Depok (Metrobali.com)-

Dua benda yang diduga bom, meledak di Vihara Ekayana, di Kelurahan Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Minggu (4/8) malam. Meski menurut pihak kepolisian bom itu berdaya ledak rendah, tetapi tiga orang terluka akibat insiden tersebut.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menyebutkan, bom di wihara itu dibuat oleh orang yang sangat ahli dalam merakit bom. “Itu bom rakitan, pelakunya pintar bikin bahan peledak dan bisa meledak,” katanya.

Teror bom oleh terduga teroris tampaknya terus mengintai, selama tahun 2012 saja terjadi 65 ancaman teror, 30 ledakan terjadi, dan penangkapan terhadap 55 tersangka teroris. “Data ini menguatkan indikasi kegiatan terorisme mewabah,” kata Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Tanribali Lamo.

Ia mensinyalir, virus terorisme yang menakutkan, mengancam masyarakat dan negara belakangan ini semakin mewabah. “Ini harus harus dihadapi dengan serius, karena virus terorisme mengakibatkan kerugian materi dan menelan korban jiwa termasuk mengancam kedaulatan negara.” Terkait dengan ledakan di Vihara Ekayana pihak kepolisian masih terus mendalami kasus tersebut. “Hingga saat ini belum ada perkembangan lebih lanjut terkait hasil penyelidikan. Kami masih memeriksa delapan orang saksi,” ujar Kadiv Humas Mabes Polri Brigjen Ronny Sompie.

Dua di antara kedelapan saksi tersebut adalah orang yang berada di sekitar Vihara, tiga yang terkena dampak langsung bom dan tiga orang lagi yang dapat memberikan keterangan terkait hasil CCTV. “Kemudian kami berusaha mengidentifikasi pelaku,” katanya.

Dia mengaku belum dapat menjelaskan apakah pelaku pengeboman terkait dengan kelompok tertentu atau merupakan kelompok baru ataukah kelompok lama. “Namun asumsi tentang keterkaitan tentang kelompok mana saja tetap menjadi bagian dari masukan yang perlu kami pedomani.” Ronny mengimbau kepada seluruh masyarakat khususnya pengelola tempat-tempat ibadah untuk meningkatkan kewaspadaan, agar kasus teror seperti yang terjadi di Vihara Ekayana dapat diantisipasi. “Yang menyebabkan terjadinya teror karena kurang guyub.” Sementara itu, setelah dilapori Kapolri (Pol) Jenderal Timur Pradopo tentang perkembangan penyelidikan kasus bom di Vihara Ekayana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar kepolisian segera mengungkap kasus tersebut.

“Yang pasti segera bisa diungkap, tolong sampaikan kepada masyarakat supaya mereka tenang,” ujar Timur Pradopo sambil menambahkan kepolisian sedang menunggu hasil evaluasi diagnosa dari olah TKP dan keterangan saksi-saksi yang pastinya akan terus berkembang.

Namun demikian menurut anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo, persoalan terorisme (termasuk teror bom-red) harus menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Pasalnya, penumpasan aksi-aksi terorisme bukan perkara mudah.

“Masalah teroris itu bukan tugas kepolisian semata, tapi seluruh aparat pemerintah khususnya TNI, Polri dan jaringan intelijen. Tidak hanya menyangkut keamanan, tapi juga kedaulatan,” ujarnya sambil menambahkan bahwa penanganan secara komperehensif harus lebih dikedepankan, karenanya aparatur negara diharapkan bisa bersinergi untuk mengatasi aksi-aksi teror.

Sekjen PDI Perjuangan itu menunjuk contoh insiden bom bunuh diri di Mapolres Poso Sulawesi Tengah sebagai target teror yang sudah mengarah kepada simbol-simbol negara.

“Jadi harus ada koordinasi antar aparat intelijen. Apakah kepolisian, TNI, termasuk BIN guna mengungkap tuntas jaringan-jaringan yang sekarang sudah mengarah ke lembaga negara,” kata dia.

Sementara itu Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras pelaku peledakan bom di Vihara Ekayana. Peledakan bom itu dimaksudkan untuk memelihara trauma ketakutan atas terror bom di kalangan masyarakat Indonesia.

Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI, Jeirry Sumampow berpendapat, “kalau dilihat bahwa ledakan itu dilakukan di momentum 10 tahun bom JW Marriot (Jakarta), maka kami menilai hal itu memang sudah direncanakan. Pelakunya adalah teroris yang masih berkeliaran di negari ini.” Pelaku peledakan bom ini juga tak menghormati umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa dan akan merayakan Idul Fitri. �Karena itu, PGI berharap umat muslim tetap tenang menjalankan ibadah dan tidak terprovokasi, ujarnya.

Adu domba Agar peristiwa peledakan serupa tidak terjadi lagi, PGI meminta kepada pemerintah dan seluruh jajaran terkait untuk mengusut tuntas pelaku peledakan bom tersebut. “Perlu dipikirkan upaya-upaya lain dalam konteks membasmi praktik-praktik terorisme yang kian marak. Mungkin peran Kementerian Agama dalam rangka mendorong pengajaran agama yang benar di masyarakat perlu ditingkatkan,” kata Jeirry.

Sependapat dengan PGI, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai aksi teror dan peledakan bom di Vihara Ekayana adalah perbuatan biadab. “Pelaku mencoba mengadu domba umat beragama. Di saat umat Islam sedang melakukan ibadah puasa dan sedang sibuk mempersiapkan Lebaran, aksi teror justru mereka tebar,” katanya.

Menurut Neta, target pelaku pengeboman ialah mengganggu ketenangan warga agar orang-orang yang hendak mudik dan mempersiapkan Lebaran dilanda kecemasan dan ketakutan. Selain itu bom di Vihara memiliki kesamaan dengan teror bom panci di Polsek Rajapolah, Tasikmalaya 20 Juni 2013.

Dia menyebutkan, di Polsek Rajapolah bom gagal meledak dan di Vihara Ekayana, salah satu bomnya juga tidak meledak. “Dari kedua kasus ini bisa disimpulkan, pembuatan kedua bom tersebut tidak sempurna. Pembuatnya bisa saja orang yang sama dan sedang ‘belajar’ membuat bom untuk menebar teror,” kata dia.

Kegagalan peledakan di Rajahpolah dan di Vihara Ekayana, katanya, bisa dinilai sebagai sebuah uji coba yang bukan mustahil para pelaku sedang merencanakan sebuah aksi teror besar dengan bahan peledak yang lebih besar. “Untuk itu Polri harus segera mengungkap dan menangkap para pelaku agar hal-hal yang tak diinginkan tidak terjadi.” Sementara itu rohaniawan Katolik Romo Benny Susetyo menilai peristiwa peledakan bom di Vihara Ekayana sebagai keinginan jaringan teroris untuk menunjukkan eksistensinya di mata publik, seiring dengan mulai tumbangnya jaringan tersebut di Indonesia.

“Kelompok yang sekarang ini ingin menunjukkan bahwa dirinya masih ada meskipun jaringanna makin menipis karena hampir terdesak,” katanya. Sebenarnya jaringan teroris di Indonesia berangsur lenyap seiring dengan suksesnya aksi Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam menumpas aksi teror.

Tetapi Benny menegaskan, masyarakat tidak perlu takut akan teror dan cara mereka untuk mengadu domba dengan memainkan solidaritas keagamaan. “Waspadalah terhadap kelompok-kelompok yang menggunakan ideologi kekuasaan dengan tujuan mengadu domba ketenteraman bernegara dan beragama,” katanya.

Jaringan teroris menurut rohaniawan itu, mencuri kesempatan dan memanfaatkan kelemahan dalam situasi kepolisian sedang fokus pada pengamanan Lebaran. Dibutuhkan sekarang masyarakat membangun kemitraan mengamankan lingkungan.

Pengamat Intelijen Mardigu WP menilai ledakan bom tersebut bertujuan menciptakan ketakutan di masyarakat. “Kalau ledakan kecil jelas bukan untuk membunuh. Niatnya hanya untuk membuat ketakutan atau kebencian antar sesama, ini tujuan ofensif,” kata dia.

Dia juga menduga, pelaku bisa saja bakal menyasar tempat ibadah lain. “Saya prediksi setelah vihara, dia akan menyasar pura, bisa juga ke gereja, ini sudah makin lebar. Pelaku hanya ingin menciptakan rasa takut di kalangan masyarakat.

Bisa jadi kelompok teroris yang menaruh bom di Vihara berbeda dengan jaringan-jaringan sebelumnya. Namun seperti kata Mardigu, ideologinya tetap sama yakni menghalalkan kekerasan hingga membunuh. “Pemimpin dan strateginya sudah beda, tetapi jalan pemikirannya masih satu,” katanya menjelaskan. AN-MB