Foto: Para narasumber dan peserta seminar “Membangun Agribisnis dalam Peningkatan Pendapatan Pertanian” yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar, Kamis (11/7/2019) di Aula Udyana Santhi Yayasan Dwijendra Denpasar.

Denpasar (Metrobali.com)-

Sektor agribisnis tampaknya makin seksi berkat sentuhan teknologi. Salah satunya yang kini makin trend dan banyak digeluti anak muda startup (usaha rintisan) produk kopi dan olahan atau produk turunannya yang juga dipasarkan secara online.

Hal ini pun diyakini akan mendorong bisnis inklusif kopi di Bali dan inklusi agribisnis secara umum. Universitas Dwijendra pun tidak mau ketinggalan dengan peluang tersebut khususnya dalam mempersiapkan mahasiwa menjadi wirausaha (enterpreneur) atau pelaku startup di sektor agribisnis berbasis teknologi.

“Kami ingin ciptakan bisnis inklusif kopi di Bali berbasis teknologi dan itu bisa juga ikut dilakukan mahasiswa Universitas Dwijendra khusus juga yang di Fakultas Pertanian,” kata Rektor Universitas Dwijendra Denpasar Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., M.MA.

Hal tersebut diungkapkan Rektor saat menjadi narasumber dalam seminar “Membangun Agribisnis dalam Peningkatan Pendapatan Pertanian” yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra Denpasar, Kamis (11/7/2019) di Aula Udyana Santhi Yayasan Dwijendra Denpasar.

Seminar juga menghadirkan narasumber guru besar Program Studi (Prodi) Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof. Ir. I G. A.A. Ambarawati,M.Ec.,PhD., dengan moderator Ni Made Intan Maulina, S.P., M.P. Hadir pula Dekan Fakultas Pertanian Ir. Ni Ketut Kariati, bersama para dosen dan mahasiswa peserta seminar.

Ajak Mahasiswa Jadi Pebisnis Kopi dari Kampus

Dalam kesempatan ini Rektor Universitas Dwijendra Dr. Sedana juga memaparkan materi terkait bisnis inklusif kopi di Bali berdasarkan pengalamannya di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pengelolaan bisnis inklusif kopi telah dilakukan di Manggarai yang diprakarsai dan diselenggarakan proyek AIP-PRISMA (Australia-Indonesia Partnership-Promoting Rural Income through Support for Markets in Agriculture) yang dimulai tahun 2014 sampai 2017.

Dalam proyek ini Dr. Sedana dipercaya sebagai progam manajer pengembangan bisnis kopi inklusif di Manggarai, Ngada, dan Ende. Untuk itulah dengan pengalaman bisnis inklusif kopi di Manggarai ini diharapkan mahasiswa khususnya banyak juga yang dari daerah Timur dapat pemahaman dan praktik agribisnis.

“Saat mereka kembali ke Manggarai bisa membina petani kopi atau membudidayakan tanaman kopi warisan orang tua dan menjadi petani kopi modern dengan sentuhan teknologi,” ujar Dr. Sedana.

“Mereka bisa jadi pebisnis kopi karena permintaannya sangat tinggi. Baik di level petani  hingga produk olahannya. Apakah jual green been atau olahan kopi di gerai-gerai. Mereka bisa buka kafe atau bisa juga jadi barista yang handal,” imbuhnya.

Berdasarkan pengalaman terlibat dalam proyek pengembangan bisnis inklusif kopi di Manggarai (Flores) ini Rektor Universitas Dwijendra Dr. Sedana berinisiatif akan mengajak mahasiswa mendirikan UMKM kopi. Yakni awalnya dengan mengolah kopi Manggarai di kampus dengan sentuhan teknologi dan pengemasan yang menarik.

“Saya akan buka UMKM pengusaha kopi.
Mahasiswa dari Manggarai, Flores bisa bawa kopi ke kampus dan disini diolah dengan mesin. Lalu dikemas dengan bagus dan ada ceritanya.
Karena kopi Manggarai salah satu terbaik, mutu kopinya sudah mendunia,” paparnya.

“Sementara kami garap pasar lokal Bali dulu. Nanti agar dikembangkan lebih jauh. Termasuk bagaimana menciptakan bisnis inklusif kopi di Bali dengan merujuk apa yang berhasil dikembangkan di Manggarai,” imbuh Doktor lulusan Universitas Udayana ini.

Replika Bisnis Inklusif Kopi di Manggarai untuk Bali

Lebih lanjut diterangkan, pengalaman pengembangan bisnis inklusif di Manggarai Timur, secara jelas terlihat bahwa aktor pasar yang terlibat telah saling memahami peran atau tugas yang harus dilakukan dalam pengembangan bisnis kopi guna menjamin keberlanjutan bisnis inklusifnya.

Diungkapkan berdasarkan pengalaman pengembangan bisnis inklusif kopi di Manggarai Timur, terdapat lima aktor pasar yang dilibatkan. Pertama, koperasi petani kopi dan Unit Pengolahan Hasil (UPH).  Kedua, PT. Indokom Citra Persada (eksportir kopi).

Ketiga,  Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Institute (ICCRI sebagai lembaga penelitian). Keempat, Bank Nusa Tenggara Timur (bank pemerintah daerah sebagai pemberi kredit). Terakhir, VECO-Indonesia (LSM internasional sebagai co-fasilitator).

Oleh karena itu, bisnis inklusif kopi di Manggarai dapat dijadikan sebagai suatu pembelajaran bagi pemerintah Provinsi Bali dan kabupaten untuk melakukan pengembangan bisnis inklusif kopi pada sentra-sentra kopi di Bali.

“Replikasi pengembangan bisnis inklusif kopi Flores (Kabupaten Manggarai Timur) di Bali didahului dengan penerapan model bisnis kopi,” ujar Dr. Sedana.

Adapun model bisnis kopi yang dapat dibangun harus melibatkan berbagai komponen atau aktor-aktor pasar yang ada, yaitu kelompok petani/koperasi petani kopi, pengusaha kopi/eksporter kopi, ICCRI/perguruan tinggi, lembaga keuangan, pemerintah. (wid)