbuatan. Apabila perbuatan itu baik (subhakarma) respon yang muncul adalah positif, den sebaliknya, apabula perbuatan tersebut menistakan seseorang (asubhakarma) respon yang muncul adalah negatif (Rtam). Setiap tindakan pasti membuahkan hasil.
Dalam kasus Vidio Viral ini, kandungannya dipandang oleh umat Hindu sebagai sebuah penghinaan, pelecehan dan penistaan terhadap Agama Hindu. Standar ini tentu menjadi kewenangan lembaga dan penegak hukum. Sesuatu yang dapat membangkitkan spirit militansi yang membuat ketersinggungan. Ketersinggungan ini secara sosiologis dapat memicu tindakan kekerasan yang dapat menganggu ketertiban dan keamanan. Menjaga ketertiban dan keamanan bukan saja tanggungjawab pemerintah tetapi tanggungjawab semua warga negara.
Apabila tindakan ini sampai menimbulkan gerakan anarkis dan konflik horizontal, ujungnya bisa melanggar hukum. Karena itu menyikapi kasus ini harus arif dan bijaksana (penerapan wiwekajnanam).

1.      KONSEPSI AJARAN TATWAM ASI.

Vasudewa Kuthumbhakan, “Semua Orang Bresaudara”. Pertama yang harus dilakukan umat Hindu adalah melihat bahwa penilaian seseorang kepada kita adalah sebagai bentuk kepedulian dan penghormatan. Maka sikap ini juga harus direspon secara terhormat. Ini adalah sikap yang diajarkan oleh semua agama: menghormati orang lain. Bila penilaian seseorang yang direspon dengan cara menghormatinya terdapat hal negatif, maka perlu melakukan dialog di dalam diri mengapa hal tersebut terjadi (penelitian batin sebagai sikap spiritualis sejati, mulat sarire). Bila responnya bertentangan dengan rasa hormat, berarti yang lahir adalah ahangkara (ego). Ahangkara melahirkan kegelapan dan kegelapan adalah sumber kebodohan. Orang bodoh selalu bertindak salah, kecuali ia berpura pura bodoh. Sikap memaafkan sangat dibutuhkan, sampai pada batas standar teloransi. Respon berdasarkan ajaran Hindu ini pasti lamban, tetapi dijamin mencapai kedamaian bersama.

2.      INSPIRATIF SEBAGAI SESULUH.

Tidak banyak orang mau secara terang terangan mengkritisi seseorang atau sebuah komunitas. Kandungan ceramah dalam Vidio Viral ini harus disikapi sebagai sebuah kritik yang mengandung kepositipan secara internal. Jangan jangan apa yang dikatakan dan dijelaskan secara terencana lewat slide tersebut adalah kebenaran terhadap sebagian umum pengetahuan umat Hindu tentang ajaran agama Hindu. Jangan jangan ini adalah sinyal atau pertanda bahwa KITA sedang ditegur untuk melakukan perbaikan perbaikan. Sangat mungkin penceramah tidak menduga bahwa ceramahnya yang menurut Umat Hindu melecehkan Ajaran Hindu terbuka ke media sosial dan ditonton bukan saja kalangannya dalam kampus. Bila kemudian, sang penceramah setelah mendapat respon dari penganut Agama yang terdampak tidak merasa menyesal, berarti sang penceramahpun melecehkan agama yang baru dianutnya. Dalam situasi ini mejelis agama yang dianutnyapun  pasti merespon. Dengan demikian, Vidio Viral Sang Penceramh dapat dijadikan sebagai awal perbaikan secara intern untuk menjawab sebuah pertanyaan: Mengapa orang orang Hindu mudah terkonversi? Apa peran keluarag dan orang tua bila tidak dapat membendung salah seorang keluarganya sebagai konvertor.

3.      TINDAKAN HUKUM.

Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Hukum adalah panglima dalam membangun kepatuhan warga negara terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Setiap warga negara berhak atas perlakuan hukum yang adil, berimbang dan sejajar tanpa membedakan latar belakang agama dan kebudayaan yang dianutnya. Orang orang Hindu adalah warga negara Indonesia yang dijamin kedudukan hukumnya. Apabila dengan tegas dapat dibuktikan bahwa kandungan ceramah tersebut mengandung aspek aspek pelanggaran hukum, membawa ke ranah hukum adalah tindakan yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Hindu.

PELAJARAN POSITIF BAGI UMAT HINDU
Sampai hari ini banyak Umat Hindu yang terkonversi ke Non Hindu, sesuai dengan pilihannya. Demikian juga banyak Umat Non Hindu dengan sukarela kembali memeluk Hindu dengan sukarela tanpa tekanan melalui Sudi Widani Samskara Yajna. Mengenai siapa yang lebih “beruntung” mendapat lebih banyak, tidak ada data yang secara jujur dapat dipercaya. Namun dengan melihat frekuensi informasi di media sosial, Hindu nampaknya menjadi sasaran yang mudah dipancing: apakah melalui perkawinan atau secara sukrela keluar dari Hindu. Hindu menyebut orang orang ini sebagai Nastika.
Nastika dijelaskan dalam Bhagawad Gita sebagai tindakan seseorang yang meninggalkan ajaran Weda. Dalam Bhagawad Gita Paduka Sri Krishna menyebutkan bahwa seseorang yang meninggalkan ajarananNya disebut Nastika, tidak ada cara untuk menolongnya dari dosa besar.
Artinya sesorang Nastika bukan sekadar tidak percaya adanya Tuhan (ateis), tetapi ajarannya juga. Karena itu dinyatakan bahwa sesorang Nastika akan didera oleh penderitaan dan tidak akan memperoleh pengampunan dosa. Di dalam Pustaka Suci Manawa Dharmasastra disebutkan fungsi keturunan adalah menyempurnakan leluhurnya melalui doa dan perbuatan baik. Seseorang sejak lahir sudah dibekali hutang jasa yang harus dilunasi kepada orang tuanya (Tri Ranam). Dengan melakukan konversi seseorang kehilangan kesempatan membayar hutang jasa.
Karena Nastika adalah pengingkaran terhadap ajaran Weda, maka siapapun yang tidak ikut mencegahnya masuk ke dalam konspirasi kejahatan: keluarga, prajuru dan lainnya. Namun selalu ada penyimpangan dalam setiap standar ideal yang merupakan resiko dari sebuah tindakan. Dengan cara demikian, kejahatan akan terus berkembang dan berhenti sampai lahirnya seorang awatara. Nastika ini sesugguhnya dapat dicegah, dan tidak perlu menunggu lahirnya awatara, bila keluarga Hindu memiliki militansi terhadap agama yang dianutnya.

PENUTUP
Tindakan melawan hukum harus ditindak dengan tegas. Bila tidak ditindak dan diberi efek jera, kejahatan ini akan menjadi modus untuk mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Vidio Viral Sang Penceramah sudah menciptakan keresahan bagi Umat Hindu sehingga sudah menjadi ranah penegak hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Umat Hindu yang saat ini merasa “disakiti”, namun harus tetap bersikap tenang dan memberikan kesempatan kepada lembaga dan tokoh tokoh Umat Hindu bekerja adalah sikap yang bijaksana dan manis. Jangan sampai sudah terpapar rasa sakit, umat Hindu mempersulit dirinya lagi dengan tindakan melawan hukum. Penerapan Wiwekajnanam sebagai diajarkan Weda, saatnya untuk diterapkan.
Semoga semua mahluk hidup sejahtera, berbahagia dan damai.
Om sahntih santih santih Om.