cok-ace
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, ‎Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati/MB
Denpasar, (Metrobali.com)
Belakangan ini, beberapa turis yang berlibur ke Pulau Bali membuat keonaran. Mulai dari Amokrane yang disebut-sebut sering makan tanpa membayar hingga akhirnya membunuh polisi, David dan Sara, duo sejoli asal Inggris dan Australia yang membunuh polisi di Pantai Kuta hingga seorang turis Jerman bernama Benyamin yang mengemis untuk foya-foya.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Provinsi Bali, ‎Cokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace menjelaskan, beberapa pihak menyebut banyaknya turis yang membuat ulah di Bali berkaitan dengan kebijakan pemerintah tentang bebas visa. “Memang ada beberapa pihak mengaitkan dengan bebas visa. Tapi saya tidak setuju 100 persen dengan hal tersebut ya. Saya kira yang terjadi di Bali karena memang ada ruang-ruang bagi mereka untuk mereka bisa tampil seperti itu apa adanya,” kata Cok Ace saat dihubungi Metrobali.com‎, Rabu, 14 September 2016.
Menurut dia, turis yang membuat ulah di Bali lantaran ia tak bisa melakukan hal itu di negara asalnya. ‎”Saya yakin di negara asalnya, kebebasan seperti itu tidak mereka dapatkan,” duga Cok Ace. Pria asal Gianyar ini mengaku komponen pariwisata telah memprediksi sejak lama tentang turis yang yang akan membuat ulah di Bali jika Pulau Seribu Pura ‘dijual’ sedemikian murah.
“Ini hal yang dari dulu, kami komponen pariwisata sudah mewanti-wanti. Jangan sampai Bali itu menarik gara-gara bebas dan murah. Itu predikat yang sama sekali tidak membanggakan kita semua,” ujarnya.
“Karena ada ruang yang menurut mereka bisa menyalurkan seperti mengemis, naik motor bertiga tanpa helm, itu kan bentuk kebebasan yang mereka dapatkan di Pulau Bali ini. Menurut saya sih ini perlu tindakan tegas saja. Jangan kita biarkan wisatawan berbuat sesukanya dia,” tambah Cok Ace.
Cok Ace mengaku soal ‘aturan main’ selama berada di Pulau Bali tak perlu disampaikan kepada turis begitu ia menginjakkan kakinya di Bali. Yang terpenting, ia melanjutkan, semua pihak menunjukkan sikap agar turis memahami apa yang boleh dan tidak mereka lakukan selama berada di Bali.
“Kalau memang mereka melihat suasana yang khidmat, yang beretika, dengan sendirinya aturan main itu mereka hormati. Tanpa ditulis peraturan itu bisa dihargai. Contoh, kenapa orang masuk ke tempat suci itu bisa khidmat. Ya kira-kira seperti itulah,” katanya. JAK-MB