Keterangan foto: Usai mencetak rekor dunia MURI di Petitenget Festival, Minggu sore (16/9/2018) di Pantai Petitenget, Kerobokan Badung, puluhan penari Tari Tenun mengalami kerauhan.

Badung (Metrobali.com)-

Sebanyak dua ribu penari dengan kompak berbalut gerakan yang indah dan menawan menarikan Tari Tenun yang akhirnya mencetak rekor dunia MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia) di Petitenget Festival,  Minggu sore (16/9/2018) di Pantai Petitenget, Kerobokan Badung. Namun usai menari, puluhan penari mengalami kerauhan.

Beberapa diantara mereka berteriak histeris. Ada juga yang tampak lemas sambil terus menerus menangis. Beruntung panitia sudah memprediksi hal ini sebelumnya. Sebab kerauhan memang hal biasa dan menjadi “menu keseharian” para penari yang menampilkan tari sakral di Petitenget.

Puluhan pemangku yang sudah disiapkan sebelumnya langsung menghampiri para penari yang kerauhan dan segera memercikkan tirta (air suci). Tidak lama kemudian puluhan penari yang kerauhan ini kembali sadar seperti sebelumnya.

Kerauhan ini juga tidak berlangsung massal dan berlarut-larut seperti yang terjadi pada saat peluncuran Tari Rejang Sandat Ratu Segara pada Pembukan Tanah Lot Art and Food Festival II pada Sabtu (18/8/2018) di Tanah Lot, Tabanan.

Ketua Panitia Petitenget Festival, AA Bayu Joni Saputra mengatakan kerauhan ini menunjukkan ada energi positif yang turun kepada para penari, bukan energi negatif dan merugikan penari. Kerauhan ini membuktikan taksu para penari mampu memancar keluar.

“Kerauhan pada penari itu hal lumrah di Desa Adat Kerobokan. Sebab kerauhan itu bukti pragina hadir memberikan energi dan spirit positif dan semacam ada restu serta berkah atas tari yang ditampilkan,” terang pria yang akrab disapa Gus Joni itu.

Antisipasi panitia dengan menyiagakan puluhan pemangku untuk menangani kerauahnjuha sangat tepat. Selain memang berbagai upacara ritual telah dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kerauhan massal dan berlarut-larut. Seperti matur piuning, nunas tirta, ngelarung ke Segara Kidul dengan sesajen persembahan kacang-kacangan dan  bunga melati.

Lalu menghaturkanlalaban (sesajen) untuk  ButhoIjo, sosok raksasa sakti yang diyakini sebagai penjaga Desa Adat Kerobokan. Termasuk juga melakukan pasupati pada patung ButhoIjo yang ada di Pantai Petitenget  yang menjadi ikon Petitenget Festival ini. Ada pula semacam pelinggih sanggar tawang di dekat patung ButhoIjo ini untuk masyarakat dan pemangku setempat menghaturkan persembahan.

Sementara itu penghargaan rekor dunia atas penampilan Tari Tenun dengan penari terbanyak ini diserahkan Manajer MURI Andre Purwandono kepada Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja didampingi Ketua Panitia Petitenget Festival AA Bayu Joni Saputra. Disaksikan pula Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa.

Tari Tenun merupakan tari kreasi khas Bali yang diciptakan oleh seniman asal Banjar Campuhan, Kerobokan yakni Nyoman Ridet pada tahun 1957. Tari Tenun ini menggambarkan kegiatan wanita desa yang sedang membuat kain tenun dengan alat-alat yang sangat sederhana.

Keseluruhan gerak tari ini merupakan perpaduan antara unsur-unsur tarian klasik yang ditambahkan dengan gerak-gerak imitatif atau hasil kreativitas penciptanya. Saat ditarikan secara  berkelompok, tari menekankan pada kekompakkan gerak sehingga keindahannya semakin terlihat indah.

Pewarta: Widana Daud

Editor      : Whraspati Radha