Esthy Reko Astuti

Jakarta (Metrobali.com)-

Sektor pariwisata adalah satu dari sekian banyak bidang yang terdampak atas tragedi jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata, sebab transportasi udara memegang peran yang sangat vital dalam hal memobilisasi wisatawan.

Hasil kajian UNWTO dan International Civil Aviation Organization (ICAO) menyebutkan, sebanyak 51 persen wisatawan internasional bepergian ke berbagai destinasi wisata dengan menggunakan moda transportasi udara.

Oleh karena itu, Dirjen Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Esthy Reko Astuti menyatakan fakta itu menjadi parameter betapa vitalnya peran dari kebijakan transportasi udara terhadap pertumbuhan pariwisata.

Bahkan, kata dia, penggunaan pesawat terbang bagi wisatawan internasional yang datang ke Indonesia lebih tinggi lagi mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau.

Data BPS dan Pusat Data dan Informasi Kemenpar menunjukkan bahwa pada tahun 2011 wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebanyak 71,2 persen menggunakan jasa transportasi udara, sementara dengan moda transportasi laut dan transportasi darat masing-masing hanya 28,1 persen dan 0,7 persen.

Untuk meningkatkan kebijakan transportasi udara yang berorientasi pariwisata, pihaknya dan pemangku kepentingan pariwisata bertekad tidak hanya berkoordinasi erat dengan Kementerian Perhubungan, tetapi juga lembaga pemerintah terkait lainnya.

Beberapa lembaga pemerintah terkait, seperti Menteri Pekerjaan Umum, Imigrasi, Bea Cukai, dan Pemerintah Daerah.

Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya komitmen politik yang lebih tinggi dari para penentu kebijakan, sehingga pembangunan pariwisata dapat menjadi prioritas dan terkoordinasi dengan baik dalam pembangunan nasional.

“Kami mengajak semua pihak untuk menaruh perhatian pada tiga isu utama, yaitu peningkatan pembangunan fasilitas infrastruktur bandara, peningkatan koordinasi lintas sektor untuk memprioritaskan pembangunan pariwisata, dan pentingnya pembangunan pariwisata berkelanjutan terkait dengan isu lingkungan dan perubahan iklim global,” paparnya.

70 Juta Dari data Kementerian Perhubungan, tahun lalu 70 juta orang Indonesia melakukan perjalanan baik di dalam maupun luar negeri. Dari masyarakat yang bepergian itu 40 persennya menggunakan pesawat sebagai moda transportasi.

Hal itulah yang salah satunya mendorong pertumbuhan perekonomian di dalam negeri termasuk potensi pasar pariwisata yang semakin diminati.

Pada akhirnya penerbangan dan tiket pesawat yang semakin terjangkau menjadikan sektor pariwisata dan transportasi udara menjadi bak pinang dibelah dua.

Pengamat pariwisata Sapta Nirwandar mengatakan tren tiket pesawat yang semakin terjangkau itu pun berdampak pada pertumbuhan peminat wisatawan yang menggunakan pesawat, baik asing maupun lokal yang berpergian.

Namun, ia menekankan untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata di Indonesia maka beragam model transportasi harus dikembangkan di Indonesia.

“Kita harus mulai mengembangkan model-model transportasi dan angkutan yang bagus dan siap untuk mendukung sektor pariwisata kita,” ucap Mantan Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar.

Sapta berpendapat peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 harus menjadi salah satu bahan evaluasi pemerintah Indonesia, khususnya dalam hal kesiapan model transportasi lain untuk memobilisasi wisatawan.

“Selama ini sebagian besar wisatawan khususnya asing masuk ke Indonesia memang dari transportasi udara, tapi kita harus mulai majukan model transportasi lain,” tukasnya.

Ia mencontohkan pada dasarnya model transportasi laut sangat efektif untuk menjadi pintu masuknya wisatawan asing yang menggunakan kapal pesiar.

Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk semakin siap mengelola pelabuhan-pelabuhan wisata termasuk infrastruktur pendukungnya.

“Wisata ‘overland’ yang melalui darat juga harus disiapkan infrastrukturnya,” ujarnya.

Ia mendukung dilakukannya penataan dan reformasi di dunia penerbangan Tanah Air untuk meningkatkan jaminan keselamatan penumpang, termasuk wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.

Sapta juga menilai pada dasarnya sektor transportasi udara di Indonesia juga belum digarap optimal.

Kementerian Perhubungan mendata saat ini ada 237 bandara di Indonesia, banyak yang belum diterbangi dan dioperasikan maksimal.

Ke depan hal ini juga harus mulai dikembangkan mengingat Indonesia adalah negara bahari dan kepulauan dimana konektivitas antarpulau menjadi salah satu kunci persatuan dan kesatuan.

Jangan Merugikan Para pelaku industri biro perjalanan wisata yang tergabung dalam ASITA berharap upaya pembenahan sektor penerbangan khususnya rute terbang dan rencana penghapusan tiket pesawat murah jangan sampai mengganggu sektor pariwisata di Indonesia.

“Kami mendukung upaya pembenahan rute maskapai tapi jangan sampai itu menganggu sektor pariwisata kita, jangan sampai ada penumpang yang terlantar karena hal ini,” kata Ketua Association of The Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) Chapter DIY Edwin Ismedi Himna.

Ia mengatakan pihaknya memang mendukung pembenahan tidak hanya rute maskapai saja tapi seluruh perusahaan yang terkait langsung dengan dunia penerbangan.

Namun, menurut dia upaya reformasi menyeluruh itu jangan sampai merugikan masyarakat apalagi wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia.

“Intinya, kami minta ini diatur agar jangan sampai merugikan konsumen apalagi turis yang datang ke Indonesia,” tegasnya.

Dalam rangka pembenahan rute, banyak penerbangan yang tertunda selama beberapa saat, namun pihaknya mengaku belum merasakan dampaknya secara langsung.

Namun, jika upaya pembenahan tidak diatur sedemikian rupa, hal itu dikhawatirkannya akan menganggu perjalanan wisatawan melalui transportasi udara, termasuk mereka yang telah sejak jauh-jauh hari memesan tiket maskapai tertentu khususnya untuk rute yang dibekukan.

Oleh karena itu, upaya tersebut diharapkannya diatur sedemikian rupa agar tidak merugikan masyarakat.

Sebelumnya pemerintah telah memberikan sanksi terhadap puluhan maskapai penerbangan karena diduga melakukan penerbangan secara ilegal.

Kementerian Perhubungan belum lama ini bahkan membekukan 61 rute milik lima maskapai penerbangan nasional karena kedapatan melanggar izin meliputi 35 rute milik Lion Air, 18 rute Wings Air, 4 rute Garuda Indonesia, 3 rute Susi Air, dan 1 rute TransNusa. AN-MB