AKSI TOLAK REKLAMASI DI DEPAN ISTANA NEGARA (1)GENDO SEDANG BERORASI DI DEPAN ISTANA

Jakarta (Metrobali.com)-
Perjuangan menolak reklamasi Teluk Benoa terus dikumandangkan oleh aktivis pecinta lingkungan. Setelah di Bali mendapat tandingan dari kelompok pro reklamasi Teluk Benoa, aktivis antireklamasi justru melebarkan sayap penolakan hingga ke Jakarta. Siang kemarin, mereka menggelar aksi di depan istana negara.

Ketua Dewan Daerah Walhi Bali, Wayan Suardana mengatakan, sebagai negeri bahari dengan panjang pantai mencapai  81.000 kilometer, mestinya wilayah pesisir merupakan potensi besar yang dimiliki oleh bangsa ini dengan seluruh kekayaan alam di dalamnya dan memiliki fungsi ekologis yang tidak terhingga untuk hari ini dan generasi yang akan datang.

“Sayangnya, kawasan pesisir yang memiliki fungsi ekologis yang tinggi terancam dengan berbagai kebijakan pembangunan. Salah satunya adalah proyek reklamasi di berbagai wilayah, antara lain Teluk Benoa, Teluk Palu, Teluk Kendari dan Teluk Jakarta,” kata pria yang akrab disapa Gendo melalui saluran telepon, Rabu (22/1).

Sementara, kata dia, perubahan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tidak memberikan proteksi kawasan pesisir Indonesia dari proyek reklamasi.

“Ancaman kerusakan wilayah pesisir ini bukan hanya menghancurkan kawasan sekitarnya, namun juga mengancam warga negara lainnya yang terdampak bencana ekologis yang semakin meluas dan massif dengan korban jiwa yang tidak sedikit,” sebutnya.

Dalam tinjauan lingkungan hidup Walhi yang telah diluncurkan pada tanggal 15 Januari 2014 mencatat bencana ekologis pada tahun 2012 berupa banjir dan longsor terjadi 475 kali dengan korban jiwa 125 orang. Pada 2013 secara kumulatif menjadi 1.392 kali atau setara 293 persen. Bencana tersebut telah melanda 6.727 desa/kelurahan yang tersebar di 2.787 kecamatan, 419 kabupaten/kota dan 34 provinsi dan menimbulkan korban jiwa sebesar 565 orang.

“Banjir yang terjadi di Utara Jakarta dan banjir bandang di Manado salah satunya disebabkan oleh proyek reklamasi. Tentu kami, ForBALI dan organisasi masyarakat sipil yang selama ini memperjuangkan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat tidak mau menunggu terjadi bencana ekologis di Bali dan daerah-daerah lainnya, karenanya kami tidak henti-hentinya menyuarakan dan mendesak untuk segera menghentikan proyek reklamasi di berbagai wilayah, khususnya reklamasi Teluk Benoa, termasuk di dalamnya menggalang dukungan dari berbagai elemen masyarakat dan musisi seperti JRX Superman is Dead, Gembul Navicula, Coki Netral, Sarasdewi dan seniman lainnya,” tutur Gendo.

Secara khusus, Gendo melanjutkan, aksi tersebut ditujukan untuk mendesak agar pemerintah pusat menghentikan segala upaya yang memuluskan proyek reklamasi Teluk Benoa, termasuk dengan alasan Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan mensiasati melalui tata ruang wilayah. “Tata ruang, baik di nasional maupun wilayah, mestinya menjadi instrumen penting untuk memproteksi kawasan-kawasan yang memiliki fungsi ekologis tinggi,” jelasnya.

“Fungsi ekologis hutan Mangrove  tidak tergantikan dengan teknologi secanggih apapun. Selain bencana ekologis yang mengancam, proyek reklamasi di Teluk Benoa juga menghancurkan tatanan sosial budaya masyarakat, khususnya preservasi kultural. Bagi masyarakat Bali, alam memiliki ikatan yang begitu kuat dengan kehidupan religius masyarakat Bali,” tambah Gendo.

Dalam situasi darurat, imbuh Gendo, di mana bencana ekologis telah meluas dan merata hampir di seluruh Indonesia, kepemimpinan Presiden SBY didesak untuk memimpin penanganan bencana ekologis dengan mengoreksi model pembangunan yang eksploitatif dan mengabaikan daya dukung lingkungan yang terbatas. “Tolak reklamasi, untuk menyelamatkan kawasan pesisir di Indonesia,” tegas Gendo. JAK-MB