Kampala (Metrobali.com) –

Militer Uganda pada Senin larut malam (3/2) mengirim satu kontingen baru yang terdiri atas 1.600 prajurit pemelihara perdamaian di Somalia, yang dilanda perang, guna memperkuat upaya perdamaian dan menstabilkan negeri itu, kata juru bicara militer, Selasa (4/2).

Tentara dari Gugus Tempur Uganda (UGABAG) 13 akan ditempatkan di sektor satu di Somalia, yang berada di bawah kendali tentara Uganda dan Burundi, kata Juru Bicara Militer Uganda Paddy Ankunda melalui telepon kepada Xinhua.

“Tentara tersebut akan digelar secara layak di sektor satu. Tentara itu akan membantu memperkuat keamanan dan perdamaian di daerah yang sudah dibebaskan,” kata Ankunda, sebagaimana dikutip Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi.

Tentara Uganda dan Burundi, yang berada di bawah pengawasan Misi Uni Afrika di Somalia (AMISOM), di tempat di sektor satu –yang terdiri atas wilayah Banadir, Shabelle Hulu dan Tengah– dan di sektor tiga –yang mencakup Wilayah Bay dan Bakool.

Mereka juga beroperasi di Ibu Kota Somalia, Mogadishu, dan Markal.

Unit militer Uganda tersebut, yang dikomandani oleh Kol. William Bainomugisha, menggantikan tentara yang dipulangkan dan mendarat di Bandar Udara Internasional Entebbe pada Senin (3/2).

Uganda, yang menjadi negara pertama yang mengerahkan tentara ke Somalia pada 2007, menempatkan sebanyak 8.000 prajurit di negara Afrika itu.

Pada Sabtu (1/2), gerilyawan Somalia, Ash-Shabaab, berikrar akan melancarkan serangan baru terhadap pasukan asing, setelah Ethiopia bergabung dengan pasukan Uni Afrika yang memerangi kelompok garis keras itu.

Para komandan penting kelompok yang mempunyai hubungan dengan Al Qaida itu, termasuk pemimpin tertinggi gerilyawan itu Abdi Godane, bertemu pekan lalu, setelah Ethiopia secara resmi bergabung dengan misi dukungan PBB itu –yang dikenal dengan nama AMISOM, kata juru bicara Ali Mohamud Rage.

Pasukan Ethiopia memasuki Somalia tahun 2006 dalam satu serbuan yang didukung Amerika Serikat, tetapi mundur tiga tahun kemudian dalam menghadapi perlawanan keras. Mereka secara resmi kembali memasuki Somalia pada November 2011, saat beberapa satuan militernya tetap berada di Somalia.

Gerilyawan Ash-Shabaab, yang berhaluan keras, menguasai banyak daerah luas pedesaan Somalia Selatan. Kendati mereka mundur dari sejumlah kota akibat diserang AMISOM, beberapa satuan gerilyawan itu secara rutin melancarkan serangan mematikan di Ibu Kota Somalia, Mogadishu.

Pada Rabu (4/2), 4.395 tentara Ethiopia secara resmi bergabung ke dalam AMISOM, bersama dengan tentara dari Burundi, Djibouti, Kenya, Sierra Leone dan Uganda.

AMISOM mengatakan pasukan mereka akan melancarkan serangan yang lama ditunggu terhadap pangkalan Ash-Shabaab di daerah ujung selatan, sementara pasukan Kenya bergerak maju dari selatan, dan pasukan Uganda serta Burundi menekan dari utara.

Setelah serangkaian kemenangan, pasukan itu masih tetap berada di sana selama sekitar setahun, terhambat akibat terbatasnya jumlah pasukan dan kekuatan udara untuk bergerak maju.

“Ethiopia bergabung dengan AMISOM… sehingga mencerminkan kelemahan pasukan dan ketidak-mampuan mereka menguasai gerakan Ash-Shabaab,” kata Ali Mohamud Ragel.

“Itu mencerminkan fakta bahwa Somalia terbagi antara Kenya dan Ethiopia, dan masyarakat internasional mensahkan pembagian itu,” katanya.

Ethiopia mengirim pasukan ke Somalia dalam satu serbuan dukungan Amerika Serikat tahun 2006, tetapi tindakan itu menimbulkan aksi perlawanan berdarah dan pasukan itu mundur tiga tahun kemudian, setelah gagal memulihkan ketertiban dan keamanan. (Ant/Xinhua-OANA)