Bupati Eka di Panti Jompo
Tabanan ( Metrobali.com) –
Berkarir di dunia politik dengan status sebagai Bupati Tabanan tidak lantas membuat Ni Putu Eka Wiryastuti sebagai seorang perempuan biasa. Dalam beberapa kali kesempatan, misalkan melakukan kunjungan di beberapa daerah, sisi keperempuanannya ini masih melekat jelas pada sosoknya.
Seperti terlihat beberapa waktu lalu, saat peresmian bank sampah Kocala Asri di Banjar Tegal Baleran, Desa Dauh Peken, Tabanan. Usai peresmian, rombongan yang menyertai Bupati Eka tiba-tiba tertahan di ujung jalan tempat keluar masuk bank sampah itu.
Mereka tertahan lantaran bupati mendadak berhenti setelah melihat sesosok nenek berjualan di pinggir pintu masuk itu. Langkahnya menuju mobil dinas langsung  terhenti. Dia berbalik arah dan memilih menghampiri nenek yang belakangan diketahui bernama Mekel Jempiring itu.
Saat dihampiri Mekel Jempiring hanya bisa terdiam saja. Dia juga tidak mengerti mengapa orang-orang mendadak mengerubutinya. Bahkan dia menyangka, orang-orang yang mengerumuninya itu ingin membeli manisan dari gula aren cair buatannya. Atau, keripik yang turut dijualnya.
Sikap yang sama juga berlaku untuk bupati yang duduk di sebelah kanannya sambil merangkul. Tapi setelah beberapa orang di sampingnya memberi tahu dengan suara lantang, karena pendengarannya yang sudah memburuk, barulah dia sadar kalau yang duduk di sampingnya itu ternyata bupati.
Mekel Jempiring sama sekali tidak menyangka hal itu. Sehingga tanpa terasa air matanya berlinang. Melihat itu, bupati berusaha menghiburnya sambil bertanya-tanya apa saja yang dijualnya. Sesekali bupati menyeka air mata perempuan yang wajahnya telah mengeriput itu.
Mekel Jempiring mengaku, dia biasa berjualan di tempat-tempat keramaian. Tapi, bila tidak ada keramaian, dia akan berjualan di depan pintu masuk menuju bank sampah Kocala Asri. Kebetulan di dekat itu ada tempat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam sehari, dagangannya paling sering laku dua ribu rupiah. Bahkan terkadang pulang tanpa uang sama sekali.
Mendengar cerita itu, bupati terenyuh. Salah seorang ajudannya pun diminta mengambil uang Rp 1 juta untuk bekal nenek itu. Sebagai pengganti dagangannya yang tidak kunjung laku sampai siang hari saat itu.
“Yang buat saya terharu itu semangat hidupnya. Dia memang sudah tua, tapi semangat hidupnya besar. Apalagi kata orang-orang tadi, dia orangnya enerjik. Malahan, sehari-hari dia sering masak sendiri,” tutur bupati.
Bupati terus terang kalau dirinya gampang iba melihat orang-orang yang mempertahankan semangat hidupnya di usia senja. Bahkan, selain Mekel Jempiring dia mengaku punya sejumlah nenek asuh di beberapa kecamatan. Salah satunya ada di Kerambitan yang hidup sebatang kara tanpa rumah dan lampu.
“Yang di Kerambitan itu, setelah kita sediakan bedah rumah, dadong (nenek) itu sudah bisa hidup layak. Beliau sekarang ada dalam pengawasan saya. Dan, Camat Kerambitan saya minta selalu mengawasinya. Kalau terjadi apa-apa agar segera melapor ke saya,” tukasnya.
Karena banyak orang tua yang hidup sebatang kara tapi punya semangat hidup yang tinggi, Eka mengaku ingin membuat sebuah panti jompo. Angan-angan itu sudah ada, tinggal dia memikirkan kapan akan direalisasikan.
“Kalau angan-angan saya itu dikabulkan, saya ingin buat panti jompo. Buat menampung orang-orang tua yang terlantar atau sebatang kara. Bila perlu, mengajak orang-orang yang mampu secara ekonomi ikut memperhatikan keberadaan mereka. Tentu dengan niat yang memang benar-benar untuk kepentingan sosial,” pungkasnya. EB-MB