Asap dari gas air mata di jalan-jalan di Hong Kong, 27 Oktober 2019.

Perekonomian Hong Kong sudah jatuh ke dalam resesi terpukul oleh unjuk rasa anti-pemerintah yang sudah berlangsung selama lima bulan dan akhir pekan lalu, kembali membara.

Reuters melaporkan, Senin (28/10), Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan memastikan kota itu tidak akan mencapai pertumbuhan pada tahun ini.

Para demonstran yang berpakaian hitam-hitam dan mengenakan topeng membakar toko-toko dan melemparkan bom molotov kepada polisi saat unjuk rasa pada Minggu (28/10). Dan seperti sebelumnya, polisi merespons dengan menembakkan gas air mata, meriam air, dan peluru karet.

Siaran TV menunjukkan para demonstran, yang berbondong-bondong menuju Hotel Kowloon dan jajaran pertokoan di Nathan Road, membakar barikade yang dipasang di jalan-jalan dan mengucurkan bensin dari botol-botol plastik ke arah api di pintu-pintu masuk stasiun bawah tanah.

“Tamparan (dari unjuk rasa) terhadap perekonomian kita itu komprehensif,” kata Paul Chan dalam sebuah unggahan di blog. Dia menambahkan perkiraan awal untuk Produk Domestik Bruto (PDB) Hong Kong pada kuartal ketiga yang akan dirilis Kamis (31/10) akan menunjukkan dua kontraksi kuartalan berturut-turut. Kontraksi adalah definisi untuk resesi.

Dia juga mengatakan akan “sangat sulit” untuk mencapai perkiraan pertumbuhan ekonomi tahunan 0-1 persen yang disampaikan pemerintah sebelum protes-protes pecah.

Para pengunjuk rasa marah dengan apa yang mereka anggap peningkatan intervensi oleh Beijing di Hong Kong. Kota itu dikembalikan kepada China pada 1997 di bawah “satu negara, dua sistem” untuk menjamin kebebasan yang tidak didapat di China daratan.

China membantah ikut campur. Negara itu malah menuduh pemerintah-pemerintah asing, termasuk AS dan Inggris yang membuat keributan.

Jumlah kedatangan wisatawan anjlok hampir 50 persen pada Oktober. Chan menyebut penurunan jumlah turis sebagai “darurat.”

Para peritel, mulai dari pusat-pusat perbelanjaan mewah hingga bisnis-bisnis yang dikelola oleh keluarga, terpaksa tutup hingga berhari-hari selama beberapa bulan terakhir.

Meski pihak berwenang sudah mengumumkan langkah-langkah untuk menyokong usaha kecil-menengah (UKM), Chan mengatakan langkah itu hanya “sedikit mengurangi tekanan.”

“Biarkan warga kembali ke kehidupan normal, biarkan industri dan perdagangan kembali normal, dan menciptakan ruang lebih besar untuk dialog yang rasional,” tulis Chan. [ft]