Denpasar (Metrobali.com)-

Pernyataan terakhir Gubernur Bali, Made Mangku Pastika ketika menerima kunjungan Komisi X DPR-RI (29/10) yang menyatakantelah menerima hasil kajian Unud yang menyatakan Teluk Benoa tidak layak di reklamasi dan menjamin reklamasi tidak akan terjadi, terasa berbanding terbalik dengan kenyataan bahwa Gubernur Bali ngotot untuk tidak mencabut SK Nomor 1727/01-B/HK/2013 tentang pemberian Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa kepada PT. Tirta Wahana Bali Internasional (PT. TWBI) yang berlaku selama dua tahun.

Sebelumnya pada tanggal 28 Agustus 2013 DPRD Bali telah mencabut rekomendasi DPRD Propinsi Bali No. 660/14278/DPRD tertanggal 20 Desember 2012. Dengan demikian, sejatinya DPRD Bali sebagai badan legislatif telah pula mencabut rekomendasinya kepada badan eksekutif (Gubernur Bali) untuk memberikan kesempatan kepada PT. TWBI melakukan kajian atau studi kelayakan di Teluk Benoa.

Selain itu pada pertemuan tanggal 3 Agustus 2013 Gubernur sudah secara jelas menyatakan dan berjanji akan menolak reklamasi asalkan hasil final dari Studi Kelayakan menyatakan Teluk Benoa tidak layak di reklamasi. Terlebih lagi, saat ini juga telah ada penolakan keras dari masyarakat Tanjung Benoa terhadap rencana reklamasi di kawasan Teluk Benoa.Jika di dasarkan pada janji Gubernur, apabila studi kelayakan dari LPPM UNUD menyatakan hasilnya tidak layak, Gubernur akan segera mencabut SK. Maka, kini sesungguhnya sudah cukup alasan bagi Gubernur untuk segera mencabut SK 1727 karena hasil studi kelayakan yang telah diterima Gubernur menyatakan Teluk Benoa tidak layak direklamasi.

Namun demikian, untuk kesekian kalinya kami menemukan sikap inkonsistensi dan sikap yang tidak satya wacana dari Gubernur Bali. Alih-alih segera mencabut SK Gubernur No.  1727/01-B/HK/2013 sesuai janjinya, yang ada Gubernur Bali beserta SKPD-nya malah secara tersirat mengingkari pernyataannya sendiri dengan bersikap mendorong atau setidak-tidaknya memberikan celah kepada PT. TWBI untuk dapat nantinya melakukan studi kelayakan dengan menggandeng perguruan tinggi lainnya.

Dugaan adanya upaya melegalisasi reklamasi Teluk Benoa melalui peraturan perundang-undangan semakin menguat tatkala ditemukan adanya penerbitan Peraturan Menteri Kelautan Dan PerikananNomor 17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil tertanggal tanggal 3 juli 2013. Halmana pada pasal 3 ayat (3) menyatakan kegiatan reklamasi hanya dilarang dilakukan di zona inti dari kawasan konservasi. Selanjutnya pembagian zona dalam kawasan konservasi juga telah diatur rapi pula di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2013 tentang Pengawasan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang membagi kawasan konservasi perairan menjadi beberapa zona yakni zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya (Pasal 26 ayat (2).

Terlihat jelas bahwa pembentukan penerbitan peraturan menteri kelautan dan perikanan adalah untuk memberi ruang bagi kegiatan reklamasi di kawasan konservasi termasuk di perairan Teluk Benoa. Artinya dengan frase itu, maka peluang untuk melakukan reklamasi di Teluk Benoa terbuka lebar. Satu-satunya yang menjadi pekerjaan rumah bagi pihak-pihak yang menginginkan reklamasi di Benoa adalah penyesuaian  lokasi dengan RZWPK atau RTRW provinsi, kabupaten/kota yang sudah mengalokasikan ruang untuk reklamasi yakni Perda  Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Propinsi Bali atau Peraturan Tata Ruang kawasan tersebut.

Saat ini sedang dibahas mengenai rencana pembentukan Ranperda RZWP3K Porpinsi Bali. Belajar dari penerbitan Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 17/PERMEN-KP/2013 yang terlihat mengakomodir upaya reklamasi di Teluk Benoa dan melihat perilaku Gubernur Bali yang berbohong kepada publik serta ngotot mempertahankan SK 1727/01-B/HK/2013 maka diduga keras hal-hal ini adalah cara-cara sistematis untuk melegalisasi reklamasi Teluk Benoa. Oleh karenanya patut diduga akan ada upaya-upaya sistemik dalam pembentukan Perda RZWP3K Propinsi Bali untuk menentukan kawasan Perairan Teluk Benoa (khususnya pada kawasan yang pernah ditentukan sebagai ijin reklamasi dalam SK Gubernur Bali No.2138/02-C/HK/2012 seluasa 838 ha) sebagai zona pemanfaatan. Dengan demikian pemerintah tidak perlu mengubah Perpres no 45 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Sarbagita terkait status Teluk Benoa sebagai kawasan Konservasi namun cukup dengan menentukan kawasan yang hendak direklamasi sebagai zona pemanfaatan sehingga dapat direklamasi.

Berkaca dari pernyataan Gubernur saat mecabut SK pertama yang bernomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan  Hak  Pemanfaatan dan Pengembangan pengelolaan wilayah Perairan Teluk Benoa Provinsi Bali, yang menyatakan bahwa SK tersebut dicabut karena adanya rekomendasi dari DPRD, selain itu Melihat fakta bahwa reklamasi tidak layak dilakukan di Teluk Benoa dan juga telah ada penolakan dari masyarakat Tanjung Benoa, maka upaya untuk mereklamasi Teluk Benoa harus dihentikan !!!

Memperhatikan hal-hal tersebut, maka kami dari Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) menyatakan sikap dan menuntut DPRD Provinsi Bali untuk :

1.      Menuntut DPRD Provinsi Bali untuk segera menerbitkan rekomendasi agar Gubernur Made Mangku Pastika secepatnya mencabut SK No. 1727/01-B/HK/2013 Izin Studi Kelayakan Rencana Pemanfaatan, Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Perairan Teluk Benoa serta merekomendasikan agar Gubernur menghentikan kebijakan mereklamasi Teluk Benoa dan segera menerapkan kebijakan konservasi di teluk benoa.  

2.      Dalam kewenangannya di dalam rencana pembentukan Peraturan Daerah Zonasi WP3PK Propinsi Bali agar tetap mengawal kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi dan khusus bagi kawasan Teluk Benoa yang pernah ditetapkan sebagai lokasi reklamasi (berdasarkan lampiran khususnya kawasan SK Gubernur Bali Nomor 2138/02-C/HK/2012 ) harus ditetapkan sebagai zona inti kawasan Konservasi.

3.      Terhadap Gubernur Bali kami menuntut untuk memenuhi janjinya dan bersikap satya wacana dengan segera mencabut berlakunya SK  Gubernur Nomor 1727/01-B/HK/2013 dan selanjutnya harus tetap mencabut serta menghentikan berlakunya SK terdahulu yakni SK Gubernur Bali Nomor 2138/02-C/HK/2012.

4.      Tidak lagi melakukan pembohongan publik sebagaimana yang pernah terjadi pada tanggal 27 Juni 2013 bahwa yang bersangkutan (Gubernur Bali) mengatakan belum tahu tentang rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa, padahal SK Nomor 2138/02-CL/HK/2012 tentang Izin Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa telah dikeluarkan oleh Gubernur sendiri pada tanggal 26 Desember 2012

5.      Tidak lagi melakukan tindakan-tindakan pengelabuan hukum seperti pada tindakan mencabut SK 2138/02-C/HK/2012 dengan menerbitkan SK yang secara substansi tidak berbeda serta tidak melakukan usaha-usaha apapun, serta tidak lagi mengeluarkan aturan apapun dalam usaha melakukan reklamasi di Teluk Benoa.

6.      Selanjutnya agar tercipta praktik-praktik tata kelola pemerintahan yang baik, akuntabel dan memiliki etika, maka ForBali juga tetap menuntut Gubernur Bali untuk meminta maaf kepada masyarakat Bali karena telah melakukan pembohongan publik atas keberadaan SK Nomor 2138/02-CL/HK/2012 tentang Izin Rencana Pemanfaatan dan Pengembangan Kawasan Perairan Teluk Benoa telah dikeluarkan oleh Gubernur sendiri pada tanggal 26 Desember 2012.

7.      Terhadap Pemerintah Daerah di Bali, ForBALI menuntut untuk dihentikannya seluruh upaya untuk melegalisasi reklamasi Teluk Benoa termasuk pula menghentikan segala upaya penerbitan peraturan yang mengadopsi kepentingan reklamasi di Teluk Benoa.

 

Demikian pernyataan sikap ini kami buat untuk mendorong DPRD untuk segera merekomendasikan pencabutan SK dan mendesak Gubernur Bali untuk lebih tegas dan konsisten didalam menjaga lingkungan di Bali serta  berpihak terhadap kepentingan Rakyat Bali

Denpasar, 12 Nopember 2013