Presiden AS, Donald Trump, berbicara di Roosevelt Room, Gedung Putih di samping Komisoner FCC, Ajit Pai, dalam acara peluncuran teknologi komunikasi 5G oleh AS, 12 April 2019 (foto: Reuters/Carlos Barria)

New York  (Metrobali.com)-

Dalam upaya untuk mengungguli China di bidang teknologi nirkabel generasi kelima, yang dikenal sebagai 5G, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan lelang frekuensi radio terbesar yang pernah ada dana dana sebesar $20 miliar untuk membangun jaringan utama serat optik di kawasan pedesaan.

“Kita tidak dapat biarkan negara lain manapun untuk mengalahkan Amerika Serikat dalam kompetisi di bidang industri yang sangat berpengaruh di masa depan,” ujar Trump dari Ruangan Roosevelt di Gedung Putih, didampingi oleh kelompok pemanjat menara telekomunikasi dan para petani. “Pertarungan di bidang teknologi 5G adalah pertarungan yang harus kita menangkan.”

Mulai 10 Desember, Federal Communication Commission (FCC) akan mulai melelang tiga frekuensi gelombang milimeter (di atas 37 GHz, 39 GHz, dan 47 GHz) untuk dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan telekomunikasi.

Beberapa sekutu Trump telah mencoba untuk membujuknya untuk secara efektif menasionalisasi teknologi ini sebagai masalah keamanan nasional.

Trump mengaku ia telah mempertimbangkan rencana seperti itu – yang ditentang oleh FCC dan lainnya – namun pada akhirnya tidak lagi menunjukkan dukungannya.

“Kami tidak ingin melakukannya. Hasilnya tidak akan sebaik, dan secepat yang diharapkan,” ujar Trump.

“Gagasan tentang jaringan 5G yang dirancang dan dioperasikan pemerintah di AS sama sekali tidak masuk akal. Pasar yang kompetitif, tidak terlalu dibebankan oleh peraturan sudah menjadi ciri yang diterapkan oleh AS selama ini. Kebijakan ini telah berhasil mencapai keberhasilan dalam kasus teknologi 4G dan akan mendorong investasi dan inovasi di bidang teknologi 5G,” ujar Gabriel Brown, seorang analis utama pada perusahaan riset industri telekomunikasi yang berpusat di London, Heavy Reading, kepada VOA.

“Selain itu juga tidak masuk akal dalam kaitannya dengan persaingan melawan China – ini adalah pasar yang berbeda dengan fase perkembangan yang berbeda.”

Riley Walters, seorang analis kebijakan pada Asian Studies Center, Heritage Foundation, sepakat, dengan mengatakan “sektor swasta adalah cara yang paling efisien untuk mendistribusikan berbagai kemampuan teknologi 5G, bahkan apabila langkahnya tidak sesuai dengan apa yang diingikan oleh para penyokong langkah nasionalisasi. Deregulasi harus dapat menekan biaya dari para pengembang domestik untuk meningkatkan wawasan waktunya.”

Menghubungkan Amerika

Teknologi 5G – dengan kecepatannya yang mencapai 100 kali lebih dibandingkan kecepatan internet dengan teknologi 4G yang ada saat ini – akan memungkinkan munculnya segala sesuatu dari apa yang disebut dengan kota-kota dan pertanian pintar hingga mobil swa-kemudi.

“Kami ingin warga Amerika menjadi yang pertama untuk menjadi yang pertama menarik manfaat dari revolusi digital yang baru ini sementara juga melindungi para inovator dan warga kita,” ujar Kepala FCC, Ajit Pai. “Kami tidak ingin warga pedesaan Amerika terabaikan.”

Dana Peluang Digitalisasi Kawasan Pedesaan yang mencapai $20,7 juta yang akan berasal dari sumber dana subsidi FCC yang ada, yang dimaksudkan untuk menghubungkan 4 juta rumah tangga warga Amerika dalam sepuluh tahun mendatang.

Peluncuran jaringan serat optik yang berbiaya tinggi dipandang sebagai sesuatu yang esensial untuk menghubungkan jaringan komunikasi nirkabel kembali ke pusat jaringan internet.

“Intervensi di tingkat ini akan mendorong investasi sektor swasta dan mempercepat jangkauan di daerah-daerah yang sulit dijangkau – manfaat ekonomi dan sosial dari jangkauan di kawasan pedesaan membuat campur tangan menjadi layak untuk membantu agar pasar dapat hidup,” ujar Brown.

“Menghimpun dana nasional untuk mendukung para inovator ini adalah gagasan yang hebat,” ujar Prakash Sangam, pendiri Tantra Analyst, yang terlibat dalam pemasaran dan pengembangan bisnis teknologi nirkabel. “Saya juga menyarankan pemerintah AS turn tangan dan memfasilitasi penyelesaian konflik di antara perusahaan teknologi Amerika sehingga mereka dapat bekerjasama dan secara efektif dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang disponsori oleh pemerintah asing.”

Kekhawatiran masalah keamanan

Satu tantangan yang ada adalah langkanya perusahaan manufaktur AS dalam perlengkapan jaringan teknologi 5G, bidang dimana Huawei dan ZTE asal China tampak mendominasi.

Tujuan-tujuan Trump untuk industri teknologi bertentangan dengan posisi Federal Trade Commission terkait Qualcomm, produsen chip terbesar di dunia. FTC telah melayangkan gugatan kepada perusahaan Amerika itu karena skema penentuan harganya dianggap menghilangkan peluang persaingan, menurut analis teknologi, Patrick Moorhead, presiden dan analis utama di Moor Insights & Strategy.

“Qualcomm menjadi satu-satunya harapan bagi negara ini dalam kepemimpinan di bidang teknologi 5G dan 6G dan dengan FTC yang membatasi gerak-gerik perusashaan itu, AS tidak pernah akan menjadi pemimpin. China yang akan mengambil alih kepemimpinan,” demikian prediksi Moorhead, seorang mantan eksekutif di bidang industri itu.

Seorang pejabat tinggi di Departemen Luar Negeri hari Rabu mengatakan kekhawatiran mengenai masalah keamanan tentang jangkauan Huawei dan ZTE pada perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di China, dan memastikan bahwa secara efektif mereka “berada di bawah perintah” Partai Komunis China.

“Penting sekali untuk membedakan cara sistem demokrasi Barat berjalan dalam kaitannya dengan perusahaan-perusahaan swasta dan vendor-vendornya, dan bagaimana pemerintah China mengawasi perusahaan-perusahaannya,” ujar Duta Besar Robert Strayer, asisten wakil menteri untuk kebijakan siber dan komunikasi dan informasi internsional.

Strayer dan para pejabat lainnya telah memperingatkan bahwa Huawei dan ZTE dapat memberikan akses kepada badan intelijen China kepada jaringan komunikasi yang bersifat sensitif dan kemampuan untuk mengirimkan perintah untuk mengganggu komunikasi.

Trump tidak menyinggung perusahaan China dalam pidatonya hari Jumat, namun ia mengatakan jaringan 5G Amerika harus “dilindungi dari musuh.”

Riley, dari Heritage Foundation, mengatakan kepada VOA bahwa AS “masih dapat membatasi penyebarluasan impor yang dapat menimbulkan risiko keamanan, namun akan sulit bagi perusahaan-perusahaan AS untuk bersaing dengan harga di pasar eksternal.”

Korea Selatan minggu lalu mengoperasikan jaringan 5G untuk seluruh penjuru negeri. Samsung yang berpusat di Korea Selatan menawarkan diri sebagai alternatif global untuk perusahaan manufaktur perlengkapan asal China, namun perusahaan itu masih tertinggal dibandingkan Huawei dan ZTE, maupun perusahaan Ericsson asal Swedia dan Nokia asal Finlandia.

Perusahaan operator nirkabel di AS, termasuk AT&T, Sprint, T-Mobie dan Verizon, menggelar jaringan 5G miliknya menjelang akhir tahun, namun layanan yang tersedia untuk mayoritas warga AS kemungkinan baru bisa dinikmati sepuluh tahun lagi.

Spektrum radio yang akan dilelang akan memiliki jangkauan terbatas, artinya antena selular berukuran kecil harus dipasang di setiap tiang telekomunikasi keempat di sepanjang jalan, membuat teknologi 5G ini hanya praktis digelar di distrik pusat bisnis dan lokasi padat lainnya, seperti stadion, balai sidang, dan pusat perbelanjaan.

Frekuensi-frekuensi yang lebih rendah, yang sedang dilisensikan untuk teknologi 5G di negara-negara lain, hanya akan membutuhkan lokasi tiang telekomunikasi yang lebih kecil, namun spektrum di AS dikuasai oleh operator satelit yang enggan untuk menyerahkannya.

“Ada beberapa proposal untuk membebaskan beberapa spektrum itu untuk jaringan nirkabel tetap, dan industri telekomunikasi selular menginginkannya untuk memanfaatkannya dalam menggelar teknologi 5G,” ujar Brown. [ww]

Sumber : VOA