Denpasar (Metrobali.com)-

Seluruh warga Bali malam ini tumpah tuah ke jalan menyaksikan pawai ogoh-ogoh dan upacara Tawur Kesanga yang digelar sehari sebelum perayaan Catur Brata Penyepian. Tak terkecuali turis asing yang sedang berlibur di Bali dan mendapatkan momen tahunan itu.

Sebut saja Joe. Warga negara Australia yang datang bersama keluarganya anak istri itu nampak senang menyaksikan pawai patung raksasa simbol butakala itu. Ia pun terus mengabadikan momen yang tak ditemui di negaranya itu.

“Bagi saya dan keluarga ini adalah momen penting. Tentu saya tak menyia-nyiakan untuk mengabadikannya,” kata Joe di depan Makodam IX Udayana, Denpasar, Senin malam 11 Maret 2013.

Lain Joe, lain pula Goerge, warga negara Swedia. Ia mengaku sangat senang bisa menyaksikan pawai ogoh-ogoh. Bahkan Goerge yang berlibur ke Bali bersama pacarnya itu berharap bisa ikut memikul ogoh-ogoh. “Pasti sangat berat. Tapi saya kira akan sangat menyenangkan,” ucap pemuda 20 tahun itu.

Di jalan-jalan raya, lautan manusia nampak memadati trotoar. Sementara iring-iringan ogoh-ogoh dipikul oleh puluhan orang, mulai dari anak-anak, pemuda hingga orang tua.

Di tiap perempatan jalan, ogoh-ogoh ini diputar dengan keras sambil diayun ke atas bawah. Tak jarang pengarak membawa lari ogoh-ogoh sambil berbelok ke kiri ke kanan. Tak jarang pula mereka terpelanting. Musik gamelan nampak mengiringi ogoh-ogoh yang diarak tiap banjar.

Ogoh-ogoh sendiri melambangkan sifat butakala atau kerakusan yang mesti dihindarkan. Sementara Nyepi yang merupakan bagian dari perayaan tahun baru Saka 1935 merupakan momentum kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (a-dharma). BOB-MB