workshop-bprDenpasar (Metrobali.com)-

Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusra menyelenggarakan Sosialisasi Ketentuan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan serta Workshop Peningkatan Pemahaman Manajemen Risiko bagi BPR se-Bali, Senin (26/9).

Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan, Nasirwan mengatakan sosialisasi diselenggarakan dalam rangka meningkatkan pemahaman BPR terhadap komponen-komponen manajemen risiko, seperti yang tertuang dalam POJK No.13/POJK.03/2015 serta mensosialisasikan ketentuan POJK No. 27/POJK.03/2016 tentang penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan. Selain itu, agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman bank terkait ketentuan terbaru terkait mekanisme pengajuan pemegang saham serta pengurus.

“Kami menyadari, penerbitan aturan tanpa diiringi dengan pemahaman yang baik oleh industri dapat menjadi kendala dalam mencapai tujuan dari aturan tersebut. Oleh karena itu, OJK berupaya untuk memastikan industri keuangan memahami aturan-aturan yang diterbitkan melalui sosialisasi peraturan, ” ujar Nasirwan, Senin (26/9) di Denpasar.

Dipaparkannya, POJK No. 27/POJK.03/2016 mengatur faktor penilaian kemampuan dan kepatutan, tata cara dan penilaian kemampuan dan kepatutan dan hasil penilaian kemampuan dan kepatutan yang berlaku untuk seluruh lembaga jasa keuangan.

“Dengan terbitnya aturan ini, seluruh lembaga jasa keuangan memiliki acuan yang sama dalam penilaian kemapuan dan kepatutan sehingga dapat menghindari terjadinya regulatory arbitrage dan inkosistensi dalam pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan di Lembaga Jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh LJK,” jelasnya.

Berdasarkan data yang tercatat di OJK,  pencapaian kinerja 138 BPR di Bali pada posisi 31 Juli 2016 mengalami peningkatan dibandingkan posisi yang sama pada tahun 2015 (YoY)  dimana aset meningkat sebesar Rp1,93 triliun (18,78%) dari Rp10,28 triliun menjadi Rp12,21 triliun, penghimpunan dana pihak ketiga meningkat sebesar Rp1,49 triliun (23,66%) dari Rp6,27 triliun menjadi Rp7,76 triliun dan penyaluran kredit meningkat sebesar Rp0,86 triliun (11,07%) dari Rp7,77 triliun menjadi Rp8,63 triliun.

Hal ini menunjukkan industri perbankan terutama BPR di Bali semakin berkembang dan keberadaan BPR semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Secara garis besar, menurutnya ada tiga risiko yang wajib diterapkan oleh seluruh BPR yaitu risiko kredit, risiko operasional dan risiko kepatuhan. Sementara bagi BPR dengan ukuran dan kompleksitas yang lebih tinggi wajib menerapkan risiko lainnya yaitu risiko likuiditas, risiko strategic dan risiko reputasi sesuai jumlah modal intinya.

Nasirwan juga megingatkan kembali terkait beberapa ketentuan yang yang wajib dipenuhi BPR yaitu pemenuhan modal inti minimum, pemenuhan struktur organisasi terkait penerapan tata kelola yang baik dalam operasional BPR dan kepatuhan terhadap ketentuan-ketentuan lain antaralain kepemilikan sertifikat kelulusan dari lembaga sertifikasi, penyesuaian kegiatan usaha dengan modal inti yang dipersyaratkan, pencantuman bentuk badan hukum di depan nama bank dan transparansi produk dan atau pelayanan kepada nasabah.

Sementara itu, Ketua Perbarindo Bali, Ketut Wiratjana mengatakan, mendukung program yang disosialisasikan oleh OJK. Hanya sedikit memberatkan pasalnya yang menilai diri sendiri itukan sulit.

“Program ini kami dukung, hanya saya sedikit keberatan karena menilai diri sendiri itukan sulit,” katanya.SIA-MB