Satyawira: “Ini Perjuangan Minoritas untuk Mayoritas”
Ketua PC FSP PAR-SPSI Kab. Badung Putu Satyawira Marhaendra (pegang mik) saat akan membuka kegiatan sosialisasi pendidikan organisasi FSP PAR-SPSI Unit Hotel Sol Beach House Bali
Ketua PC FSP PAR-SPSI Kab. Badung Putu Satyawira Marhaendra (pegang mik) saat akan membuka kegiatan sosialisasi pendidikan organisasi FSP PAR-SPSI Unit Hotel Sol Beach House Bali

Badung (Metrobali.com)-

Dewan Pengupahan Kabupaten Badung telah memutuskan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Badung tahun 2018 sebesar Rp. 2.499.580,99. Tahun 2018, Kabupaten Badung juga akan memiliki Upah Minimum Sektor Kabupaten (UMSK) Badung.
UMSK Badung ini lahir, atas kesepakatan bipartit antara PHRI Kabupaten Badung yang diwakili langsung ketuanya I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, dari serikat pekerja pariwisata PC FSP PAR-SPSI Kabupaten Badung yang dihadiri ketuanya Putu Satyawira Marhaendra bersama serikat pekerja lainnya.
Dari pertemuan bipartit tersebut, disepakati angka kenaikan Badung menjadi UMK naik 8,71 persen ditambah 5 persen untuk kenaikan UMSK, sehingga totalnya menjadi 13,7 persen.
“Per 23 Oktober 2017 juga mulai resmi diberlakukan struktur skala upah dari Aceh sampai Papua untuk perusahaan di seluruh Indonesia yang penerapannya diutamakan pada aspek masa kerja”, ungkap Ketua PC FSP PAR-SPSI Kabupaten Badung, Rabu (15/11), disela-sela kegiatan sosialisasi organisasi FSP PAR-SPSI di Unit Hotel Sol Beach House Bali Benoa.
Lebih lanjut dikatakan, penekanan pada aspek masa kerja agar upah minimum itu menjadi upah minimum yang berkeadilan, berdaya saing, dan demi kelangsungan hidup perusahaan.
“Sehingga tidak ada kecemburuan antara pekerja yang masa kerjanya satu tahun ke bawah dengan pekerja yang diatas 5 tahun, 10 tahun bahkan 30 tahun akan gajinya. Nah inilah yang akan bisa meningkatkan produktifitas, dan kelangsungan hidup perusahaan agar bisa memberikan kepuasan terhadap semua tamu yang datang ke Bali”, jelasnya.
Satyawira mengatakan, sekalipun organisasi serikat pekerja dan serikat buruh merupakan organisasi terbesar dan terbanyak anggotanya di Kabupaten Badung bahkan di Bali, Ia menegaskan UMK Badung dan UMSK Badung merupakan perjuangan minoritas yang merupakan pekerja yang menjadi anggota serikat pekerja dan serikat buruh, untuk mayoritas yang merupakan pekerja yang tidak menjadi anggota serikat pekerja dan serikat buruh.
Ia menyatakan demikian, karena meskipun banyak pekerja yang menyatakan tidak perlu menjadi anggota serikat pekerja dan serikat buruh, UMK akan ditetapkan oleh Gubernur Bali.
“Mereka pura-pura tidak tahu tanpa ada serikat pekerja dan serikat buruh yang mewakili pekerja di Dewan Pengupahan atau tidak sepakat dengan angka yang diusulkan maka tidak ada UMK yang ditandatangani Gubernur Bali. Contohnya di tahun 2016, kabupaten Jembrana tidak punya UMK karena SPSI yang mewakili pekerja tidak mau menandatanganinya”, beber Satyawira yang juga ketua PD FSP PAR-SPSI Bali.
Jadi ditegaskan Satyawira, inilah perjuangan minoritas untuk mayoritas, dan perjuangan ini tidak berarti apa-apa sekalipun sudah ada Pergub Bali, ketika pengusaha tidak mau menerapkannya dan pekerja tidak bisa mempermasalahkannya karena tidak menjadi anggota serikat pekerja dan serikat buruh. “Fakta ini selalu kami jumpai saat memonitoring pelaksanaan UMK setiap tahunnya”, tutupnya. ARI-MB