Oleh: I Gde Sudibya

Menarik untuk disimak berita dan ulasan Harian Kompas ( 15/7 ) yang berjudul: JEBAKAN RASA AMAN PALSU. Situasi pandemi Covid-19 bakal memburuk bagi negara yang gagal menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Indonesia mesti berhati-hati dan tak terjebak rasa aman palsu.

Menarik untuk disimak  ungkapan: ” Rasa Aman Palsu ” yang dalam ulasan di atas dapat diartikan  persepsi rasa aman pada sebagian  masyarakat, yang  sebetulnya tidak aman terhadap risiko pandemi, karena sejumlah alasan yakni terbatasnya test PCL yang dilakukan, positivity rate yang tinggi, rata-rata di atas 12 %  selama 14 Juni sampai dengan 14 Juli, sedangkan standar WHO di bawah 5 %.
Dalam ulasan di atas juga dikemukakan: jika positivity rate di atas 10 % artinya jumlah kasus yang sesungguhnya  10 kali dari yang ditemukan.
Secara global jumlah kasus per 13 Juli 2020 mencapai 13,2 juta orang, dengan korban jiwa 576.432. Untuk Indonesia 78.582 kasus, sebanyak 3.710 meninggal. Jumlah kasus di Indonesia berada di urutan ke 26 terbanyak secara global.
Penyebaran pandemi yang terus berlangsung, dengan tingkat pertumbuhan yang belum turun, disertai dengan
rasa aman palsu yang menghinggapi masyarakat, membuat risiko pandemi ini tetap tinggi di hari-hari mendatang.
Biaya ekonomi dan sosial
Pandemi Covid-19 telah dan akan membawa biaya ekonomi dan sosial yang sangat besar dan bahkan dashyat. Biaya langsung penanggulan pandemi adalah keseluruhan biaya untuk mendukung sistem pelayanan kesehatan berjalan optimal. Biaya tidak langsung akibat pandemi, jaring pengaman sosial,  dana talangan untuk penyelamatan ekonomi. Kesemuanya ini untuk Indonesia saja, menghabiskan biaya ratusan trliun rupiah.
Pendanaan yang berasal dari keuangan negara, belum terhitung dana dari sistem perbankan, terutama dari Bank Indonesia.
Biaya sosial ekonomi yang harus ditanggung seluruh lapisan masyarakat, karena usaha tutup atau pengurangan kegiatan, banyak orang kehilangan pekerjaan berarti kehilangan pendapatan, risiko kredit macet yang harus ditanggung sistem perbankan.
Biaya kemanusiaan dan tantangannya
Karena sistem pelayanan kesehatan lebih fokus ke penanggulan pandemi Covid-19, sehingga sistem rumah sakit dan jaringannya,  tidak bisa berfungsi optimal menyangga totalitas kebutuhan pelayanan kesehatan warga negara. Ini bentuk lain dari biaya kemanusiaan yang harus ditanggung warga akibat pandemi.
Pada sisinya yang lain, ” dasa muka ” tekanan kehidupan: kemerosotan ekonomi, pengangguran, kehilangan pendapatan, merosotnya harapan akan masa depan, ketidakpastian masa depan, kesulitan untuk melakukan adaptasi, kejenuhan kehidupan, reorientasi nilai yang harus dilakukan, beban besar kehilangan: kemudahan, kenikmatan  dan zona nyaman, ketidakjelasan pendidikan dan masa depan anak-anak, membuat sebagian besar masyarakat mengalami stres, stres berkepanjangan dan bahkan depresi. Biaya kemanusiaan berbentuk: stres sosial dan depresi sosial.
Negara harus menjawab tantangan ini, sebut saja skenario kebijakan penyelamatan warga secara sosial. Gerakan masyarakat sipil harus bangkit dan bergotong royong, untuk menanggulangi biaya kemanusiaan di atas.
Tentang Penulis
I Gde Sudibya,  ekonom, pengamat sosial ekonomi.