Tren Baru, Menu Makanan Bali Campur Asing

Denpasar (Metrobali.com)-

Belakangan ini, wisatawan mancanegara yang berlibur di Pulau Bali memiliki kegemaran terhadap menu makanan Bali. Hanya saja, untuk menyesuaikan dengan lidah wisatawan asing tersebut, chef yang menyajikan menu makanan khas Bali itu dipadukan dengan sajian dan bahan dari luar negeri.

Ya, menu makanan demikian terkenal dengan nama fusion food. Kamis 20 Februari 2014, digelar Denpasar Fusion Food Festival 2014.
Henry Alexie Bloem perwakilan dari Indonesian Chef Association (ICA) menuturkan, fusion food adalah pengertian dari mengkombinasinakan makanan khas Bali yang disajikan dengan gaya Barat. “Misalnya ayam betutu disajikan ala meksiko,” kata dia di Pantai Inna Grand Bali Beach, Sanur, Denpasar.

Fusion food, jelasnya, berarti menu makanan yang menggabungan ciri khas dua negara, baik dari segi bumbu, bahan-bahan maupun cara penyajian. “Saya lebih suka menyebutnya modern. Fusion food itu bisa dari cara penyajiannya, memasaknya, atau bumbunya. Tren fusion food sedang digemari wisatawan,” katanya.

Menurut dia, fusion food merupakan salah satu bagian untuk mengangkat citra Bali. “Chef juga terus berinovasi membuat yang baru,” jelasnya. Menurut dia, di Bali lebih dari 98 wisatawan, baik domestik maupun luar negeri sangat menggemari menu makanan Bali.

“Tinggal komitmen dari pemerintah, chef dan perusahaan. Misalnya dibuatkan peraturan jika sekian persen dari menu makanan yang disajikan harus berbau makanan Bali,” imbuh Henry.

Dalam kesempatan itu, disajikan ayam betutu dengan kortilas, ayam betutu dengan max potato, dan menu makanan lainnya. “Saya sendiri lebih menyukai mixing dengan menu Indonesia-Vietnam atau Indonesia-Thailand, Perancis dan Eropa lainnya,” kata dia. Soal kesulitan, Henry mengaku menyocokkan rasa adalah hal paling sulit. “Kesulitannya tentu saja soal rasa, karena ini soal lidah,” katanya.

Sementara itu, Vita Datau juru bicara Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) menjelaskan, kuliner Indonesia memiliki nilai tinggi, terutama kuliner Bali. “Kami berperan mengembangkan, melestarikan dan mempromosikan masakan Indonesia,” jelasnya. Menu makanan Indonesia, imbuh Vita, tak kaya lezat sebagai kudapan, tetapi di dalamnya juga terkandung nilai-nilai historis. “Tidak hanya enak, tapi juga berkaitan dengan kesejahrahan. Apalagi di Bali yang culture-nya tinggi,” paparnya.

Sayang, meski begitu Vita menyebut menu makanan Indonesia belum begitu banyak dikenal. “Yang mempromosikan ini baru sedikit. Kita sendiri belum berhasil mempromosikan. Kita berharap ada dorongan kebijakan-kebijakan kuliner Indonesia di mata dunia,” harap Vita.

Ketua HIPMI Denpasar, I Putu Yuliartha memaparkan, 33 persen wisatawan yang datang ke Indonesia lantaran ingin berburu kuliner Nusantara. “Kuliner ini side object yang kita miliki. Ini tidak bisa dipisahkan dari pariwisata. Dia sudah menjadi another destination. Wisatawan rekreasinya banyak yang mencari kuliner,” demikian Yuliartha.JAK-MB